Senin, 16 Juli 2007

Dicari : Orang Bodoh

Ketika Anda membaca iklan lowongan kerja di koran, sedang iseng maupun sedang serius, Anda pasti melihat kata-kata yang tipikal. IPK biasanya di atas 2,75 bahkan ada yang minta di atas 3.


Semua orang yang memiliki nilai IPK setinggi itu akan bisa mendaftarkan diri pada lowongan kerja itu. Alasan untuk tidak melamar pekerjaan, paling hanya karena bidang pengetahuan tidak cocok atau lokasi kerja yang tidak disukai. Itu berarti yang dicari adalah orang dengan IPK tinggi. Itu berarti yang dicari adalah orang yang cukup pintar.


Sekarang mari kita tidak membatasi istilah pintar hanya di atas 2,75 sehingga kita tidak perlu menyatakan bahwa semua orang yang mendapatkan IPK di bawah 2,75 sebagai orang bodoh. Tetapi sering sekali kan ada orang pintar yang menyatakan, sekalipun dalam hati, bahwa ada orang lain yang dia katakan orang bodoh?


Nah, bayangkan Anda membuat iklan lowongan kerja di koran: mencari orang bodoh. Apakah ada orang yang akan melamar? Saya rasanya yakin sekali tidak ada orang yang akan menjawab iklan lowongan kerja tersebut. Mengapa ya?


Karena tidak ada orang yang ingin dibilang bodoh. Tidak ada orang yang merasa bodoh. Sehingga iklan lowongan kerja Anda akan sepi pelamar. Kalau demikian, mengapa sering kali ada orang yang menyatakan “pantas saja saya tidak dapat pekerjaan, karena saya kan bodoh” (atau dengan kata lain yang lebih halus seperti: saya kan tidak terlalu berpendidikan, pengetahuan saya kan kurang).


Toh pada kenyataannya, ketika secara resmi ada kesempatan untuk mengakui bodoh, tidak ada yang melamar. Pertama, mungkin banyak yang mengira bahwa iklan tersebut salah tulis (tetapi apa mungkin salah tulis kata: bodoh?). Ke dua, sangat tidak mungkin ada yang mau mengaku secara terbuka bahwa dirinya bodoh.


Atau bahkan Anda bukan yang memberi lowongan kerja, tetapi membaca satu lowongan kerja diiklankan. Apakah Anda akan melamar bila yang dicari oleh pemberi kerja adalah orang bodoh?

Wah, mana mungkin.


Iya, dong. Betapa menariknya fasilitas, gaji atau apapun yang ditawarkan lowongan kerja itu, saya yakin Anda tidak akan melamar, bila syarat yang diminta hanya: bodoh!

Mengapa begitu yakin?

Oh ya tentu saja. Sebaik apapun fasilitas dan gaji yang ditawarkan, beranikah Anda mengaku bahwa Anda bodoh? Tidak? Anda tidak berani mengaku bodoh?


Itulah masalahnya. Anda bukan tidak berani mengaku, karena Anda sebenarnya tidak mau dikatakan bodoh. Tetapi apakah Anda bodoh? Tidak. Anda cerdas. Sangat cerdas, karena Anda berhasil masuk ke situs ini, kan? Anda berhasil membaca lengkap tulisan ini kan? Jadi Anda sangat cerdas.


Justru saya yang bingung sekarang, mengapa Anda seringkali terlalu merendah dengan mengatakan pengetahuan Anda tidak baik, bahwa kepintaran Anda masih rendah, atau kata-kata seperti itu. Jelas-jelas Anda tidak bodoh, bahkan tidak mau dibilang bodoh, sehingga tidak mau melamar pekerjaan pada perusahaan yang mencari orang bodoh.


Benarkah Anda memang ingin menjadi semakin rendah? Kalau tidak demikian maka tidak ada gunanya untuk terlalu merendah. Ketika Anda dipuji, mengapa tidak berterima kasih saja. Sehingga tidak berkesan sombong.

Tetapi merendah terlalu berlebihan malam menjadi masalah baru bagi Anda. Sadarkah Anda bahwa apapun yang keluar dari mulut Anda, dapat menjadi doa?


Jadi sekarang Anda sudah percaya bahwa Anda cerdas? Oke, Anda tidak perlu melamar bila ada perusahaan mencari orang bodoh. Berarti Anda harusnya tidak mungkin kalah dong dalam kompetisi mendapatkan lowongan kerja tersebut?


Tidak, Anda sama sekali tidak bodoh. Hanya saja Anda tidak percaya bahwa seberapa cerdaspun Anda, selalu masih ada ruang, masih ada kesempatan untuk meningkatkan kecerdasan, kemampuan dan pengetahuan Anda.

Memang ada yang tidak percaya bahwa masih perlu menambah kecerdasan dan kemampuan serta pengetahuan? Wah itu kan kata Anda. Di sekitar kita, ternyata ada yang seperti itu.

Iya sih, saya sadar, tapi bagaimana cara meningkatkan kecerdasan, kemampuan, pengetahuan? Caranya tidak terlalu sulit, hanya pelaksanaannya yang seringkali dianggap sulit: Buku.


Mengapa sulit? Sebagian besar orang lebih suka melihat tulisan di antara gambar, seperti di majalah dan tabloid, dibanding satu gambar di antara rimba huruf seperti buku. Lebih seru lagi karena beberapa teman saya justru menjadikan buku sebagai obat tidur. Hebat ya? Kalau dia sulit tidur, maka dia ambil buku, baru baca satu baris, sudah tidur. Sangat mujarab.


Tetapi ironi sekali bagi Anda yang ingin menjadi lebih baik dengan meningkatkan kecerdasan, kemampuan, pengetahuan ya? Apa boleh buat, Anda yang ingin menjadi lebih baik, maka Anda yang perlu menjalankan cara yang tidak terlalu sulit itu.


Tetapi mengapa buku? Tidak bisa yang lain? Bisa, bisa sekali. Tetapi tidak akan terlalu detail ketika Anda justru membutuhkan informasi yang detil. Tetapi terlalu detail malah membuat Anda bosan membacanya. Jadi? Lihatlah di buku Instrumen Orang Sukses, tentang cara memilih buku.

Anda jelas bukan orang bodoh, tetapi selalu ada orang yang lebih cerdas dari saya, begitu pula selalu ada yang lebih cerdas dari Anda. Namun, bukan berarti karena ada orang lain yang lebih cerdas dari Anda, maka Anda berarti kehilangan kesempatan untuk mendapatkan yang lebih baik.

Anda pasti dapat yang terbaik, bila Anda menjadi lebih cerdas.

ardian.syam@gmail.com – Medan – Juni 2007

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

silahkan beri Komentar sehat dan membangun