Kamis, 12 Juli 2007

Komplain adalah Hadiah

Saya kutipkan dari Majalah Marketing Edisi 07 tahun 2006.

Ingatlah komplain adalah gift. Pelanggan yang marah adalah pelanggan yang mencintai perusahaan Anda karena mereka sudah secara emosi terlibat dengan apa yang Anda tawarkan. Di balik komplainnya, pasti ada suatu hikmah yang dapat secara positif Anda tanggapi. Ubahlah “customers from hell” ini menjadi “heaven”. Jika keluhannya ditangani dengan tuntas, maka bukannya tidak mungkin mereka justru akan menjadi teman Anda.



Untuk dapat menangani secara tuntas dan dengan jiwa yang besar, maka Anda harus menganut sistem “penyangkalan diri”. Sekalipun tahu Anda berada pada posisi benar dan yang komplain salah, sangkallah hal itu. Sebaliknya, akuilah kalau yang komplain selalu benar dan Anda bersedia untuk tidak defensive. Dengan demikian, keikhlasan akan terbentuk dalam melayani.




Jika pelanggan yang komplain tersebut bukan termasuk target segmen Anda, apa jadinya? Layanilah dengan optimal. Tentunya tetap dalam koridor keikhlasan yang tinggi. Jika pelanggan tersebut berada pada posisi jauh di bawah kriteria target segmen Anda, maka secara natural mereka juga akan merasa diperlakukan dengan sangat istimewa karena komplainnya diperhatikan secara optimal. Namun jika mereka berada di atas kriteria target segmen Anda, maka mereka adalah “future target” dan juga menjadi “benchmark” buat perusahaan Anda, karena mereka mempunyai kriteria layanan yang lebih tinggi dari rata-rata target pelanggan yang telah Anda puaskan. Jadikan kasus ini sebagai sebuah pelajaran untuk melakukan continous improvement.

Beberapa kawan memang menyatakan bahwa itu sekedar judul saja yang diubah. Tetapi tetap saja bahwa yang mereka terima adalah keluhan dari pelanggan. Saya tetap menyatakan bahwa itu memang mungkin terjadi di sisi konsumen, tetapi tidak dalam mind seluruh anggota perusahaan. Dalam mind semua pegawai perlu ditanamkan fikiran bahwa tidak ada lagi keluhan dari pelanggan atau konsumen. Tetapi hanya ada suara konsumen yang berupa saran. Sehingga tidak ada lagi pegawai perusahaan yang mempersepsi bahwa mereka siap untuk menerima komplain.

Harusnya justru menyatakan bahwa untuk memperlakukan konsumen menjadi “raja” justru dengan menerima komplain mereka. Saya jadi teringat akan sebuah hasil survey yang menyatakan bahwa para pelanggan atau konsumen yang puas bercerita hanya kepada 5 orang teman saja. Sementara pelanggan atau konsumen yang tidak puas akan bicara kepada 9 orang teman. Betapa besar pertumbuhan jumlah orang yang tahu betapa perusahaan yang Anda pimpin tidak berhasil memenuhi kebutuhan pelanggan.


Berkaitan dengan komplain tersebut ada hasil riset yang menyatakan bahwa hanya 4% dari pelanggan atau konsumen yang tidak puas, yang akan mengajukan komplain. Jadi bila Anda melihat di beberapa Rumah Makan Padang ada tulisan “bila Anda puas beritahu teman, bila Anda tidak puas beritahu kami” memang benar-benar harus sering disampaikan kepada semua pelanggan atau konsumen. Karena hanya sedikit yang bersedia memberitahukan kepada Anda, hal-hal apa saja yang tidak memenuhi keinginan mereka.
Dengan pengandaian ada 100 konsumen tidak puas maka hanya 4 orang yang komplain kepada Anda, sementara 96 orang lain akan cerita kepada 864 orang lain dan tersebarlah berita buruk tentang perusahaan Anda. Mari kita andaikan lebih jauh bahwa pada periode yang sama ada 100 konsumen yang puas dengan layanan yang diberikan perusahaan Anda. Maka akan ada 500 orang yang tahu bahwa perusahaan Anda dapat memberikan layanan sesuai kebutuhan konsumen.


Baru pada tahap pertama saja sudah lebih banyak orang yang tahu bahwa perusahaan Anda tidak mampu memberikan layanan sesuai kebutuhan konsumen. Hanya sangat sedikit dari 864 orang tadi yang mau mencoba layanan perusahaan Anda. Tetapi mari kita bayangkan bahwa 500 orang tadi mencoba layanan perusahaan Anda dan terbagi sama banyak, 250 orang puas sedangkan 250 orang lain tidak puas. Apa yang terjadi dengan perusahaan Anda?


Karena itulah tulisan ini diawali dengan kutipan bahwa komplain adalah gift. Setiap komplain berarti mengurangi kemungkinan ada berita buruk tentang perusahaan Anda yang tersebar. Dengan demikian penyebaran berita buruk tersebut menjadi terhambat. Belum lagi bila (seperti dalam kutipan tadi) bahwa komplain tersebut dapat ditangani dengan baik, berhasil dicarikan solusi untuk memperbaiki kesalahan perusahaan Anda atau solusi untuk memuaskan keinginan konsumen atau pelanggan.

Mungkin jadi masalah bagi Anda sekarang bagaimana memperbesar jumlah 4% tadi? Sama persis dengan Rumah Makan Padang yang tadi saya kutip. Tapi bukan sekedar jargon. Saya teringat sebuah Rumah Makan Padang di Medan. Ketika saya hampir selesai makan langsung ada pelayan yang mendekati saya dengan catatan di tangan. Saya sempat berfikir buruk bahwa pelayan tersebut sudah bersiap-siap menghitung nilai makanan yang saya habiskan sehingga bisa segera ditagih saat saya selesai makan.


Ternyata tidak. Si pelayan dengan gaya yang akrab tapi cukup sopan bertanya apakah kuah gulai yang saya makan tidak terlalu pedas atau terlalu asin, kemudian disusul dua atau tiga pertanyaan lain yang berkaitan dengan kualitas makanan seperti apakah dendeng terlalu keras, dan apakah nasi terlalu basah. Hebatnya lagi, semua jawaban saya untuk pertanyaan yang dia ajukan langsung dia catat di buku catatan yang tadi dia bawa (saya jadi malu, ternyata buku itu bukan buku tagihan).


Ketika saya mengatakan bahwa kuah gulai terlalu asin dan dendeng terlalu keras, sang pelayan kemudian membawakan puding. Biar tidak terlalu berasa asin dan biar lupa kerasnya dendeng, Pak. Kata si pelayan sambil tersenyum. Saya pun tersenyum dan jelas saya tidak berani hanya cerita kuah gulai yang asin dan dendeng yang pedas saja. Setiap orang yang tanya kepada saya tentang rumah makan itu, saya ceritakan lengkap hingga puding yang disajikan dengan senyum tadi.

Jadi mengapa menunggu konsumen atau pelanggan Anda mengajukan komplain, mengapa bukan Anda yang mencari langsung dari mereka sebelum mereka bicara ke orang lain?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

silahkan beri Komentar sehat dan membangun