Kamis, 12 Juli 2007

WAKTU


Evi sudah bekerja selama beberapa tahun, tapi masih saja merasa
kekurangan waktu. Rasanya ingin mempunyai waktu 28 jam sehari, jangan
24 jam. Kurang. Kalau perlu 30 jam. Padahal rasanya dia sudah rajin
sekali bekerja.

Rasanya sudah memanfaatkan waktu sebaik-baiknya. Kok masih saja tiap
hari terasa dikejar-kejar waktu. Apalagi menjelang akhir minggu di
mana laporan harus masuk. Apalagi mendekati akhir bulan. Laporan,
meeting, membantu orang lain, penutupan sales.

Dia bangun pukul lima tiap pagi. Setelah mandi dan membereskan kamar,
dia berangkat pukul enam tiga puluh. Pukul delapan kurang lima menit
dia sudah tiba di kantor. Lumayan. Belum terlambat. Jam kerja mulai
pukul delapan pagi.

Setelah itu dia harus mencari sarapan dulu karena tidak sempat
sarapan di rumah. Biasanya dia membeli bubur ayam, mi ayam, nasi uduk
atau lontong sayur. Setelah sarapan, diapun mulai memeriksa apa yang
harus dikerjakan hari itu. Dan mulailah dia bekerja.

Sebenarnya jam kerja berakhir pada pukul lima sore. Tapi kenyataannya
Evi sering pulang pukul tujuh atau delapan malam. Memang tidak tiap
hari, tapi cukup sering. Bahkan, kadang-kadang dia tidak sempat makan
siang hingga pukul empat sore. Bukan hanya makan, diapun sering
kurang minum. Apalagi bila pekerjaan sangat banyak.

Kadang-kadang Evi bertanya dalam hati mengapa dia selalu merasa
kekurangan waktu? Apa yang salah dalam pengaturan waktunya?

Ketika dia menonton film The Pursuit of Happiness, sesuatu mulai
terbuka. Dalam film tersebut Will Smith memerankan seorang pria yang
sedang membutuhkan pekerjaan. Dia mengikuti semacam program magang.
Dari seluruh pelamar dipilih 20 orang terbaik. Mereka harus bekerja
selama enam bulan tanpa gaji. Setelah itu, satu orang akan dipilih
dan diterima sebagai karyawan. Tentunya yang dipilih adalah yang
paling berhasil, yang terbaik.

Ke 20 orang ini bekerja mati-matian. Saling bersaing untuk menjadi
yang terbaik. Mereka semua bekerja dari pagi hingga malam. Tapi Will
Smith tidak bisa bekerja hingga malam karena tiap sore harus
menjemput anaknya dari tempat penitipan anak. Dengan waktu yang
sangat terbatas, dia harus bersaing melawan 19 orang lainnya yang
tidak memiliki kendala waktu.

Hemat waktu

Yang sangat menyentuh hati Evi adalah bagaimana Will Smith ini
menghemat waktu. Dia bekerja dengan sangat cepat. Dia bahkan
mengurangi minum agar tidak perlu sering buang air kecil. Dia
menghitung bahwa hal tersebut bisa menghemat waktu selama sembilan
menit. Betapa orang ini sangat menghargai waktu.

Kini, Evi mencoba menganalisa cara kerjanya. Sesampainya di kantor,
tiap pagi dia perlu keluar mencari sarapan. Kalau dihitung, dia perlu
waktu sekitar 12 menit untuk itu. Sesampainya di kantor kembali, Evi
segera sarapan. Dia mencoba menghitungnya. Ternyata sarapan di meja
kerja menghabiskan waktu selama sembilan menit. Ditambah membuang
bungkus makanan, membawa piring ke dapur dan mencuci tangan yang
memerlukan waktu selama delapan menit lagi. Kalau dijumlahkan, dia
sudah menggunakan waktu selama 29 menit untuk sarapan. Wow!

Berarti dia baru mulai bekerja sekitar pukul setengah sembilan, bukan
pukul delapan pagi. Ternyata tanpa sadar dia sudah membuang waktu
selama setengah jam untuk sarapan. Evi ingin mengubah kebiasaannya.
Dia akan mencoba bangun pukul empat tiga puluh tiap pagi, agar bisa
berangkat ke kantor lebih awal.

Setelah dicoba, dia bisa tiba di kantor pukul tujuh lima belas.
Berarti dia bisa datang 40 menit lebih awal. Cukup untuk sarapan.
Pada pukul delapan, dia sudah bisa mulai bekerja.

Evi menjadi bersemangat. Dia mulai mengamati caranya menggunakan
waktu. Apa saja yang dapat dilakukannya? Apakah dia bisa menghemat
waktu? Apa yang harus diubah? Tapi dia tidak ingin seperti tokoh film
tadi yang tidak pernah minum untuk menghemat waktu, karena khawatir
kena penyakit batu ginjal.

Dia sendiri memang merasa kurang minum kalau sedang sibuk. Dia masih
bisa menghemat waktu kalau punya gelas besar yang diisi air minum dan
diletakkan di mejanya. Dengan cara demikian, dia tidak perlu harus
selalu bolak-balik mengambil air minum ke dispenser di ujung ruangan.

Sekarang dia punya gelas besar sendiri, malah paling besar, sampai
teman-temannya menertawakannya. Tapi Evi tenang-tenang saja. Biarkan
saja mereka tertawa, yang penting waktunya bisa lebih bermanfaat.

Biasanya setelah sarapan, dia membereskan meja kerjanya yang kemarin
masih belum selesai dibereskan. Ternyata perlu waktu sekitar enam
menit untuk menyimpan semua dokumen pada tempatnya. Karena itu Evi
memutuskan untuk selalu membereskan meja kerjanya dan semua dokumen
sebelum pulang ke rumah di sore hari, agar keesokan harinya dia bisa
langsung mulai bekerja.


Evi terus mengamati apa saja yang bisa dilakukan secara lebih
efisien. Tidak membuang-buang waktu lagi. Baru beberapa hari dicoba,
Evi merasa sangat bersemangat. Dia tidak lagi kalang kabut karena
dikejar waktu. Waktu diciptakan untuk kita atur. Jangan biarkan waktu
mengatur kita. Hargai setiap detik kehidupan kita. Be efficient! Use
your time wisely

Sumber: Waktu oleh Lisa Nuryanti, Motivator dan Managing Director
Expands Consulting & Training Center

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

silahkan beri Komentar sehat dan membangun