Jumat, 10 Agustus 2007

Cepat Sabar


Entah karena menganggap saya sebagai orang yang kurang sabar, kurang
optimis, atau kurang gigih, seorang kawan mengirimkan surat
elektronik berisi cerita inspiratif yang tak jelas asal usulnya. Nama penulisnya pun tak tercantum. Dan karena tidak bersifat rahasia, tidak membahayakan orang, dan tidak mengandung fitnah, maka saya kutip dibawah ini.

Dalam sebuah kisah Tiongkok dikisahkan, ada seorang pemuda yang
hendak belajar kungfu. Datanglah dia pada sebuah perguruan kungfu.
Dia menghadap gurunya dan berkata, "Guru, ajarilah saya kungfu!"

Sang guru menerima dia menjadi murid, namun keesokan harinya sang
guru menugaskan dia menjadi seorang juru masak perguruan. Sambil
menyerahkan sebuah cerobong kecil yang terbuat dari besi kasar beliau berkata, "Tugasmu menjadi juru masak dan setiap engkau meniup api dengan cerobong besi ini, tekan dan remas dengan kuat cerobong ini. Aku akan mengajarkan kungfu jika cerobong ini sudah halus dan
bayanganku terlihat jelas."

Bertahun-tahun berlalu. Sang murid mulai tak sabar terus-terusan
menjadi juru masak. Setiap tahun dia menanyakan kapan dia belajar
kungfu, namun sang guru tetap mengatakan sampai cerobong besi itu
halus.

Sampai akhirnya dia menunjukkan cerobong besi yang sudah halus itu
pada gurunya. Sang guru tersenyum dan berkata, "Sekaranglah saatnya.
Aku akan mengajarkan kepadamu ilmu yang penting, tetapi carikan dulu
aku bambu yang paling keras di hutan."

Maka berangkatlah sang murid ke hutan. Ia meremas setiap bambu yang
ditemuinya di hutan itu. Herannya tak satu pun dari bambu-bambu itu
yang didapatkannya cukup keras. Sampai sore hari pun dia tak
menemukan bambu yang keras di hutan itu. Akhirnya sang murid itu
pulang dengan tangan hampa. Dengan kelelahan dia berkata pada
gurunya, "Guru, maafkan saya. Saya sudah mencari kemana-mana, tetapi
ternyata tidak ada bambu yang keras di hutan. Besok saya akan pergi
ke hutan lain untuk mencarinya."

Sang guru tersenyum sambil berkata, "Muridku, saat ini engkau telah
menguasai dua hal. Yang pertama kesabaran dan yang kedua adalah jurus tangan peremuk tulang. Siapa pun lawanmu, engkau bisa meremukkan tulangnya dalam sekejap. Jadi, saat ini engkau sudah menjadi salah satu pesilat tangguh dan sukar dikalahkan. Namun, bukan cuma itu. Engkau juga telah melatih kesabaranmu yang akan membantumu untuk bisa mempelajari ribuan jurus-jurus lainnya."

Pertanyaan dari kisah di atas, apakah benar dengan kesabaran kita
bisa mencapai tujuan kita? Mari kita samakan persepsi kata sabar
terlebih dahulu.

Kesabaran dalam terminologi masyarakat kita banyak disalahartikan.
Masyarakat kita banyak mengartikan sabar sebagai diam, tidak
membalas, menerima ataupun pasrah. Pengertian ini sangat berlainan
dengan arti dalam bahasa Arab. Sabar dalam bahasa Arab diartikan
tetap berusaha, tetap berjuang dan tetap berharap. Sabar adalah
kombinasi yang harmonis antara rasa syukur, optimisme dan gigih
(persistensi) . Rasa syukur dapat mengkonversi kondisi terburuk
menjadi mempunyai hikmah dan kebaikan. Optimisme adalah kemampuan
kita menciptakan harapan. Dan persistensi adalah kesadaran diri untuk tetap bergerak, berusaha dan berjuang. Itulah makna sesungguhnya dari kata "sabar".

Saya berterima kasih kepada kawan yang mengirimkan cerita di atas
dengan cara menuliskan artikel ini untuk dinikmati banyak orang.
Sebab cerita sederhana di atas memang mengandung sejumlah pelajaran
yang menarik bagi siapa saja yang bersedia belajar. Di tengah
masyarakat yang sedang dihalau oleh ajaran-ajaran cepat lulus, cepat
kerja, cepat naik jabatan, cepat untung, cepat kaya, cepat langsing,
dan serba cepat lainnya, kata "sabar" seolah-olah menjadi kadaluarsa. Orang yang terkesan sabar menjadi aneh dan kurang gaul alias ketinggalan jaman.

Memang, kita hidup pada jaman yang bergegas. Informasi, data, dan
berita disebar dengan kecepatan yang tak terbayangkan oleh orangtua
kita dulu. Pesan pendek alias SMS bertaburan di angkasa untuk
kemudian menyusup ke dalam puluhan juta telepon seluler dalam
hitungan detik (di Indonesia jumlah ponsel yang aktif tak kurang dari 60-an juta, dan tiap hari lebih dari 80 juta pesan pendek hilir mudik menembus batas-batas geografis yang dulu menjadi kendala). Belum lagi sebaran informasi, data, dan berita yang dikirim lewat jaringan surat-surat elektronik. Semua perangkat teknologi komunikasi dan informasi itu mendukung laju pertumbuhan budaya instan, serba cepat dan bergegas. Sehingga orang-orang yang masih bersedia untuk "sabar" nampak seperti kawan-kawan dinosaurus.

Masalahnya, dalam satu soal yang amat penting kita ternyata tetap
harus bersabar. Dalam soal yang vital ini teknologi tak mampu berbuat banyak. Dan "soal" yang yang penting tersebut adalah soal membentuk watak alias karakter manusia. Berada di wilayah kebudayaan, watak dan
karakterė¾¢ntah itu yang personal maupun komunalė¾žcapkali kita temukan
bersitegang dengan teknologi. Sebagaimana setiap kemajuan tarik
menarik dengan apa yang disebut tradisi, demikianlah teknologi yang
tak sabaran itu bertikai dengan proses pembangunan karakter yang
mempersyaratkan kesabaran sebagai salah satu komponen wajibnya.

Membentuk watak tak bisa secara instan. Membangun karakter tak
mungkin dilakukan dalam sekejap mata. Sebab karakter itu merupakan
kumpulan dari habitus, semacam insting perilaku yang sudah mendarah
daging dan karenanya kenyal tak gampang patah. Apa yang perlahan
dibentuk oleh guru kungfu dalam diri pemuda yang mau belajar
kepadanya adalah mendahulukan yang utama (first thing first). Yang
utama itu adalah watak, karakter, yaitu menjadi orang yang tekun
bekerja, gigih berjuang, sabar menanti saatnya. Di atas watak yang
demikian ini bisa dibangun kompetensi, keahlian, keterampilan sebagai pendekar peremuk tulang. Keduanya, baik watak maupun kompetensi yang menyertainya, berjalan selaras. Ketekunan bekerja dan kesabaran berproses menjadi jalan menuju lahirnya kompetensi sebagai pendekar peremuk tulang. Sungguh luar biasa!

Tiba-tiba saya menemukan nasihat kawan saya itu. Ia mungkin
mengirimkan cerita tersebut agar saya mau belajar untuk menjadi orang yang "cepat sabar", dan bukan orang yang cepat marah. Apakah benar demikian?

Sumber: Cepat Sabar oleh Andrias Harefa. Andrias Harefa adalah motivator, trainer, dan penulis 28 buku laris

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

silahkan beri Komentar sehat dan membangun