Selasa, 14 Agustus 2007

KALKULASI CINTA


Capek dech... Pembantu mudik lebaran, liburan malah main golf lah, yang pergi ketemu teman lah, nongkrong ke toko buku (kegiatan yang nggak sempet dilakukan waktu hari kerja). Nggak tau orang sedang sibuk apa ya. Ada anak-anak yang harus di urus, makannya, mandinya, cuci bajunya, bersih-bersih rumah! Enak bener jadi laki-laki!" Omel si istri uring-uringan terhadap si suami yang tidak ada di rumah.

Puncak kemarahan, saat malam hari si suami melempar baju bekas pakai dengan sembarangan, dan akhirnya pertengkaran sengit pun tidak bisa dihindarkan lagi. “Aku bukan pembantu tau! Dari dulu semua masalah di rumah ini harus aku yang ngurusin! Hari kerja, kamu enak-enakan di luar sana, bisa bercanda dengan teman-teman kantor! Bisa makan siang di restoran! Sekarang ngak ada pembantu, bukannya bantuin ngurus anak dan rumah, malah pergi nyenengin diri sendiri! Aku bener2 nggak tahan lagi!” teriakan di tengah malam pun berubah menjadi tangisan yang memilukan.

Mendengar amukan istrinya, si suami menyela: “Kamu kira aku kerja setengah mati bukan untuk kelangsungan hidup keluarga kita! Mikir dong bu, jangan anggap aku enak-enakan di luar sana. Urusan anak dan rumah tangga kan tanggungjawabmu sebagai ibu RT. Kenapa sekarang marah-marah begini? Emangnya setelah capek bekerja untuk keluarga, aku ngak boleh relex? Masih harus ngurusin rumah juga? Kalau begini caranya aku juga ngak tahan! Sekarang mau mu apa? Mau pisah sementara atau mau cerai sekalian? (Waaauuu!)

Dua hari menjelang lebaran, mereka memutuskan sama-sama merenung, introspeksi diri. Hendak dibawa kemana ikatan pernikahan ini? Dulu, saat cinta menggebu, rasanya bahagia bener bila bisa memberi sesuatu dan membuat pasangan kita berbahagia. Sekarang, kemana cinta itu berlalu?

Para netter yang berbahagia,

Selisih paham di dalam kehidupan rumah tangga adalah hal yang biasa. Perbedaan latar belakang, kedewasaan kepribadian, sikap mau menang sendiri dan komunikasi yang kurang terbuka diantara pasangan, biasanya sebagai penyebab perselisihan. Lebih dari itu, entah kapan dan kenapa, cinta menjadi penuh kalkulasi. Si istri merasa, aku kan sudah melakukan “blablabla” , maka kamu “seharusnya” melakukan “blablabla”. Begitu juga dengan si suami. Jika aku sudah melakukan “begini”, kamu harus “begitu” dst. Jika cinta kalkulasi seperti itu, kemana akan di bawa pernikahan ini? Lebih-lebih jika ada ekspektasi/harapan terhadap pasangan kita dan kenyataan tidak sesuai dengan harapan, pasti akan menimbulkan perasaan kecewa, jengkel, marah, benci dan kemudian pertengkaran berkelanjutan di kemudian hari.

Lalu, bagaimana cinta bisa dipertahankan untuk waktu yang lama? Usaha itu harus dimulai dari kesadaran diri sendiri! Yakni : senantiasa berusaha melakukan segala sesuatu dengan tulus dan ikhlas! (jangan merasa rugi bila sudah melakukan suatu kebaikan). Jika cinta didasari dengan keinginan yang ikhlas untuk memberi kepada pasangan kita, niscaya rumah tangga kita akan awet hingga “maut memisahkan kita”.

Semoga melalui perjalanan waktu, dengan belajar terus menerus, kita bisa menjadi manusia yang ikhlas demi kebahagiaan keluarga kita sendiri.

Salam sukses luar biasa!

Leni Wongso