Kamis, 11 April 2013

Keajaiban Cinta Hanyalah Ilusi

Kisah ini bukanlah kisah cinta yang indah, tetapi tidak ada salahnya menjadi bahan bacaan atau renungan bahwa cinta tidak selamanya membawa bahagia.

Namaku Ernis, saat ini usiaku 23 tahun. Lima tahun yang lalu, aku berkenalan dengan seorang pria, sebut saja namanya Galih. Usia kami terpaut setahun, kami pertama kali berkenalan pada saat ospek di kampus. Dia adalah seniorku, dan kami berada pada jurusan yang sama.
Sejak hari pertama ospek, dia sering berbuat ulah padaku. Kadang dia sering membuatku kesal dengan menyuruhku membawa barang ini itu saat ospek. Membawa onde-onde tanpa wijen, membawa donat selai durian, dan barang lain yang tidak wajar. Aku akan dihukum jika keesokan hari tidak membawanya. Jujur, aku kesal padanya, dia satu-satunya senior yang merepotkanku, sementara senior yang lain bersikap biasa saja.

Pada hari terakhir ospek, Galih menawarkan diri untuk mengantarku pulang. Aku agak heran karena selama seminggu, tidak ada satupun kelakuannya yang manis di mataku. Tawaran itu sempat kutolak, tetapi dia meyakinkan bahwa aku akan sampai ke rumah dengan selamat dan tidak kekurangan apapun. Sebuah gombalan yang akhirnya membuatku merasa aman diantar olehnya.

Galih menepati janjinya untuk mengantarku dengan selamat. Sebelum dia berpamitan, dia meminta maaf atas sikap menyebalkannya padaku selama ospek. Dia mengatakan bahwa semua itu dilakukan untuk memancing perhatianku saja, bahwa sebenarnya dia menyukaiku sejak hari pertama ospek. Satu kalimat yang langsung membuat jantungku berdebar tidak karuan. Singkat cerita, sebulan setelah kejadian itu, kami berpacaran.

Aku menikmati masa kuliah dengan menyenangkan. Bersama Galih, aku menikmati manisnya jatuh cinta. Kami sudah seperti teman, keluargaku juga merestui hubungan kami. Kadang aku berbincang dengan ibu Galih yang tinggal di luar kota. Intinya, dari pihak keluarga, tidak ada rintangan sama sekali. Jika diibaratkan, hidupku seperti gula-gula, sangat manis dan menyenangkan. Saat jatuh cinta, semua hal terasa ajaib.
Hingga aku sadar bahwa keajaiban itu kadang hanya ilusi..
Tepat seminggu sebelum ulang tahunku, Galih menghilang begitu saja. Aku berpikir, mungkin dia akan memberi kejutan. Tetapi sudah dua minggu berlalu, dan dia tidak pernah muncul. Saat kutelepon keluarganya, mereka juga mengatakan bahwa tidak ada kabar darinya. Demikian juga dengan teman-teman Galih. Sudah tentu aku mencemaskannya. Hingga suatu siang, aku mendapat telepon dari Galih bahwa dia ingin hubungan kami berakhir.

Aku merasa tidak ada yang salah dalam hubungan kami, selama ini semua baik-baik saja. AKhirnya aku tahu bahwa Galih menyukai wanita lain. Wanita yang lebih tua lima tahun darinya, wanita yang sudah mapan dan lebih kaya dariku. Wanita yang tidak keberatan membelikan mobil terbaru untuknya tanpa pikir panjang. Ternyata hanya begitu saja, hanya dengan alasan itu saja Galih meninggalkanku. Ternyata dia tidak sebaik apa yang aku pikirkan, dia tidak semanis senyum yang setiap pagi aku lihat. Bodoh sekali aku tidak menyadarinya sejak awal, aku bahkan sempat berpikir betapa bodoh dia meninggalkanku.
Sudahlah, lebih baik aku tahu sejak awal.

Aku bersyukur Tuhan membuka mataku sebelum hubungan kami lebih serius.
Jika ada yang bertanya apakah aku dendam pada Galih? Aku kecewa, tetapi tidak sampai menyimpan dendam untuknya. Daripada aku menyimpan dendam, lebih baik aku memikirkan masa depanku. Lebih baik aku mempersiapkan hati dan pikiranku untuk pria lain yang lebih pantas bersanding denganku.
Semoga kisah ini menjadi pelajaran untukku dan teman-teman pembaca.
(vem/yel)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

silahkan beri Komentar sehat dan membangun