Sabtu, 22 Maret 2008

Masa Depan Ada Di Masa Lalu


\Saya pernah membaca kalimat motivasi: "Your past doesn't equal your
future" atau "Masa lalu Anda tidak sama dengan masa depan Anda".
Maksud dari pernyataan ini adalah apa pun yang terjadi di masa lalu
kita tidak menentukan masa depan kita.

Benarkah demikian?

Dulu saya menerima sepenuhnya pernyataan di atas. Dengan kata lain
saya hakulyakin bahwa penyataan ini benar-benar benar. Namun,
sekarang saya justru berpikir sebaliknya. Saat ini, saya tahu bahwa
masa lalu sama dengan masa depan atau masa depan ada di masa lalu.

Nah, bingung, kan?

Kesimpulan ini saya dapatkan setelah memikirkan secara mendalam
berbagai kasus yang pernah saya tangani dan juga pengalaman hidup
serta perubahan yang terjadi pada begitu banyak alumnus pelatihan
Supercamp Becoming a Money Magnet dan The Secret of Mindset yang
saya selenggarakan.

Ceritanya begini. Jika masa lalu tidak sama dengan masa depan, lalu
mengapa ada begitu banyak orang yang sulit mencapai impian mereka?
Mengapa mereka, yang telah berusaha sedemikian keras alias melakukan
massive action melakukan sangat banyak upaya, membaca banyak buku
sukses, ikut berbagai pelatihan pengembangan diri, masih saja tetap
sulit berhasil?

Sebaliknya, mengapa ada orang yang tidak perlu membaca buku, tidak
usah dengar kaset motivasi, nggak pernah ke berbagai seminar, dan
hanya dengan upaya yang sedikit, eh?mudah sekali mencapai sukses
yang mereka inginkan.

Dari hasil perenungan saya akhirnya sampai pada kesimpulan bahwa
masa lalu seseorang sama dengan masa depan mereka. Jika tetap
berpegang teguh pada pernyataan bahwa masa lalu tidak sama dengan
masa depan maka kalimat ini perlu sedikit dimodifikasi.

Saya akhirnya menambahkannya menjadi, "Masa lalu tidak sama dengan
masa depan, bila kita mengembangkan kesadaran diri untuk berpikir
dan bertindak dengan prinsip kekinian."

Lha, kamsud?eh.. maksudnya apa lagi nih?

Maksudnya begini. Dari berbagai kasus yang saya telaah, saya
menemukan bahwa hampir semua tindakan kita, saat ini, dipengaruhi
oleh kesimpulan akibat pembelajaran berdasar pengalaman hidup kita
di masa lalu, baik itu pengalaman positif maupun pengalaman negatif.
Dengan kata lain, selama kita tidak mengembangkan kesadaran diri
untuk bisa berpikir dengan prinsip kekinian maka kita akan selalu
beroperasi dengan "automatic pilot". Sebenarnya di dalam pikiran
kita tidak mengenal masa lalu maupun masa depan. Yang ada hanyalah
masa sekarang.

Saya akan berikan contoh agar bisa lebih jelas.

Baru-baru ini saya menangani mahasiswa dari Yogyakarta yang putus
kuliah. Ia bercerita bahwa ia tidak bisa berbicara di depan umum.
Jika diminta bicara di depan orang banyak maka ia selalu merasa
takut, tidak berdaya, jantung berdebar, muka pucat, keringat dingin,
dan tidak tahu apa yang harus diucapkan.

Dari mana ia belajar respon seperti ini? Sudah tentu dari masa
lalunya. Di masa lalu, saat ia masih SD ternyata ia pernah
dipermalukan di depan kelas saat diminta membaca puisi. Pengalaman
traumatik ini yang akhirnya membuat ia seperti sekarang ini.

Seorang wanita cantik, menarik, pintar, berusia sekitar 30-an,
memegang posisi kunci di perusahaan tempat ia bekerja, ternyata
masih jomblo alias belum punya pasangan. Kok bisa, ya?

Banyak pria mapan yang menyenanginya. Dan, ia juga suka pada mereka.
Bahkan, ia telah menjalin kasih secara serius dengan beberapa pria
itu. Namun, selalu putus di tengah jalan. Nggak pernah sampai ke
pernikahan.

Selidik punya selidik ternyata wanita ini berasal dari keluarga
broken home. Orangtuanya berpisah saat ia masih berusia lima tahun.
Ternyata, perpisahan ini meninggalkan luka yang membekas cukup dalam
di hatinya. Saat itu ia menyimpulkan bahwa kehidupan rumah tangga
adalah sesuatu yang menyakitkan.

Namun, ada juga orang yang telah beberapa kali mengalami kegagalan
tapi ia tetap bisa bangkit dari kegagalan itu dan akhirnya berhasil
mencapai impiannya. Saat ditanya mengapa ia bisa begitu gigih dan
yakin dalam memperjuangkan impiannya ia menjawab, "Saya berasal dari
keluarga miskin. Ayah saya selalu berpesan bahwa tidak ada orang
yang gagal asalkan ia mau terus berusaha, belajar dari kegagalannya,
dan terus berjuang. Prinsip ini yang saya pegang teguh."

Ia tidak membiarkan apa yang dialaminya sekarang menghentikan
langkahnya. Yang menjadi pendorong semangatnya adalah pesan ayahnya,
yang ia dapatkan sewaktu ia masih kecil dulu.

Nah, Anda jelas sekarang?

Tadi saya mengatakan bahwa masa lalu tidak sama dengan masa depan,
bila kita mengembangkan kesadaran diri untuk berpikir dan bertindak
dengan prinsip kekinian. Untuk bisa membuat masa depan tidak sama
dengan masa lalu maka kita perlu mengembangkan kesadaran diri.
Kesadaran ini yang membuat kita bertindak tidak lagi berdasar "data
base" atau "program" pikiran akibat pengalaman masa lalu namun
berdasar kondisi kita saat ini. Inilah yang saya maksudkan dengan
prinsip kekinian.

Prinsip kekinian menyatakan bahwa saat ini (kini) adalah titik awal
dari langkah kehidupan yang akan kita tempuh. Kita beroperasi dengan
pengetahuan, pengalaman, pemahaman, prinsip hidup, dan kebijaksanaan
yang berhasil kita kembangkan hingga saat ini. Kita tidak membiarkan
masa lalu mendikte hidup kita. Kita mengenang masa lalu hanya
sebagai sejarah hidup kita. Kita belajar dari masa lalu dan menjadi
lebih bijaksana.

Nah, saat merenung mengenai kesadaran, kebijaksanaan, dan masa
depan?eh.. tiba-tiba saya mendapat email dari kawan saya, Eric
Gotana, melalui milis Money Magnet. Apa yang Eric tulis sejalan
dengan yang sedang saya pikirkan. Dan, atas seizin Eric saya
mengutip dan sedikit memodifikasi tulisannya.

Masa depan sama dengan masa lalu karena kita "tidak bebas" menjalani
kehidupan di dunia sebagai akibat dari ketidaksadaran kita.

"Tidak bebas" menjalani hidup maksudnya tidak bebas menjadi diri
kita sendiri karena rasa takut seperti takut dosa, takut karma
buruk, takut salah, takut berakibat buruk dan takut-takut lainnya
yang dibenarkan oleh pikiran kita.

Pada contoh di atas, mahasiswa yang takut bicara di depan umum dan
wanita yang susah dapat jodoh (baca: takut menikah) menjalani hidup
dengan "tidak bebas" akibat penjara mental yang dibangun oleh
pikiran mereka, untuk melindungi mereka dari hal-hal "negatif",
menurut pikiran itu sendiri.

Ketidaksadaran ini disebabkan oleh karena pikiran kita merekayasa
(baca: menafsirkan secara subjektif) kebenarannya sendiri dan secara
terus menerus berputar-putar di dalam lingkaran sebab-akibat yang
diciptakannya sendiri.

Ketidaksadaran membuat kita tidak sadar akan adanya:- kebenaran, karena kita terkekang oleh "kebenaran"
dan "ketidakbenaran" menurut penafsiran pikiran kita.
- keadilan, karena kita terkekang oleh "keadilan"
dan "ketidakadilan" menurut penafsiran pikiran kita.
- surga, karena kita terkekang oleh "surga" dan "neraka" menurut
penafsiran pikiran kita.
- karma baik, karena kita terkekang oleh "karma baik" dan "karma
buruk" menurut penafsiran pikiran kita.
-keberlimpahan, karena kita terkekang oleh "kekayaan"
dan "kemelaratan" menurut penafsiran pikiran kita.
- kebahagiaan, karena kita terkekang oleh "kebahagiaan"
dan "ketidakbahagiaan" menurut penafsiran pikiran kita.

Hanya melalui kebijaksanaan kita mampu bebas dari jerat "benar"
dan "tidak benar" menurut pikiran sehingga mampu melihat apa yang
ada secara jernih. Kebijaksanaan hanya muncul ketika kita memutuskan
untuk menjadi sadar.

Pada saat kita telah benar-benar sadar maka masa lalu tidak sama
dengan masa depan, masa depan tidak ada di masa lalu, masa depan
adalah hasil pencapaian yang diraih melalui perencanaan yang matang
berdasar peta kehidupan yang kita rancang sendiri, secara hati-hati
dan saksama, berdasar kesadaran kita pada saat itu.[awg]

Sumber: Masa Depan Ada Di Masa Lalu oleh Adi W. Gunawan, lebih dikenal sebagai Re-Educator and Mind

Navigator, adalah pakar pendidikan dan mind technology, pembicara
publik, dan trainer yang telah berbicara di berbagai kota besar di
dalam dan luar negeri.