Jumat, 30 Mei 2008

Gema Tasbih Pelacur di Surabaya


Suatu hari ada vestival MTQ khusus untuk para pelacur di kota buaya,
Surabaya , yang ditempatkan di Bangunsari, komplek pelacuran kelas populis
terbesar di kota itu. Tiba-tiba seorang pelacur dengan pakaian ketat,
eksotis dan menantang, datang dengan membawa tasbih di arena itu.
Tasbihnya
terus berputar, sesekali mulutnya komat-kamit, mendesahkan dzikir. Sebuah
pemandangan yang ekstrim!

Acara itu cukup mengundang perhatian publik, sekaligus mengharukan dan
menyayat hati. Betapa tidak, acara itu dimulai dengan pembacaan Shalawat
Badar, bak pasukan hendak menuju medan pertempuran. Mereka berkerudung,
sebagian berjilbab, dan sebagian berpakaian layaknya pelacur pula,
seronok.

Ketika saya diundang untuk mengamati prosesi itu, saya mendatangi pelacur
yang bertasbih. Apa gerangan yang menimpa nasib hamba Allah yang eksostis
ini? "Jangan dikira, Mas, soal hati dan jiwaku, saya tidak mau kalah
dengan
seorang Kiai," akunya. Sebuah ungkapan jujur, tulus dan cukup
kontroversial, tetapi benar-benar menusuk jantung saya paling dalam. Saya
terharu mendengarkan kalimat itu, bahkan airmata saya mulai mengembang
tidak
terasa.

Saya hanya berfikir sederhana, siapa yang tahu drama terakhir dari
kehidupan
seseorang? Siapa tahu hari ini ia menjadi penjaja nafsu liar, di akhir
hayatnya justru menjadi Kekasih Allah? Siapa tahu ia hanya melacurkan
tubuhnya, sementara hati dan jiwanya hanya untuk Allah? Siapa tahu dia ini
bukan pelacur, tetapi seorang gadis yang ditugaskan oleh Allah untuk
menyamar sebagai pelacur? Ataukah memang dia pelacur beneran, dan memiliki
tingkat spiritual yang sangat eksotis, sampai tahap paling ekstrim: dunia
pelacur dan dunia spiritual dalam satu tubuh? Wallahu A'lam.

Belum selesai saya mengakhiri ketercenganan, saya dikejutkan lagi oleh
jawaban yang cukup meruntuhkan seluruh dada saya, ketika saya bertanya
tentang keluarga dia. "Saya seorang janda Mas, dengan dua orang anak,
laki-laki dan perempuan. Anak laki-laki saya sedang menghafal Al-Qur'an di
sebuah pesantren, sedangkan anak perempuan saya sekolah di madrasah di
kampung, ikut neneknya. Saya melacur ini untuk membiayai hidup mereka
berdua, dan setiap hari saya berdoa, agar anak saya jadi Ulama yang saleh,
sementara yang perempuan jadi perempuan shalihat yang berguna."

Perempuan itu menitikkan airmatanya. Meskipun ia terjerumus ke dalam dunia
hitam pelacuran, rupanya ia berjuang tanpa putus asa, agar dua anaknya
menjadi ahli syurga? []

2 komentar:

  1. Miris mendengarnya...

    BalasHapus
  2. apakah tidak ada pekerjaan yang lain? Carilah pekerjaan yang HALAL, Insya Allah akan dimudahkan Allah jalan ke Surga. Jangan ambil jalan pintas KEMAKSIATAN menuju Murka Allah.

    BalasHapus

silahkan beri Komentar sehat dan membangun