Jumat, 09 Mei 2008

Mengelola Reputasi

"Diperlukan waktu 20 tahun untuk membangun reputasi dan 5 menit
untuk menghancurkannya. "
-- Warren Edward Buffett, investor dan pengusaha Amerika


REPUTASI mengalahkan segalanya. Citra dan kepercayaan pelanggan di
atas segalanya, tak peduli berapa pun ongkos yang harus dikeluarkan.
Tak percaya? Lihatlah apa yang dilakukan pabrikan mobil Jepang,
Mazda, belum lama ini. Mazda mengambil keputusan besar untuk
memusnahkan sebanyak 4.703 mobil yang masih tergolong keluaran
terbaru, jenis Mazda3 dan CX-7. Mazda CX-7 sendiri dipersenjatai
mesin MZR 2.3L Direct Injection Spark Ignition turbo. Dengan
spesifikasi mesin tersebut, mobil ini punya tenaga maksimum 235Hp
pada putaran 5.000rpm, dan torsi maksimum mencapai 350Nm/2.500rpm.
Diperkirakan, mobil-mobil yang dimusnahkan tersebut bernilai sekitar
US$ 100 juta. Lebih dari sekadar cukup untuk membeli kerupuk untuk
dibuat hujan di atas negeri ini.

Bukan main. How come? Berbagai pertanyaan pun muncul. Mengapa tidak
dilelang saja atau hanya menjual suku cadangnya saja? Ada ceritanya.
Hal ini bermula ketika The Cougar, sebuah kapal kargo yang
mengangkut 4.703 unit mobil produksi Mazda tersebut mengalami
kecelakaan dua tahun silam. The Cougar saat itu tengah menempuh
perjalanan laut dari Jepang menuju Vancouver, British Colombia,
Tacoma, Washington dan Port Hueneme, California. Namun pada
kenyataannya, ribuan mobil itu tak mengalami kerusakan, karena
sistem penyimpanan yang aman di dalam kapal. Seperti diungkapkan di
awal, citra memang mengalahkan segalanya. Akhir tahun 2006, Mazda
berjanji untuk tidak melempar mobil-mobil yang berada di dalam kapal
the Cougar ke pasaran. Beberapa alternatif solusi pun bermunculan,
misalnya mobil-mobil tersebut digunakan untuk penelitian di sekolah
kejuruan otomotif, atau menggunakannya untuk film-film laga. Toh
pada akhirnya, opsi pemusnahan total dinilai menjadi pilihan
terbaik. Mazda benar-benar tak ingin bermain dengan risiko, karena
tetap saja selalu ada kemungkinan produk-produk itu memiliki
keluhan. Jika itu terjadi, cilaka dua belas namanya, bukan hanya
divisi garansi Mazda yang mengalami kerepotan, tetapi lebih dari
itu, citra dan reputasi Mazda sebagai salah satu produsen otomotif
terdepan pun akan hancur.

Reputasi bagi sebuah individu, lebih-lebih perusahaan merupakan hal
yang penting. Tahun 2004, survey yang dilakukan Hill and Knowlton's
Corporate Reputation Watch mendapatkan hasil: "93% of senior
executives believe that customers consider corporate reputation
important or extremely important." Tahun 2001, polling yang
dilakukan Firma Asuransi AON terhadap 2000 perusahaan papan atas di
Inggris menunjukkan bahwa kehilangan reputasi dilihat sebagai sebuah
risiko terbesar.

Kehilangan reputasi yang baik jauh lebih mudah dibanding usaha untuk
membangunnya kembali. Dibutuhkan waktu berpuluh-puluh tahun untuk
membangun reputasi yang baik, tetapi diperlukan waktu lima menit
saja untuk meruntuhkannya. Lihatlah apa yang dialami perusahaan-
perusahaan semacam Enron, Merrill Lynch, General Electric dan
WorldCom. Perusahaan-perusaha an di Indonesia mengambil hikmah akan
pentingnya mengelola reputasi perusahaan

Lantas, apa sesungguhnya yang dimaksud reputasi? Ada banyak teori.
Professor Gary Davies dari Manchester Business School memberikan
definisi semacam ini, "Reputation is a collective term referring to
all stakeholders' views of corporate reputation, including identity
and image." Atau dengan kata lain, reputasi merujuk pada semua
pendapat orang lain tentang prestasi, mencakup pencitraan dan
pengenalan konsepnya.

Tentu yang dimaksud reputasi di sini adalah reputasi yang baik,
harum, dan positif. Kalau yang buruk, jangan dipelihara, mendingan
dihapus lalu diganti dengan yang baik. Nah, untuk itu juga tidak
mudah, bahkan lebih berat. Sangat mungkin, dibutuhkan tenaga,
pikiran, dan uang yang tidak sedikit. Hal ini bisa kita simak di
berbagai media massa, apalagi menjelang pemilihan umum tahun depan.

Harus diakui mengelola reputasi bukanlah pekerjaan yang mudah. Masih
ingat Pak Raden? Itu loh, tokoh dalam film serial Si Unyil. Bapak
tua dengan kumis lebat itu memiliki reputasi yang kurang oke di mata
Unyil dan teman-temannya. Kalau Anda yang sempat menonton acara ini
ketika ditayangkan di TVRI, tentu tahu sebabnya. Pak Raden memiliki
reputasi sebagai orang tua yang kikir, malas kerja bakti, mau menang
sendiri, dan suka menyombongkan diri dengan bahasa Belandanya. Lain
lagi dengan Pak Ogah, si botak yang lebih suka nongkrong di pos
ronda bersama karibnya Pak Ableh, yang juga sama-sama pemalas.
Meski mereka pernah punya pabrik batako Ekspress Gembol, tapi karena
malas, pabrik itu tak bertahan lama. Tentu bukan itu yang
dimaksudkan dalam tulisan ini.

Sekarang, kita ambil lagi kisah lain. Tapi sori-sori stroberi, lagi-
lagi dari serial yang pernah ngetop di tahun 1980-an. Di serial
Rumah Masa Depan pernah ada tokoh anak pintar, namanya Sangaji. Anak
dengan penampilan kaca mata John Lennon ini terkenal sebagai anak
pintar. Dalam sebuah perlombaan adu cerdas, dia harus berhadapan
dengan seorang murid yang tidak hanya pintar tapi juga gagah dan
kaya. Namun Sangaji sama sekali tidak gugup. Kok bisa? Dia
mencitrakan diri sebagai bukan anak orang kaya, tampangnya biasa-
biasa saja, tapi berotak encer. Nah, diam-diam siswa lainnya, bahkan
juga penonton, menaruh hormat yang luar biasa. Lawannya bisa pintar
karena dia punya fasilitas yang luar biasa. Maklum bapaknya kaya
raya, tapi justru Sangaji kebalikannya. Di balik kelemahannya, dia
memiliki kemampuan lebih. Dengan demikian dia menjadi leluasa,
cerdas, dan juga sigap dalam mengelola reputasinya tanpa kehilangan
kesan kalah.

Kalau mau contoh yang lebih terkini, mungkin bisa dilihat dari
perlombaan bintang instan seperti AFI yang sempat booming beberapa
tahun silam. Justru, kekurangan menjadi kelebihan. Seorang peserta
yang hanya anak dari seorang tukang becak malah bisa menjadi
pemenang. Citra yang terbangun itulah yang menggugah pemirsa untuk
memilihnya menjadi pemenang. Jelas, di luar dugaan semua orang.

Jadi mulai saat ini, bila ingin mengelola reputasi, segera ingat-
ingatlah reputasi yang melekat pada diri Anda. Hitung untung dan
ruginya, pilih dan pilah semuanya. Nah, di kantor Anda dikenal
sebagai karyawan yang lebih banyak mengobrol? Sering tidur di saat
jam kerja? Atau pendiam tapi penuh dengan ide brilian? misalnya.
Silakan pilah dan pilih lagi. Kalau sudah menemukan, bersyukurlah.
Kalau ada yang buruk, segera tinggalkan, bisa bertahap atau
langsung, just do it, dan tanpa perlu tebar pesona. Kalau ada yang
baik, itu artinya tinggal mengelolanya. Bagaimana ketika suatu
masalah mengancam reputasi diri Anda? Tentu saja ketika mulai goyah,
Anda pun harus menyelamatkannya, tapi tak perlu dengan harus
mengeluarkan uang hingga jutaan dolar seperti pabrikan mobil Mazda.
Selain tidak punya duit sebanyak itu, untuk sekadar memelihara
reputasi sebagai orang royal di kantor, cukuplah dengan mentraktir
karyawan lainnya di tukang bakso sebelah. (050508)

Sumber: Mengelola Reputasi oleh Sonny Wibisono, penulis, tinggal di
Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

silahkan beri Komentar sehat dan membangun