Jumat, 31 Juli 2009

Integritas

”Anak-anak tidak pernah menjadi pendengar yang baik atas nasehat orangtuanya, tapi mereka tidak pernah gagal meniru.”
-- Eleanor Farjeon, penulis cerita anak asal Inggris

“AYAH janji ya besok minggu kita jalan-jalan,” demikian janji Radit terhadap kedua anaknya yang masih kecil, Siska dan Rani. Ketika hari Minggu datang, tiba-tiba saja rekan bisnis Radit mengajaknya bertemu untuk membicarakan prospek bisnis yang akan coba mereka rintis. Melihat peluang bisnis di depan mata, Radit pun tergiur. Akhirnya Radit menyepakati bertemu dengan temannya dan mengorbankan hari Minggu yang telah dijanjikan kepada anaknya. Radit mencoba berkilah dihadapan anak-anaknya, dengan mengatakan bahwa ia mendadak dipanggil bosnya. Siska dan Rani pun menjadi kecewa.

Masalahnya adalah Radit beberapa kali berjanji kepada anaknya untuk mengajaknya jalan-jalan di hari raya, pergi berlibur atau membelikan mainan, tetapi seringkali ia malah menciderai janjinya sendiri. Alasannya pun beragam, mulai dari pekerjaan kantor yang tak bisa ditinggalkan, urusan bisnis, hingga pertemuan dengan teman lama. Untuk menjelaskan janji yang tidak ditepatinya, kadang Radit harus berbohong, demi menentramkan anak-anaknya agar tidak ngambek.

Apa yang dilakukan Radit jelas membuat kecewa anak-anaknya. Akhirnya, alasan apapun yang diberikan oleh Radit, tidak dapat diterima dengan baik oleh sang anak. Karena memang Radit lebih sering tidak menepatinya. Dalam beberapa kali janji yang tidak dipenuhi, Radit tidak hanya berbohong, tapi juga tidak konsisten. Komitmen Radit pun patut dipertanyakan. Radit jelas telah mengorbankan integritas dirinya sendiri sebagai seorang ayah di depan anak-anaknya. Integritas? Betul, sekarang kita bicara mengenai integritas.

Integritas berasal dari bahasa Inggris, integrity, yang diartikan sebagai ‘the state of being honest, up right and sincere’. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, integritas diartikan sebagai keterpaduan, kebulatan, keutuhan, jujur, dan dapat dipercaya. Makna yang lebih luas, integritas dapat pula berarti bersikap jujur, menjaga komitmen dan berperilaku konsisten.

Bicara integritas, umumnya terkait dengan kepemimpinan. Integritas memang mutlak diperlukan dalam kepemimpinan. Penelitian yang dilakukan oleh James M. Kouzes dan Barry Z. Posner membuktikan hal itu. Penelitian ini menyimpulkan bahwa integritas merupakan modal utama seorang pemimpin. Penelitian yang dilakukan Kouzes dan Posner melibatkan ribuan orang dari seluruh dunia. Hampir sebagian besar responden menjawab, integritas diidentifikasi sebagai karakter yang mutlak harus dimiliki oleh seorang pemimpin.

Integritas sejatinya tak hanya dimiliki oleh seorang pemimpin formal, seorang pemimpin dalam pemerintahan dan juga perusahaan. Integritas dalam lingkup yang lebih kecil, sangat dibutuhkan dalam kehidupan berkeluarga. Dalam keluarga, seorang ayah sejatinya juga merupakan seorang pemimpin. Begitupula peran penting sang ibu, ketika sang ayah tidak berada di rumah. Ya, orangtua adalah pemimpin untuk anak-anaknya.

Lantas, bagaimana menanamkan integritas pada anak sehingga mereka dapat bersikap jujur, menjaga komitmen dan berperilaku konsisten? Kuncinya tentu saja ada pada orangtua.

Menurut Ayah Edy, penulis buku ’Mengapa Anak Saya Suka Melawan dan Susah Diatur, 37 Kebiasaan Orangtua yang Menghasilkan Perilaku Buruk pada Anak’, anak memiliki ingatan yang tajam terhadap suatu janji. Anak akan sangat menghormati orang yang menepati janji, baik janji untuk memberi hadiah atau janji untuk memberi sanksi. Oleh karena itu, berlaku konsisten mutlak diperlukan dalam mendidik anak. Konsisten merupakan kesesuaian antara yang dinyatakan dan tindakan. Demikian dituturkan oleh Ayah Edy dalam bukunya, yang menempatkan satu poin kebiasaan buruk orangtua dalam mendidik anak ialah ucapan dan tindakan yang tidak sesuai.

Keteladanan orangtua, baik ayah dan ibu, yang paling dibutuhkan seorang anak adalah integritasnya. Dalam arti, bersikap jujur terhadap anak dan melaksanakan apa yang diucapkan sama dengan apa yang dilakukan. Orangtua yang memiliki integritas tentu akan dihormati oleh anak-anaknya. Hal itu akan membekas terus hingga sang anak tumbuh dewasa. Sebaliknya, orangtua yang kurang atau tidak memiliki integritas, akan sulit untuk mendidik anaknya dengan baik. Jika sang orangtua malah menggunakan kekerasan dalam mendidik anak, hal ini akan berdampak buruk bagi anak. Anak akan meniru tindakan orangtua yang suka melakukan kekerasan.

Nah terlihat, bahwa integritas orangtua memegang peranan penting dalam mendidik anak. Orangtua yang baik memahami bahwa integritas dalam bentuk keteladanan merupakan sebuah alat yang ampuh dan efektif dalam mendidik anak. Orangtua yang baik tentu menyadari bahwa anak-anak mereka memperhatikan betul ucapan dan tindakannya. Dan bahwa integritas dalam bentuk keteladanan yang diberikan, berdaya pengaruh jauh lebih hebat dibandingkan bila sang orangtua hanya mengkhotbahkannya.

Berilah teladan yang baik kepada anak. Bila ingin berjanji, pikir-pikirlah dahulu. Harus dilihat, apakah kita nantinya sanggup menepatinya atau tidak. Jangan terlalu mudah pula mengumbar janji. Bila akhirnya kita tidak dapat menepati janji tersebut, mintalah maaf dan berikan alasan yang jujur kenapa kita tidak dapat menepatinya. Tanyakanlah apa yang dapat dilakukan untuk mengganti janji itu. Dan berlakulah konsisten. Bila janji yang tidak ditepati diganti dengan janji lain, segera tunaikan janji tersebut.

Bila integritas yang baik tidak dapat dicontohkan oleh orangtua kepada anak-anaknya, hal ini akan berakibat fatal. Anak-anak memang tidak pernah menjadi pendengar yang baik atas nasehat orangtuanya, tapi percayalah, mereka tidak pernah gagal meniru. (081208)

Sumber: Integritas oleh Sonny Wibisono, penulis, tinggal di Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

silahkan beri Komentar sehat dan membangun