Kamis, 03 April 2008

Berani Berubah


"Kita sering berpikir bahwa kita harus membuat perubahan besar. Mari
kita coba buat perubahan yang kecil-kecil dahulu. Jika dilakukan
secara strategis, perubahan yang kecil itu akan membawa pengaruh
yang besar."
-- Marian Wright Edelman, aktivis HAM anak-anak

TAK ada yang berubah kecuali perubahan itu sendiri, begitu orang
bijak bilang. Kalau orang bijak berkata, sulit untuk dibantah. Ada
bukti yang bikin jantung tercetak. Ini beritanya: pada awal Februari
lalu, maskapai penerbangan Japan Air Lines atau yang lebih dikenal
dengan nama JAL mengumumkan kebahagiaannya. Mereka, sejak kuartal
ketiga di tahun 2007, membukukan keuntungan hingga 13,1 miliar yen.

Bukan hanya jumlah keuntungan yang luar bisa besarnya itu yang bikin
banyak orang terkejut, namun berita tentang perusahaan ini membaik
pun sebenarnya sudah bisa bikin kepala orang bergeleng takjub. Ada
sebabnya tentu saja. Perusahaan penerbangan ini dalam beberapa tahun
terakhir, dikenal sebagai maskapai dari negara maju yang memiliki
lalu lintas penerbangan sibuk, lha kok malah merugi.

Ketika krisis harga minyak dunia terjadi, JAL selama dua tahun
terakhir, dari 2005 hingga 2006 mengalami kerugian sekitar 16,3
miliar yen atau setara dengan 152,6 juta US$. Kerugian utamanya
disebabkan armada yang dimiliki JAL, yaitu sebanyak 271 pesawat,
tergolong rakus menenggak bahan bakar. Nah, naiknya harga minyak
dunia yang semakin membubung ternyata tidak diimbangi dengan naiknya
pendapatan perusahaan. Mau tak mau membuat mereka limbung. Fenomena
yang dialami JAL, jelas saja mendapat sorotan tajam. Mengingat
sebagai negara maju dengan penerbangan yang sibuk, kok bisa-bisanya
merugi. Satoru Aoyama, analisis dari Fitch Ratings, seperti dikutip
The Wall Street Journal awal Februari 2007 lalu, menyebut JAL,
sebagai Zombie Company. Atau bahasa melayunya, hidup segan mati pun
tak mau.

Masih mau terpuruk? Pastilah ogah. Pihak manajemen pun buru-buru
melakukan aksi perbaikan. CEO JAL, Haruka Nishimatsu tak tinggal
diam. Nishimatsu melakukan perubahan besar-besaran di segala bidang.
Tahun 2007 di bulan Februari, Nishimatsu melakukan PHK terhadap
4.300 karyawannya. Tak hanya itu, Nishimatsu mengumumkan memangkas
gaji 40 top eksekutifnya hingga 60%. Tak terkecuali dirinya.
Pemotongan gaji para top eksekutifnya itu tak ayal dapat menghemat
hingga 9,6 miliar yen. Langkah lain pun dilakukan untuk eksternal
organisasi. Di bidang pelayanan misalnya, JAL meningkatkan
pelayanannya. Di antaranya, dengan memperkaya menu makanan dan
minuman. Jok kursi untuk penumpang pun dibuat mewah, yaitu
menggantinya dengan kulit hewan. Namun, untuk semua pelayanan yang
serba wah ini, penumpang tak harus merogoh kocek lebih dalam. Harga
tiket tetap tidak dinaikkan. Hasilnya pun cespleng. Ujung tahun
lalu, JAL pun mencatat keuntungan hingga 13 miliar yen.

Hikmah yang dapat dipetik dari kisah ini adalah perubahan. Ibarat
sebuah bayangan, dimana tiap kali kita melangkah, ia senantiasa
mengiringi langkah kita. Semua yang harus dilakukan sebenarnya tidak
saja saat guncang, tetapi juga dalam keadaaan yang menyenangkan. Ini
pengalaman lain yang bisa dijadikan contoh.

Kenal dengan nama Sir Alex Ferguson? Di tahun 2000, setahun setelah
mendapatkan treble alias tiga gelar juara sekaligus dalam satu
musim, klub Manchester United kembali berjaya di liga Inggris dengan
menjadi juara. Namun, tak lama setelah berjaya, Sir Alex Ferguson,
sang pelatih yang menukangi klub tersebut punya penilaian
tersendiri. Ferguson mencoba mematahkan mitos, "don't change the
winning team", atau jangan rombak tim juara. Ia justru merombak tim
yang ada. Ada pertimbangan yang kadang tidak selalu bisa dipahami
orang awam. Ferguson menganggap tim yang itu-itu saja dapat
memberikan rasa kebosanan. Selain itu, ada beberapa pemain yang
memang sudah lanjut usia. Ibarat mesin, barang yang sudah tua akan
mengganggu kerja mesin secara keseluruhan. Dengan berat hati,
Ferguson pun melepas beberapa pemainnya. Pemain yang benar-benar
bagus dipertahankan. Pemain yang dinilai kurang memuaskan dijual
atau dipinjamkan ke klub lain. Pemain baru didatangkan untuk mengisi
posisi yang kosong. Tim telah dirombak. Lantas apa hasilnya setelah
dirombak?

Banyak orang bilang Ferguson melakukan langkah keliru. Sebabnya,
musim-musim berikutnya mereka malah kedodoran. Tapi Ferguson tak mau
diam saja. Sambil berjalan, dia terus melakukan perubahan dengan
pola yang sama. Hasilnya memang tidak serta merta memberikan hasil
gemilang. Beberapa kali, klub ini kehilangan gelar selama tiga tahun
berturut-turut. Sampai akhirnya musim lalu, mereka kembali berjaya,
dengan personel atau formasi pemain yang benar-benar berubah.

Dua kisah di atas tampaknya menjadi relevan saat kita menghadapi
berbagai masalah di dalam kehidupan sehari-hari. Entah di lingkungan
kerja atau lingkungan di rumah. Ada beberapa hal yang mau tidak mau
membuat kinerja di dalamnya terganggu. Banyak faktor memang, tetapi
perubahan tetap harus dilakukan. Ambil yang baik, buang yang buruk.
Tidak semudah yang dikira. Organisasi di wilayah rukun tetangga
adalah hal yang pelik. Seorang warga yang tidak pernah mau ikut
kerja bakti di hari minggu kerap menimbulkan disharmoni di antara
warga. Lantas apa yang dapat dilakukan? Mengusirnya dari lingkungan
ia tinggal? Tentu tidak. Satu hal yang perlu dilakukan adalah
mengajaknya bicara dengan baik-baik dan dilakukan dengan gaya dari
hati ke hati.

Dengan cara seperti itu, semua persoalan akan mengemuka dan dengan
demikian akan menjadi mudah dalam mencari solusinya. Sebenarnya hal
itu pula yang dilakukan Haruka Nishimatsu dan Sir Alex Ferguson pada
saat mereka mulai melakukan perombakan dalam organisasinya. Tetapi
jangan lupa, dalam melakukan perubahan, sebelum Anda mendapatkan
yang terbaik, tentu saja Anda harus memberikan yang terbaik dahulu.

Sumber: Berani Berubah oleh Sonny Wibisono, penulis, tinggal di
Jakarta