“Kabayan, saya pernah mendengar kisah seorang arif yang pergi jauh dengan berjalan kaki.
Cuma yang aneh, setiap ada jalan menurun, sang arif konon agak murung. Tetapi kalau jalan sedang mendaki ia tersenyum.
Hikmah apakah yang bisa saya petik dari kisah ini?” tanya sang teman
“Itu perlambang manusia yang telah matang dalam meresapi asam garam kehidupan.
Itu perlu kita jadikan cermin.
Ketika bernasih baik, sesekali perlu kita sadari bahwa satu ketika kita akan mengalami nasib buruk yang tidak kita harapkan." Demikian si Kabayan menjelaskan.
Dengan demikian kita tidak terlalu bergembira sampai lupa bersyukur kepada Sang Maha Pencipta.
Ketika nasib sedang buruk, kita memandang masa depan dengan tersenyum optimis.
Optimis saja tidak cukup, kita harus mengimbangi optimisme itu dengan kerja keras.” Lanjut si Kabayan.
“Apa alasan saya untuk optimis, sedang saya sadar nasib saya sedang jatuh dan berada dibawah.” tanya sang teman.
“Alasannya ialah iman, karena kita yakin akan pertolongan Sang Maha Pencipta.”
“Hikmah selanjutnya?” si teman kembali bertanya.
“Orang yang terkenal satu ketika harus siap untuk dilupakan, orang yang diatas harus siap mental untuk turun kebawah. Orang kaya satu ketika harus siap untuk miskin.”
Posted by DJODI ISMANTO