"Dan kelak, yang paling penting, bukan berapa lama tahun yang kamu
lewati. Tetapi, bagaimana kamu menjalani kehidupanmu sepanjang tahun-
tahun tersebut."
-- Abraham Lincoln, mantan Presiden Amerika Serikat
APA yang akan Anda lakukan kalau tiba-tiba dokter memvonis hidup
kita tak akan lama lagi? Biar pun si dokter itu bukan Tuhan yang
bisa menentukan kapan saja hidup kita berakhir, tetap saja kita akan
gemetar. Lutut mungkin langsung terasa copot. Hati menjadi ciut.
Pikiran pun menjadi mengkeret. Dan, tak akan ada lagi, boro-boro
tahun depan, bulan depan pun mungkin sudah tak ada.
Mungkin boleh juga kita kupas cerita tentang Burt Simpson. Dia ini
polisi asal Seattle, Amerika Serikat. Nah, menurut dokter setelah
memeriksa hasil laboratorium yang rutin Simpson lakukan, hidup
Simpson diramal tak lebih dari dua minggu lagi. Simpson tentu saja
terkejut. Awalnya, dalam tugas sehari-hari, Simpson sangat takut
bila tertembak penjahat. Tapi kemudian malah berubah menjadi berani,
bahkan boleh dibilang nekat. Simpson malah mencari-cari risiko
berhadapan dengan maut. Sebab dalam otaknya, dia akan mati kapan
saja. Buat apa harus hati-hati lagi. Kalaupun ia harus mati dalam
tugas, keluarganya akan dijamin dengan tunjangan oleh negara. Tapi
kalau ia mati secara alami, negara tak bisa memberikan apa-apa
selain lencana. Begitu pikirannya. Eh, ternyata semua itu palsu.
Vonis dokter yang mengatakan gara-gara penyakit anehnya akan membuat
dia mati, tak berbuah hasil. Peluru pun malah tak mau mampir di
tubuhnya. Dua minggu telah lewat, bukan hanya Simpson yang masih
segar bugar, tapi juga koleksi para penjahat yang ia tangkap untuk
dikirim ke hotel prodeo.
Apa yang dialami Simpson memang hanya ada di film 'Short Time'. Film
komedi keluaran tahun 1990 ini menampilkan aktor kawakan Dabney
Coleman sebagai Detektif Burt Simpson. Kita memang tidak perlu
bersikap dan bertindak seperti Simpson, nekat dan selalu siap dalam
menantang maut. Pelajaran sederhana yang dapat diambil dalam film
tersebut ialah bila kita selalu mengingat akan mati, bisa jadi kita
akan selalu terus berbuat baik.
Kita memang baru saja merayakan ulang tahun kemerdekaan bangsa ini.
Tradisi memperingati hari ulang tahun, memang berlaku untuk siapa
saja. Tak hanya berlaku bagi setiap individu, tapi juga bagi suatu
negara. Ulang tahun, merupakan contoh bagaimana kita memperingati
suatu hari bersejarah dalam hidup kita. Oleh karena itu, setiap
tahun pun biasanya kita selalu merayakannya. Mungkin secara
sederhana, dengan mengajak makan bersama dengan keluarga atau
kolega. Atau yang lebih wah, mengajak para teman dan handai taulan
untuk pesta semalam suntuk.
Pertanyannya adalah makna apa yang sesungguhnya dapat diambil dalam
setiap ulang tahun yang kita peringati? Yang pasti, dengan
bertambahnya angka secara denominasi, tetapi justeru usia makin
berkurang. Dengan usia yang makin berkurang, artinya kita malah
makin mendekat kepada kematian itu sendiri.
Dalam suatu acara seminar, salah seorang politisi Partai Golkar,
Yusuf Sukardi, menjelaskan lima arti penting dalam memperingati hal
yang bersejarah dalam kehidupan kita. Pertama, peringatan harus
merupakan cermin atau neraca perjalanan kehidupan. Artinya, dengan
peringatan itu, kita dapat mengambil hikmah atas segala hal yang
kita perbuat di masa yang telah lalu. Kedua, sebagai pembangkit
motivasi. Suatu peringatan harus dapat memotivasi agar berbuat lebih
baik dan lebih baik lagi, serta tidak terjebak pada kesulitan yang
terjadi di masa lampau. Ketiga, sebagai alat untuk melakukan
introspeksi diri. Keempat, suatu peringatan harus dapat dijadikan
titik awal penyusunan rencana selanjutnya yang lebih baik. Dan
terakhir, yang paling penting, yaitu memaknai kehidupan hari esok
yang lebih baik.
Betul, seandainya kita dapat memaknai hidup ini dengan lebih baik,
tentu saja kita akan merasa bahwa waktu yang diberikan kepada kita
dirasakan pendek. Kita tentu akan berusaha untuk selalu terus
berbuat baik.
Itulah yang dialami oleh seorang Gitta Sessa Wanda Cantika. Walau ia
harus mati di usia muda, tapi Gitta tahu, bagaimana ia memaknai
hidup ini dengan penuh arti. Gitta Sessa Wanda Cantika, adalah
mantan artis cilik di tahun 1999. Ia dinyatakan terkena penyakit
kanker ganas yang hanya membutuhkan waktu lima hari untuk
berkembang. Gitta pun pasrah melewatkan hidupnya dengan kanker ganas
yang mengenai wajahnya, hingga akhirnya menyentuh paru parunya.
Tapi dia tetap tegar dan tanpa mengeluh sedikitpun. Hebatnya dari
gadis ini, ia tetap ingin menuntut ilmu walau dalam keadaan seperti
itu. Ejekan dari orang yang melihatnya tidak ia hiraukan. Di saat
ujian kenaikan kelas, tangannya tak mampu lagi bergerak, hingga
hidungnya mengeluarkan darah mimisan. Tapi Gitta tetap terus
bertahan hingga ujian berakhir, dan dinyatakan lulus naik kelas.
Tekadnya yang membaja terdengar ke Ibu Presiden Megawati, hingga
akhirnya Presiden memberikan penghargaaan khusus padanya sebagai
siswa teladan.
Umur Gitta mungkin dirasakan singkat baginya. Tapi sesungguhnya ia
menjalani hidupnya dengan penuh makna. Kualitas hidup seseorang
memang tidak ditentukan oleh berapa lama kita hidup. Tapi justeru
yang lebih penting, bagaimana kita mengisi hari demi hari dalam
kehidupan itu sendiri dengan penuh arti. That's right, Brother?
(180808)
Sumber: Memaknai Hari Ulang Tahun oleh Sonny Wibisono, penulis,
tinggal di Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silahkan beri Komentar sehat dan membangun