Jumat, 14 September 2007

Anomali Kehidupan

Di sekolah dulu, seorang guru saya pernah menyampaikan sebuah teori fisika yang mengatakan bahwa sifat semua benda di dunia ini adalah sama, yaitu memuai bila dipanaskan, dan menyusut bila didinginkan.

Teori ini berlaku buat semua benda, tidak terkecuali air, demikian kata beliau.


Tapi ada suatu keadaan bertendensi terbalik, yang dinamakan “anomali air”. Keadaan dimaksud terjadi pada saat air dipanaskan pada suhu +4º Celcius. Ternyata air tidak memuai. Sebaliknya, air tersebut menyusut. Demikian juga pada saat air didinginkan pada suhu -4º Celcius, sebaliknya dari menyusut, eh.. dia malah mengembang. Aneh kan?


Nah, setelah saya fikir-fikir, dalam kehidupan ini juga banyak kejadian yang aneh-aneh. Saya bahkan ingin mengatakannya banyak anomali dalam kehidupan ini.


Adanya dualisme dalam kehidupan kita, itu saja sudah aneh. Coba pikir, ada panas ada dingin. Ada kecil ada besar. Ada baik ada buruk. Ada siang ada malam Kita bisa menyebutkan lagi seribu satu contoh dualisme, kalau mau.

Kelanjutan dari keanehan itu adalah, lho kok kita hidup di dunia ini harus memilih salah satu dari dua kutub dualisme? Alim ulama dan para pendeta mengatakan bahwa kita harus memilih hanya kebaikan, dan membuang jauh-jauh yang namanya keburukan.

Guru saya di sekolah menekankan, kita harus selalu rajin dan melenyapkan kemalasan. Dokter mengatakan bahwa kita harus mengutamakan kebersihan dan kesehatan. Berantas kekotoran, ketidakbersihan serta ketidaksehatan.

Kok begitu ya?

Kenapa Tuhan tidak menciptakan saja monoisme, sebagai ganti dari dualisme. Dengan begitu kita semua hanya mengenal yang baik-baik saja. Kita hanya tahu kebaikan, kebajikan, kebersihan, kesehatan dan semua yang sifatnya positif-positif saja. Dan kita tidak perlu tahu dengan yang negatif, seperti keburukan, kejahatan, kekotoran, kemalasan, dan lain sebagainya. Kan dengan begitu, manusia juga tidak akan mengalami kebimbangan atau keraguan dalam memilih jalan hidupnya, bukan?


TUHAN Maha Besar.. Itulah akhirnya yang saya bisa ucapkan tatkala menemukan secuil pencerahan. Dualisme memang sudah karakternya dunia. Manusia memang diturunkan ke dunia untuk menentukan sikap, untuk memilih. Akankah manusia memilih kebenaran bagi dirinya, dan menolak kebathilan? Akankah orang akan memilih semua yang positif dan menyingkirkan yang negatif?

Monoisme, di mana yang ada hanyalah semua yang baik-baik saja, cuma terdapat di dalam surga. Bukan di dunia. Di surga hanya ada bahagia, tidak ada sengsara. Hanya ada kenikmatan tidak ada kesakitan. Hanya ada suka cita tidak ada muram durja. Tuhan memberikan itu semua untuk manusia. Tapi manusia sendirilah yang mengubahnya menjadi berbeda.

Nabi Adam, ditengah-tengah kehidupannya yang serba nikmat itu, kok sempat-sempatnya memetik buah khuldi, sehingga berakibat pecahnya monoisme menjadi dualisme? Kok berani-beraninya dia berbuat begitu hingga timbul konfrontasi antara Tuhan dengan Setan? Sadarkah dia bahwa perbuatannya itu telah menyebabkan seluruh keturunan manusia menjadi sengsara, hidup terombang-ambing di dunia fana yang penuh dengan kebimbangan dan ketakutan?

Beratus bahkan beribu tahun umat manusia harus menanggung derita penghidupan dunia dalam kegelapan, kebutaan serta ketidakmengertian tentang hakikat hidup ini. Manusia bahkan tidak tahu siapa dirinya yang sebenarnya!

Syukur alhamdulillah, bahwa sedikit demi sedikit, sejumlah manusia bijak dapat juga mengungkap rahasia kehidupan. Kaum waskita di negeri Cina berhasil menemukan bahwa semua yang kelihatan saling bertentangan itu sebenarnya berasal dari sumber yang sama. Bahwa dualisme itu asalnya dari monoisme. Bahwa yang gelap dan yang terang, yang tinggi dan yang rendah, yang benar dan yang salah, yang panas dan yang dingin, semuanya bersumber satu.

Coba cernakan kata-kata ini: “Yang ada berasal dari yang tiada, yang tiada berasal dari yang ada. Yang tiada itu sesungguhnya ada, dan yang ada itu sebenarnya tidak ada. Baik yang ada mau pun yang tiada pada dasarnya bersumber dari yang satu, itulah yang disebut TAO..”

Huahaha… saya ingin mengatakan bahwa kalau Anda bukan tipe manusia yang keranjingan spiritualisme, jangan coba-coba menelaah kata-kata itu. Bisa-bisa Anda akan merasa gila sendiri.

Meski demikian, saya ingin menyampaikan bahwa sesungguhnya di antara dua hal yang bertentangan itu memang ada hubungan yang sangat erat. Itu kalau kita tidak mau mengatakannya tidak saja berhubungan, tapi bahkan saling tarik menarik.

Coba perhatikan, kalau Anda menganggap bahwa makan enak itu sesuatu hal yang positif, maka sekali mengumbar makan enak, penyakit pun akan datang “sok akrab” dengan diri Anda. Suatu hal yang negatif, bukan?

Sebaliknya, pada saat Anda menginginkan kesembuhan atau kesehatan yang optimal (positif), jangan heran kalau dokter akan menjejali Anda dengan aneka material yang umumnya terasa pahit, sekaligus harus menjauhi makanan-makanan enak (negatif). Itulah, yang saya maksud dengan tanda-tanda “anomali kehidupan”.

Mungkin Anda menganggap kenyamanan merupakan suatu hal yang positif, dan menjadi tujuan akhir dari kehidupan Anda. Tentu yang Anda cari adalah kemapanan, kelimpahan harta serta segala sesuatu yang serba teratur, serba tenang tenteram serta menjauhkan diri dari perubahan-perubahan, apalagi kejutan-kejutan.

Tapi banyak peristiwa yang terjadi ternyata tidak konsisten dengan anggapan tersebut. Ada seorang komisaris sebuah perusahaan besar, digaji tinggi dan ia cukup datang sebulan sekali ke kantornya yang megah. Sekilas kebanyakan orang mengira ia sudah hidup mapan dan nyaman dengan kondisi yang demikian. Nyatanya, sang komisaris mengaku sangat tidak kerasan dengan kondisi seperti itu, dan ia menginginkan tantangan-tantangan yang lebih besar.

Seorang profesional muda yang menjadi konsultan di perusahaan saya, dengan perasaan sungkan meminta agar honornya dihentikan sementara waktu sampai volume pekerjaan yang diberikan padanya kembali pada tingkat kepadatan seperti sebelumnya. Yang terjadi adalah ia merasa risih dan tidak enak hati, saat harus menerima sejumlah uang setiap bulan, tanpa kerja dan tanggung jawab yang jelas.

Kenapa begitu? Ya, dia merasa ada sesuatu yang hilang. Sesuatu yang tidak seimbang. Sebelum ini, ia selalu menerima bayaran, setelah memberikan kontribusi kerja yang bermanfaat. Maka ia merasakan kenikmatan maksimal dengan penghasilannya. Tapi, setelah beban kerjanya nyaris tiada lagi, dan ia tetap dibayar, kenikmatan itu pun nyaris pula sirna. Bahkan sebaliknya, berubah menjadi beban moral bagi dirinya.

Dengan demikian cukup jelas bagi kita untuk menyimpulkan bahwa keadaan pahit dan manis, nyaman dan tertekan, kaya dan miskin, bahagia dan sengsara, semuanya ada dalam lingkup sebuah sistem maha besar dari alam semesta ini. Dan jangan lupa bahwa kedua ekstrim positif dan negatif itu, semuanya diperlukan bila kita ingin mengerti mekanisme kehidupan dunia. Itulah yang saya sebut dengan “anomali kehidupan”, dan itu pula yang disebut oleh saudara-saudara kita dengan “Tao”.

Anomali yang menjelaskan mengapa seorang anggota keluarga Rockefeller, yang seakan menganggap uang tidak lebih berharga dari pasir dan debu di jalan, akhirnya memilih berkelana di hutan-hutan belantara dan menemui kematiannya di sana.

Topik yang sama juga menjelaskan kenapa Elvis Presley, Marilyn Monroe , Whitney Houston dan Gogon serta banyak selebriti lain yang telah bergelimang uang akhirnya jatuh ke lembah narkoba, sekadar untuk mengejar dan mencari “sesuatu yang hilang” itu.

Para spiritualis penganut aliran tertentu di India, Persia dan Timur Tengah, mengadakan aktivitas-aktivitas penyiksaan diri guna memenuhi persyaratan ritual mereka. Untuk apa? Tidak lain juga untuk menemukan “sesuatu yang hilang” agar kehidupan mereka kembali dalam keseimbangan hakiki di alam semesta ini.

Bagaimana dengan kita yang berkecimpung dalam kehidupan kerja, baik sebagai karyawan mau pun sebagai usahawan?

Banyak dari kita merasa galau dengan kondisi yang dialami saat ini. Kondisi di mana kita merasa begitu menderita karena kesulitan keuangan di tengah-tengah krisis ekonomi berkepanjangan. Cemas memikirkan masa depan diri dan anak-anak kita kelak. Geram melihat para pemimpin yang tidak lagi memiliki hati nurani karena sepak terjangnya yang korup, arogan, dan sewenang-wenang. Kesal karena setiap hari diperintah-perintah orang lain yang disebut “boss”, padahal gaji kecil tak mencukupi, mau jadi pengusaha belum berani..dan sebagainya..dan sebagainya..

Yang perlu kita sadari adalah, inilah yang disebut dengan anomali kehidupan. Kalau saja kita menyadari dengan sepenuhnya, maka sesungguhnya kita tidak lagi harus merasa menjalani kehidupan dengan keterpaksaan.

Kita sadar bahwa unsur negatif pun diperlukan dalam dunia ini. Tekanan hidup melatih kita untuk menjadi seorang yang tangguh. Kesulitan ekonomi mendidik kita untuk berkarya, bahwa persoalan sebenarnya bukanlah pada kesulitan ekonomi itu sendiri, melainkan alam menghendaki kita untuk berkarya. Bila karya sudah membudaya dalam hidup, otomatis tidak akan ada lagi kesulitan ekonomi.

Nah, teman sekalian. Izinkan saya untuk sedikit berpesan, nikmatilah kehidupan saat ini, bagaimana pun adanya kondisi Anda. Bila Anda sekarang dalam keadaan yang serba kurang, sadarilah bahwa Anda sedang melengkapi kebutuhan hidup pada kutub negatifnya. Nanti, bila Anda telah sukses dan hidup berkelimpahan, Anda akan dapat menikmatinya secara penuh, tanpa perlu jatuh ke dunia narkoba, atau berkelana ke hutan. Kalau Anda sekarang ada dalam kelimpahan, coba periksa, apa Anda bisa menikmatinya dengan baik?

Kalau Anda merasa tidak bisa menikmatinya secara baik dan cenderung jenuh, serta tidak tahu lagi apa yang mesti Anda perbuat, nah.. itu artinya Anda belum cukup mengalami sisi negatif kehidupan. Anda belum cukup mengalami pennderitaan yang membuat Anda pantas memperoleh segala kelimpahan.

Itulah “anomali kehidupan”…



Rusman Hakim