Masakan itu tergantung dari pada kokinya. Demikian juga rasa kopi dan teh, tergantung siapa yang membuat. Walaupun bahannya sama-sama kopi dan teh, hasil akhir tentang rasanya sungguh berbeda, ada yang terlalu manis, ada yang pas dan ada pula yang kurang manis. Ternyata menyeduh kopi dan teh itu ada tehnik tersendiri, itu kalau dilihat dari hukum fisika ataupun hukum kimia.
Untuk mendapatkan hasil yang enak dan wangi, untuk membuat teh itu para peracik teh memiliki rahasia tersendiri, yaitu caranya menyeduh tehnya pada suhu 80 derajat celcius, jadi setelah air mendidih turunkan dulu derajat kepanasannya, baru setelah derajat panas pas 80 derajat celcius, tambahkan teh. Sementara untuk membuat kopi, cara membuatnya pada suhu 100 derajat celcius atau pas mendidihnya air. Caranya begini, taruh gula terlebih dahulu di cangkir sesuai takaran kebiasaan kita, kasih kopi secukupnya, kemudian ditambahkan air seperempat cangkir dulu kemudian baru diaduk dengan sendok. Kopi harus benar-benar ditambahkan setelah gula, karena agar aroma kopinya itu semerbak harum mewangi sehingga memancing selera, kemudian setelah itu ditambahkan air secukupnya pas dengan takaran cangkir, baru anda sajikan dan siap dinikmati.
Ramuan diatas adalah hasil ujicoba para ahli kopi dan teh, yang pernah menjuarai lomba menyajikan kopi dan teh. Tulisan ini pernah dimuat di Majalah Mingguan, sisipan harian Gulf News, yang diterbitkan di Dubai, Timur Tengah sana. Saya menulisnya dengan lancar karena selama ini saya membuat kopi dan teh seperti teori itu persis, sehingga merasakan kopi dan teh terasa lezaat, yang alang kepalang.
Lain orang lain pula warna rambutnya, saya menyeduh kopi dan teh dengan sukses, ternyata tidak dengan tetangga di apartemen negara sebelah, alih-alih berharap mendapat kopi dan teh yang enak luar biasa, malah keharmonisan rumah tangganya porak terkena petaka. Isterinya minta cerai, duh ngenesnya... kenapa demikian?
Ceritanya demikian, ketika sang suami, orang ekspatriat India itu membaca artikel cara membuat kopi, pada majalah mingguan Gulf News di kantornya, sepulang ke rumah, pada saat dia ngopi di senja hari hasil buatan isteri tercinta, dia sampaikan kepada isterinya bagaimana cara yang benar menyeduh kopi agar kopinya itu nikmat rasanya. Bukannya pujian yang didapat dari sang isteri melainkan umpatan kemarahan, karena sudah dua dasawarsa dia menikah, dan punya anak sudah besar-besar, baru sekali ini dia mendapatkan kritik. Isterinya tidak mau menerima penjelasan suaminya, bahkan menuduh bahwa sang suami mulai tidak tertarik karena dia sudah uzur, sang suami mulai genit memikirkan wanita yang lain, sang suami memiliki wanita idaman lain. Perang bakiak di keluarga itu menjadi tak terelakan ketika sang isteri minta cerai.
Esoknya sang suami menulis surat kepada redaksi harian Gulfnews, agar GulfNews meminta maaf kepada isterinya, karena artikel "Secangkir Kopi dan Secangkir Tehnya" menuai bencana sampai isterinya minta cerai. Alih-alih mendapatkan secangkir kopi yang nikmat, justru yang didapat pil pahit perceraian. Cerita yang saya tulis ini benar adanya, dan saya mengetahuinya dari surat pembaca itu. Setiap mengingat kejadian itu membuat aku tersenyum dibuatnya : )
Dari cerita diatas, bisa kita ambil hikmahnya, bahwa buruk sangka selalu berakibat tidak baik, kejadian buruk sangka bisa terjadi di mana-mana, di rumah, di pasar, di kantor, terlebih-lebih di kalangan ibu-ibu. Darimana sebenarnya asal muasal prasangka buruk? ketika hati seorang membusuk dan berpaling dari kebenaran, serta merta ia akan dihinggapi prasangka buruk. Dari mana awal munculnya pandangan yang serba positip? Dari hati yang bersih dan cenderung kepada keselamatan.
Ketika hatinya bersih, dengan sendirinya, orang yang memilikinya juga bersih. Pun, ia senantiasa memandang bersih orang lain. Sebaliknya, ketika hati nurani dan dirinya sedemikian suram, maka orang lain pun akan dipandang negatip dan serba kotor.
Setiap orang yang menderita penyakit ini bisa dengan mudah menyingkirkannya. Caranya, tidak menaruh perhatian kepada pikiran kotor, tidak mengedepankan prasangka buruk dan waswas, serta menghindar dari selubung keraguan.."Sesungguhnya berprasangka itu tidak ada faedahnya sama sekali bagi kebenaran." (Al-Najm:28) Terpengaruhnya kita oleh perbuatan buruk waswas dan prasangka menandakan bahwa kita sudah mulai melupakan Mushaf, malah sebaliknya mencampakkan!
Salam,
Ferry D.