Sabtu, 01 September 2007

Kita Ingin Membuat Kenangan

Oleh : Nathalia Sunaidi - Penulis buku


Hari ini saya menonton sekilas sebuah video clip yang mengisahkan seorang lelaki yang sudah meninggal dan masih berada di sekitar kekasihnya. Dia memandang kekasih wanitanya yang juga sedang merindukannya tanpa bisa berbuat apa-apa, hanya memandang. Video clip ini membuat saya merenung, “Andaikan suatu saat saya harus meninggalkan orang-orang yang saya kasihi, kenangan apa yang saya tinggalkan di dalam hati mereka?” Saya pun jadi teringat sebuah buku berjudul “Who Will Cry When You Die” tulisan Robin Sharma. Judul di buku itu membuat keaktifan pikiran saya berhenti sebentar dan meninggalkan sebuah pertanyaan yang masih membekas sampai sekarang. Pertanyaan itu seperti menyentuh saya untuk mencari esensi dari hidup saya ini. Jika setiap orang pun akhirnya akan mati dan suatu saat hidup ini akan berakhir, maka apa yang harus dilakukan dalam hidup ini? Jika setiap kehidupan memang sangat berharga, maka bagaimana cara menghargai kehidupan ini?

Banyak klien datang ke terapi karena memiliki luka batin di dalam hidupnya. Beberapa adalah korban perkosaan semasa kecil oleh orang terdekat mereka. Beberapa korban kekerasan oleh orang yang mereka cintai. Dan semua itu menimbulkan luka yang sangat dalam dan membekas sepanjang hidup mereka. Seorang anak menjadi menyimpan sebuah kenangan buruk atas perlakuan kekerasan ayahnya, seorang istri menyimpan kenangan terburuk dalam hidupnya atas kekerasan yang dilakukan suaminya, seorang menantu menjadi trauma terhadap perkawinan karena perlakuan kasar mertuanya, seorang kekasih mencoba mengakhiri hidup atas perselingkuhan pasangannya. Semua itu membuat saya merenung, betapa besar peran yang kita lakukan dalam hidup ini dan bagaimana peran itu bisa meninggalkan goresan luka batin yang sedemikian dalam; tapi juga bisa meninggalkan sebuah kenangan yang sangat menginspirasi.

Beberapa waktu lalu saya membaca buku tulisan Anand Krisna yang berjudul “Atisha”. Di salah satu bab buku itu, ada seorang murid Atisha bertanya kepadanya yang kurang lebih seperti ini, “Guru, jika murid-murid yang kau bimbing sekarang akhirnya menghujat dan menjatuhkanmu, maka untuk apa guru masih terus mengajar?”, lalu Atisha menjawab dengan sangat simple, “Karena saya menyukai mengajar.” Saat itu saya bingung dengan jawaban Atisha. Sangat masuk akal pertanyaan muridnya, bukankah semestinya Atisha berhenti saja mengajar dari pada harus menjalani kehidupan yang penuh hujatan?


Ketika pertama kali saya diundang untuk berbicara di sebuah talk show, saya sangat berdebar-debar karena tidak tahu apa yang akan saya bicarakan. Dalam relaksasi ke Superconscious Mind, muncul jawaban “Bicarakan apa yang kamu sukai.” Jawaban itu mengingatkan kembali kata-kata Atisha kepada muridnya. Lalu saya menyusun sebuah presentasi tentang hal yang membuat saya kagum di bidang Regresi Kehidupan Lalu dan saya selalu merasa senang jika mensharingkan hal tersebut. Setelah talk show itu saya menjadi lebih mengerti jawaban Atisha. Ada peran-peran yang sudah ter-build-up secara otomatis di dalam diri kita. Sepasang perempuan dan lelaki menikah lalu mempunyai anak, maka peran sebagai seorang suami dan ayah langsung ter-build-up di dalam diri lelaki itu, peran sebagai istri dan ibu langsung ter-build-up dalam diri sang wanita, dan peran sebagai anak ter-build-up di dalam sang anak. Seseorang yang menduduki posisi lebih tinggi di dalam perusahaan maka peran pemimpin dan guru langsung ter-build-up di dalam dirinya. Seorang dokter atau terapis maka peran penyembuh langsung ter-build-up di dalam dirinya. Dan dengan adanya peran-peran itu maka jawaban Atisha menjadi sebuah jawaban yang sangat bijaksana. Terkadang kita hanya perlu menjalankan peran-peran itu dengan yang terbaik dan belajar menyukainya. Jika Atisha tidak menjalankan perannya sebagai guru maka mungkin sekarang tidak akan ada ajarannya yang ternyata telah menginspirasi banyak orang. Peran apa pun yang kita lakukan akan meninggalkan blue print dalam hidup orang lain. Peran seorang ayah yang baik akan meninggalkan blue print yang indah pada diri anaknya, peran suami/istri yang setia akan membuat blue print yang saling mengisihi pada diri pasangannya, dll. Dan blue print itulah kenangan yang kita tinggalkan dalam diri masing-masing orang yang telah kita temui. Tubuh kita akan mati dan musnah namun kenangan kita akan tetap tercetak di dalam blue print kehidupan orang-orang lainnya. Dan jika kita ingin membuat kenangan, semoga itu adalah kenangan yang indah.