Minggu, 24 Agustus 2008

Memaknai Hari Ulang Tahun

“Dan kelak, yang paling penting, bukan berapa lama tahun yang kamu lewati. Tetapi, bagaimana kamu menjalani kehidupanmu sepanjang tahun-tahun tersebut.”

-- Abraham Lincoln, mantan Presiden Amerika Serikat

APA yang akan Anda lakukan kalau tiba-tiba dokter memvonis hidup kita tak akan lama lagi? Biar pun si dokter itu bukan Tuhan yang bisa menentukan kapan saja hidup kita berakhir, tetap saja kita akan gemetar. Lutut mungkin langsung terasa copot. Hati menjadi ciut. Pikiran pun menjadi mengkeret. Dan, tak akan ada lagi, boro-boro tahun depan, bulan depan pun mungkin sudah tak ada.

Mungkin boleh juga kita kupas cerita tentang Burt Simpson. Dia ini polisi asal Seattle, Amerika Serikat. Nah, menurut dokter setelah memeriksa hasil laboratorium yang rutin Simpson lakukan, hidup Simpson diramal tak lebih dari dua minggu lagi. Simpson tentu saja terkejut. Awalnya, dalam tugas sehari-hari, Simpson sangat takut bila tertembak penjahat. Tapi kemudian malah berubah menjadi berani, bahkan boleh dibilang nekat. Simpson malah mencari-cari risiko berhadapan dengan maut. Sebab dalam otaknya, dia akan mati kapan saja. Buat apa harus hati-hati lagi. Kalaupun ia harus mati dalam tugas, keluarganya akan dijamin dengan tunjangan oleh negara. Tapi kalau ia mati secara alami, negara tak bisa memberikan apa-apa selain lencana. Begitu pikirannya. Eh, ternyata semua itu palsu. Vonis dokter yang mengatakan gara-gara penyakit anehnya akan membuat dia mati, tak berbuah hasil. Peluru pun malah tak mau mampir di tubuhnya. Dua minggu telah lewat, bukan hanya Simpson yang masih segar bugar, tapi juga koleksi para penjahat yang ia tangkap untuk dikirim ke hotel prodeo.

Apa yang dialami Simpson memang hanya ada di film 'Short Time'. Film komedi keluaran tahun 1990 ini menampilkan aktor kawakan Dabney Coleman sebagai Detektif Burt Simpson. Kita memang tidak perlu bersikap dan bertindak seperti Simpson, nekat dan selalu siap dalam menantang maut. Pelajaran sederhana yang dapat diambil dalam film tersebut ialah bila kita selalu mengingat akan mati, bisa jadi kita akan selalu terus berbuat baik.

Kita memang baru saja merayakan ulang tahun kemerdekaan bangsa ini. Tradisi memperingati hari ulang tahun, memang berlaku untuk siapa saja. Tak hanya berlaku bagi setiap individu, tapi juga bagi suatu negara. Ulang tahun, merupakan contoh bagaimana kita memperingati suatu hari bersejarah dalam hidup kita. Oleh karena itu, setiap tahun pun biasanya kita selalu merayakannya. Mungkin secara sederhana, dengan mengajak makan bersama dengan keluarga atau kolega. Atau yang lebih wah, mengajak para teman dan handai taulan untuk pesta semalam suntuk.

Pertanyannya adalah makna apa yang sesungguhnya dapat diambil dalam setiap ulang tahun yang kita peringati? Yang pasti, dengan bertambahnya angka secara denominasi, tetapi justeru usia makin berkurang. Dengan usia yang makin berkurang, artinya kita malah makin mendekat kepada kematian itu sendiri.

Dalam suatu acara seminar, salah seorang politisi Partai Golkar, Yusuf Sukardi, menjelaskan lima arti penting dalam memperingati hal yang bersejarah dalam kehidupan kita. Pertama, peringatan harus merupakan cermin atau neraca perjalanan kehidupan. Artinya, dengan peringatan itu, kita dapat mengambil hikmah atas segala hal yang kita perbuat di masa yang telah lalu. Kedua, sebagai pembangkit motivasi. Suatu peringatan harus dapat memotivasi agar berbuat lebih baik dan lebih baik lagi, serta tidak terjebak pada kesulitan yang terjadi di masa lampau. Ketiga, sebagai alat untuk melakukan introspeksi diri. Keempat, suatu peringatan harus dapat dijadikan titik awal penyusunan rencana selanjutnya yang lebih baik. Dan terakhir, yang paling penting, yaitu memaknai kehidupan hari esok yang lebih baik.

Betul, seandainya kita dapat memaknai hidup ini dengan lebih baik, tentu saja kita akan merasa bahwa waktu yang diberikan kepada kita dirasakan pendek. Kita tentu akan berusaha untuk selalu terus berbuat baik.

Itulah yang dialami oleh seorang Gitta Sessa Wanda Cantika. Walau ia harus mati di usia muda, tapi Gitta tahu, bagaimana ia memaknai hidup ini dengan penuh arti. Gitta Sessa Wanda Cantika, adalah mantan artis cilik di tahun 1999. Ia dinyatakan terkena penyakit kanker ganas yang hanya membutuhkan waktu lima hari untuk berkembang. Gitta pun pasrah melewatkan hidupnya dengan kanker ganas yang mengenai wajahnya, hingga akhirnya menyentuh paru parunya.

Tapi dia tetap tegar dan tanpa mengeluh sedikitpun. Hebatnya dari gadis ini, ia tetap ingin menuntut ilmu walau dalam keadaan seperti itu. Ejekan dari orang yang melihatnya tidak ia hiraukan. Di saat ujian kenaikan kelas, tangannya tak mampu lagi bergerak, hingga hidungnya mengeluarkan darah mimisan. Tapi Gitta tetap terus bertahan hingga ujian berakhir, dan dinyatakan lulus naik kelas. Tekadnya yang membaja terdengar ke Ibu Presiden Megawati, hingga akhirnya Presiden memberikan penghargaaan khusus padanya sebagai siswa teladan.

Umur Gitta mungkin dirasakan singkat baginya. Tapi sesungguhnya ia menjalani hidupnya dengan penuh makna. Kualitas hidup seseorang memang tidak ditentukan oleh berapa lama kita hidup. Tapi justeru yang lebih penting, bagaimana kita mengisi hari demi hari dalam kehidupan itu sendiri dengan penuh arti. That’s right, Brother? (180808)


Sumber: Memaknai Hari Ulang Tahun oleh Sonny Wibisono, penulis, tinggal di Jakarta

1 komentar:

  1. Kemana saja si cantik dari ranah minang kok tak pernah online lagi. Apakah lah lupo jo penggemarnyo yg satu iko..

    BalasHapus

silahkan beri Komentar sehat dan membangun