Selasa, 31 Juli 2007

for Happy Life Strategy



Oleh : Riduan Goh ~ Wealth is Mine

~ Posisi Chaos (Kacau)
Beng Kyo kata orang Jepang
Alkisah seorang Anak yang penuh karunia menyertai kehadirannya. Terlahir dari ibu cantik dalam keluarga yang serba lebih dari berkecukupan dan bahagia. Sang Ayah top executive sebuah perusahaan multinational terkemuka sekaligus entreprenuer yang memiliki beberapa perusahaan yang mapan.

Selain itu kesehatan prima, kecerdasan dan ketampanan sang juga merupakan karunia yang sangat layak disyukuri bagi semua orang yang memiliknya. Di sekolah sang Anak juga sangat menonjol diantara teman-teman sekelas, semua mata pelajaran dikuasai dengan singkat tanpa kesulitan yang berarti. Prestasi dan penghargaan di bidang pelajaran maupun ketrampilan musik hingga olah tubuh diraih dengan mudah di usianya yang sangat dini, Dokter Bedah Jantung kelas dunia adalah cita-cita besar sang anak yang sungguh membahagiakan orang tuanya.

Ketika sang Anak menginjak usia sekolah dasar situasi tampaknya sedikit berubah, sang Anak nampak sangat sulit diatur dan keras kepala, prestasinya menurun, tidak mau berlatih dan belajar. Sang Anak hanya mau melakukan apabila hatinya senang saja. Di saat hatinya senang semua menjadi baik, tetapi akan sangat bertolak belakang apabila kesenangan ini tidak dapat dituruti oleh orang tuanya. Sungguh situasi yang tidak mudah dihadapi, segala harapan orang tua yang tadinya tampak cerah ceria untuk sang Anak tampaknya berangsur pupus, apalagi karir kandas dan bisnis sang Ayah nampak juga memudar, rumah harus dijual dan pindah ke yang lebih kecil. Kesenangan-kesenangan semakin tidak dapat dihadirkan bagi sang Anak semata wayang itu.

Sang Ayah bekerja lebih keras untuk menghidupi keluarga dan semakin sedikit waktu untuk keluarganya, namun prestasi sang Anak juga semakin merosot karena kemalasan yang menjadi-jadi. Konsultasi ke para ahli, dokter spesialis anak hingga spiritual telah menguras uang sang ayah namun sungguh tidak juga membuahkan jalan keluar untuk membangkitkan pengertian sang Anak untuk kembali hidup dengan penuh semangat dan daya juang untuk menjadi yang terbaik.

Tahun demi tahun dilalui, sang Anak tetap saja tengelam dalam kemalasan yang semakin hari menjadi lahan subur untuk menumbuhkan jiwa kebodohan dalam pikiran sang Anak. Bukan hanya sang Ibu yang sangat sedih menghadapi ini, namun sang ayah pun merasa buntu tanpa jalan keluar. Bebannya sungguh terasa berat, selain harus bekerja keras kelangsungan keuangan keluarga juga harus menghadapi sang anak yang malas dan bodoh, hingga suatu ketika sang Ayah jatuh sakit.

Sore itu tampak sendu dan kelabu. Kini lengkap penderitaan sang Ibu karena harus menghadapi cobaan berat sekaligus, yaitu pertama Anak yang pemalas, kedua suami yang divonis stroke oleh sang dokter dan yang ketiga terhentinya penghasilan karena sang suami tidak bisa berbisnis lagi.
Sang Ibu tampak tegar, Ia masih sanggup berucap syukur dalam hatinya, karena masih diijinkan Tuhan bersama dengan sang Suami tercinta dan Anak semata wayangnya, namun hati sang Ibu menjerit sekuat tenaga ”Tuhaaaaaaaaaaaaaaannnnnnnn, apa yang harus aku lakukan ???? sambil menerawang matanya menatap curahan air sungai kecil disamping rumahnya yang jatuh menimpa batu besar yang hampir terbelah oleh derasnya terpaan air yang jatuh menimpanya.

Sejenak matanya yang sembab tertegun menatap batu yang hampir terbelah akibat terpaan air sungai yang terlihat lemah menimpanya. Bergegas dia keluar rumah dang mendekati batu itu, dirabanya dan diamatinya batu itu dengan seksama, dilihatnya aliran air yang mengalir tiada henti menerpa batu besar dibawahnya dengan presiten, sambil seraya sang ibu berucap ˝Presistensi dan Kejelasan arah dalam tindakan nyata˝ Mata sang Ibu berbinar-binar, seolah Tuhan yang diteriakinya tadi telah memberikan jawaban yang tepat atas apa yang dihadapinya.
Sang Ibu berlutut di tepi kali kecil dan berdoa mengucap syukur atas jawaban Tuhan, sambil meminta curahan kekuatan Tuhan untuk bertindak

Presisten, Tegas dan Jelas. Dan dipanggilah sang anak yang mulai beranjak remaja tanggung itu. ”Anakku, Ibu dan Ayah sayang kamu, makanya Ibu harus mengatakannya kepada kamu.” ”Kita sudah miskin sekarang. Ibu harus bekerja untuk makan dan membeli obat ayahmu, Ibu akan menyiapkan nasi putih setiap hari dan mulai hari saat ini kamu juga harus bekerja untuk melengkapi nasimu dengan lauknya.”

”Aku masih kecil Bu, aku harus kerja apa? Aku malas ah Bu”, kilah sang Anak.
”Kerja kamu hanya belajar keras dan memperoleh nilai terbaik setiap hari, dengan demikian kamu akan mendapatkan lauk-pauknya”, jawab sang Ibu. ”Kalau tidak, kita sekeluarga harus puas dengan nasi putih saja.”
”Ah, kalau itu sih urusan gampang”, sahut sang Anak. Minggu pertama dilewati hanya dengan nasi putih saja, tanpa lauk oleh Ibu, Ayah dan Anak, karena tidak ada perubahan atas sang Anak. Sungguh sulit bagi sang Anak, awalnya tidak disentuh, tetapi apa mau dikata, tidak ada makanan lain selain nasi putih di atas meja. Akhirnya saat lapar memuncak, nasi putih dinginpun disantap juga dengan nikmat oleh si Anak.

Pagi berikutnya tampak sang Anak telah siap ke sekolah, setelah mencium tangan Ayah Ibunya, diapun bergegas ke sekolah. Keesokan harinyapun erupa, namun bedanya dia mulai memberikan nilai yang baik kepada orang tuanya. Ibunya pun memberikan lauk tahu goreng untuk makan malam. Wah, ini mewah sekali sejak lebih dari seminggu makan hanya sekedar nasi putih saja.

Hari berikutnya nilai yang lebih baik dihantarkan lagi oleh sang Anak, maka sang Ibu juga menyiapkan tahu, tempe dan sayur untuk makan malam keluarga. Seminggu, sebulan, setahun dan selanjutnya komitment Ibu anak ini berjalan, lama-lama tanpa terasa sang Anak telah terbiasa untuk bekerja keras untuk mendapatkan hasil yang terbaik di sekolahnya setiap hari. Hingga suatu saat mendapatkan beasiswa mulai SD-SMP-SMA hingga Perguruan tinggi.

Tepat di bulan 1 July di ulang tahunnya ke 26, sang Anak telah dikukuhkan menjadi ahli bedah jantung termuda yang memang cita-citanya sejak kecil yang pernah kandas akibat kemalasan. Sang ayahpun kini dapat berdiri tegak, walau masih harus dibantu dengan tongkat.

Pembaca yang budiman,
Kepandaian yang turunnya dari Langit memang sekilas tampak sangat menguntungkan, namun ini juga bisa memabokkan dan membunuh kita secara perlahan karena kelalaian kita. Ini bisa diawali dengan system rewards & punishment yang tidak jelas.
Makan nasi putih setiap hari memang tidak enak, namum sang Ayah dan Ibu telah menunjukkan komitment nya juga ikutan makan nasi putih saja jika nilai sang Anak tidak bagus.

Pesan moral strategi ini,
”Beng Kyo”, adalah istilah Jepang untuk ”Belajar”. Bila huruf itu dibaca dalam Mandarin akan berbunyi ”Mien Qiang”, berarti Memaksakan. Dari terminologi ini jelas tampak, dalam pandangan filosophi Jepang kuno, jelas tampak menjadi seorang yang berdayaguna tidaklah mudah, harus melalui proses Belajar yang lebih keras dari orang biasa, bahkan memaksa kita sendiri bekerja di atas limit normal dengan presisten.

Strategy yang baik tanpa ketegasan dan presistensi dalam pelaksanaan tidak akan mendatangkan hasil atau bahkan memperburuk suasanan.
Pelaksanaan komitmen yang presisten dengan menutup segala pintu peluang untuk memberikan excuse (pemakluman) akan menjadi cambuk yang berharga buat kita untuk memwujudkan tujuan kita.

Kisah asli terjadi pada Dinasty Zhou 260 BC, saat perang penentuan antara Zhou dan Qin. Kecerobohan Zhou menghasilkan petaka besar di bidang logistik. Qin mengepung Zhou dan menutup seluruh pintu serta membumi hanguskan seluruh pasukan tanpa ampun.

Zhou berakhir dan bangkitlah Qin Dynasty yang kuat karena kejelasan dan presistensi dalam betindak..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

silahkan beri Komentar sehat dan membangun