Senin, 16 Juli 2007

TONG SAMPAH


Seorang pria tua yang bijak memutuskan untuk pensiun dan membeli rumah mungil dekat sebuah sekolah SMP.
Selama beberapa minggu
ia menikmati masa-masa pensiunnya dengan tenang dan damai.
Kebetulan saat itu sedang masa liburan sekolah.

Tak berapa lama kemudian, masa sekolah tiba. Dan, sekolah itu pun penuh
dengan anak-anak. Suasana tenang dan nyaman menjadi sedikit berubah.
Namun
yang paling menjengkelkan pak Tua adalah, setiap hari ada tiga anak laki-laki lewat di depan rumah yang suka memukuli tong sampah yang ada di
pinggir jalan.
Mereka membikin keributan sepanjang hari dan berulah
seolah-olah menjadi pemain perkusi hebat. Begitu terus dari hari ke hari.
Sampai akhirnya pak Tua merasa harus melakukan sesuatu pada mereka.

Keesokan harinya, pak Tua keluar rumah sambil tersenyum lebar menghampiri

tiga anak laki-laki yang sedang asyik memukuli tong sampah. Ia menghentikan
permainan mereka, dan berkata, "Hai, anak-anak! Kalian pasti suka
bersenang-senang. Saya suka sekali dengan cara kalian bersenang-senang
seperti ini. Sewaktu saya masih kecil, saya juga suka bermain-main seperti
kalian. Nah, apakah kalian mau saya beri uang?"
"Mau.. mau.." sahut ketiga anak itu serempak.
"Okay, begini," pak Tua itu tersenyum. Lalu ia mengeluarkan tiga lembar
uang ribuan dari sakunya. Katanya, "Masing-masing dari kalian saya beri
uang seribu. Tapi kalian harus berjanji mau bermain-main di sini dan
memukuli tong sampah ini setiap hari."
Anak-anak itu senangnya luar biasa. Sejak itu setiap hari mereka "bekerja"
memukuli tong sampah itu dengan penuh semangat.

Beberapa hari kemudian, pak Tua itu menghampiri dan menyambut "pekerjaan"
mereka dengan penuh senyum. Namun kali ini senyumnya tampak agak sedih.
Katanya, "Nak, kalian tahu khan situasi krisis akhir-akhir ini membuat uang
pensiun saya tak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari."

Ia menarik
nafas dalam-dalam. Anak-anak itu menunggu apa yang diucapkannya.
Lanjut pak Tua. "Mulai hari ini saya hanya bisa membayar kalian lima ratus
saja untuk tugas kalian memukuli tong sampah ini."
Anak-anak itu tampak kecewa dengan keputusan pak Tua, namun mereka masih
bisa menerimanya. Lalu mereka melanjutkan tugas mereka membuat keributan
sepanjang hari.

Beberapa hari kemudian, pak Tua itu dengan wajah memelas mendekati
anak-anak yang sedang memukuli tong sampah. Katanya, "Maaf, bulan ini saya
belum menerima kiriman uang pensiun. Saya hanya bisa memberi kalian bertiga
seribu Rupiah saja."

"Apa..? Seribu untuk bertiga?," protes pemimpin pemain tong sampah itu. "

Apa pak Tua kira kami ini mau menghabiskan waktu kami di sini hanya untuk
uang segitu? Ah, yang benar saja! Pak Tua ini tidak masuk akal.
Mulai hari ini kami tidak mau lagi melakukan tugas ini lagi. Kami keluar."
Ketiga anak lelaki itu pergi meninggalkan pak Tua itu dengan
bersungut-sungut.

Dan, sejak hari itu pak Tua menikmati ketenangan hingga akhir hayatnya.

Begitulah bila kita mencampur-adukkan kegembiraan hati dengan "uang gaji".
Seringkali kita kehilangan keceriaan hanya karena kita menganggap
"keceriaan" itu adalah sebuah pekerjaan yang dibayar, maka bila
"bayarannya" berkurang maka kesenangan pun jadi berkurang.

Jangan sampai kegembiraan anda menghilang di balik beberapa lembar uang
gajian belaka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

silahkan beri Komentar sehat dan membangun