Selasa, 21 Agustus 2007

Berpikir Positif


Doni sangat kesal memikirkan perilaku Amir yang selalu berpikir
negatif. Dulu Doni pernah mengira bahwa Amir memang memiliki banyak
masalah sehingga dia bersikap demikian. Tapi ternyata perilaku
tersebut terus berlanjut tanpa pernah berubah.

Pernah suatu hari salah seorang karyawan memberikan kado ulang tahun
untuk Doni, sebuah dasi. Tidak terlalu istimewa, tapi cukup indah.
Motifnya berupa garis-garis yang sejajar tapi jarak antara garis yang
satu dan lainnya tidak sama. Doni senang.

Anehnya, ketika mendengar hal tersebut, Amir langsung mendatangi Doni
untuk ikut melihat dasi barunya. Setelah melihatnya, Amir
berkata:"Oh, dasi beginian. Di pasar Tanah Abang banyak." Mendengar
perkataan itu, tentu saja Doni agak kurang senang. "Masa' sih? Tapi
yang penting kan niatnya untuk memberikan hadiah itu yang harus
dihargai. Bukan harga barangnya."

Bukannya mereda, malah Amir semakin emosi. "Iya. Betul kok. Nih
bahannya sama!", katanya sambil menggosok-gosok ujung dasi tersebut
dengan dua jarinya. Doni hanya bisa diam saja untuk menahan emosinya
yang sudah mulai bangkit.

Sebenarnya, dia sempat merasa bersyukur dalam hatinya karena orang
yang memberikan dasi itu tidak ada di sekitar tempat tersebut. Coba,
kalau ada, kan bisa gawat? Apalagi kalau dia sampai bisa mendengar
semua komentar Amir dengan jelas. Wah, bisa-bisa perang deh.

Ketika ada karyawan yang mengusulkan agar diadakan program pelatihan
bagi seluruh karyawan, maka Amir pula yang paling giat menentang usul
tersebut. "Untuk apa? Kita kan banyak yang sudah lama bekerja di
sini, sudah tahulah harus bagaimana. Untuk apa pelatihan lagi? Buang-
buang waktu saja. Yang penting kan penjualan? Buat apa pelatihan
kalau penjualan sama saja atau bahkan menurun? Betul nggak?"

Sambil menyabar-nyabarkan hati, Doni nyeletuk, "Ya jangan begitu
dong. Pelatihan jalan, tapi penjualan juga jalan. Malah bisa
meningkat kalau kita lebih berusaha." Tapi dengan emosi yang sangat
menggebu-gebu Amir tetap berusaha meyakinkan semua orang bahwa
pelatihan tidak ada gunanya. Ketika akhirnya pelatihan diadakan juga
dan dia harus ikut, wah, marahlah dia kepada semua orang.

Doni mencoba menganalisa sikap Amir. Mengapa dia selalu negatif?
Mengapa dia tidak mau mendengarkan atau menganalisa terlebih dahulu?
Mengapa dia selalu menolak ide orang lain? Mengapa dia tidak sadar
telah merendahkan orang lain? Bahkan, Amir seringkali tidak peduli
apakah pendapatnya menyakiti hati orang lain atau tidak.

Dalam pelatihan, barulah tampak jelas sikap Amir. Ternyata dia paling
sulit mengikuti pelatihan. Mengapa? Dia merasa sudah bisa. Tidak
perlu belajar lagi. Untuk apa susah-susah belajar lagi? Perasaan itu
tanpa disadarinya telah membuat hati dan pikirannya tertutup terhadap
hal-hal baru.

Doni juga melihat, di balik semua kesombongan Amir, sebenarnya dia
rapuh sekali. Banyak sekali peluang untuk meningkatkan kemampuan,
tapi Amir tidak memanfaatkan peluang tersebut.

Kalau ada yang berkata bahwa semua orang perlu menguasai bahasa
asing, maka Amir berkata "Buat apa? Ini kan negara kita? Mereka yang
harus belajar bahasa kita dong. Untuk apa kita belajar bahasa
mereka?" Amir tidak mampu melihat bahwa tujuan mempelajari bahasa
asing tidaklah sedangkal itu.

Pemikiran sederhana

Pemikiran Amir terlalu sederhana, seperti pemikiran anak kecil. Tapi
sebaliknya dia tidak merasakan demikian, malah dia merasa paling
pintar dan paling berani mengemukakan pendapat. Sedangkan sebenarnya
dia malas belajar bahasa asing. Jangan-jangan nanti malah ketahuan
bahwa bahasa asingnya sangat jelek. Lagipula dia malas mempelajari
hal-hal baru.

Dengan berpikir negatif dia ingin tampil paling pintar karena selalu
memiliki alasan untuk menolak atau mematahkan pendapat orang lain.
Untuk menutupi kekurangannya, tanpa sadar dia juga tidak ingin orang
lain berkembang, dia berusaha mencegah orang lain untuk maju atau
mempelajari hal baru.

Karena itu, bulan lalu Doni mencoba menerima karyawan baru yang
memiliki kemampuan cukup tinggi. Orang tersebut diberi kedudukan yang
sejajar dengan Amir. Tiga minggu pertama Amir marah-marah melulu. Dia
terus menerus mencela karyawan baru tersebut. Yang kurang pintarlah,
yang sombonglah, dan seribu satu kekurangan serta kesalahan. Tapi
Doni tidak menanggapi dan menyarankan agar Amir belajar membuka diri.

oni hanya berkata "Kita mungkin lebih pintar dari orang lain, tapi
banyak pula orang lain yang jauh lebih pintar dari kita. Orang baru
itu memiliki kekurangan, tapi kita semua juga memiliki kekurangan.
Jadi tidak perlu melihat sisi negatif orang lain. Saya hanya minta
kerja sama kalian berdua."

Minggu keempat mulai ada sedikit perubahan dalam sikap Amir. Karyawan
baru tersebut mampu menunjukkan kemampuannya dan bisa menunjukkan
kinerja yang sangat baik. Amir mulai tidak terlalu berani
menentangnya. Doni akan mencoba terus untuk tidak lagi menanggapi
keluhan Amir. Kalaupun ditanggapi, percuma. Amir tidak akan berubah
karena argumen Doni. Jadi biarkan saja.

Selain itu, Doni selalu menjaga agar dirinya sendiri selalu berpikir
positif dengan tujuan untuk memberi contoh kepada Amir. Agar Amir
bisa melihat bagaimana cara berpikir positif. Think positive! Act
positive!

Sumber: Berpikir Positif oleh Lisa Nuryanti