Kamis, 16 Agustus 2007

Why Me??


Oleh : Nathalia Sunaidi


Rosita (bukan nama sebenarnya) datang ke terapi dengan pikiran yang kalut. Ia bingung mengapa dalam pekerjaannya selalu ada masalah. Proyek-proyek yang dipegangnya pada awalnya terlihat mulus dan terencana dengan baik tapi di tengah prosesnya selalu ada saja masalah yang mengakibatnya proyeknya tersendat atau bahkan gagal. Ia juga cenderung mendapatkan atasan yang tidak baik dan selalu mengeksploitasinya. Begitu banyak hal yang tidak berjalan dengan mulus di dalam hidupnya. Bahkan, ia belum menemukan seseorang yang mencintainya dan yang bisa memahaminya. “Why me?”, itulah pertanyaan yang keluar dari dirinya mengenai hidupnya. Ia melakukan regresi kehidupan lalu untuk mencari jawabannya.

Setelah beberapa saat, Rosiana memasuki kehidupan lalunya. Ia adalah seorang pria India di tahun 1930-an. Ia memiliki sebuah perusahaan dengan puluhan orang karyawan. Ia berkata, “Saya seorang bos yang buruk. Saya selalu meminta karyawan-karyawan saya untuk bekerja sangat keras tapi membayar mereka dengan gaji yang sangat minim. Saya selalu berpikir, masih bagus saya mau mempekerjakan mereka jadi mereka harus bersyukur dengan upah yang minim itu”. Ketika karyawannya memiliki ide untuk mandiri, ia selalu berusaha menggagalkan ide itu dengan segala cara. Sampai akhirnya, para karyawannya tidak memiliki mimpi lagi. Ia berkata, “Saya tidak ingin ada karyawan saya yang melebihi saya. Saya ingin mereka terus bekerja di bawah saya.”

Di akhir regresi, Rosita menyimpulkan, “Saya dulu selalu menghambat pencapaian karyawan-karyawan saya maka di kehidupan sekarang proyek-proyek yang saya pegang sering gagal sehingga menghambat pencapaian karier saya. Dulu saya juga seorang atasan yang jahat, tidak heran di kehidupan sekarang saya banyak bertemu atasan-atasan yang memperlakukan saya dengan buruk”. Ia menambahkan, “Setelah mengetahui pelajaran ini, saya akan membantu teman-teman untuk mencapai pencapaian mereka karena dengan demikian sesungguhnya saya pun sedang menolong diri saya untuk bisa mencapai pencapaian hidup saya.”

Ketika saya tanyakan apakah ada pola yang berulang yang terjadi di kehidupan sekarang, ia berkata, “Sekarang saya selalu mau memegang kendali sehingga saya cenderung bossy. Ternyata tanpa saya sadari, saya pun tidak ingin bawahan-bawahan saya untuk lebih baik dari saya, sama seperti orang India di kehidupan lalu saya”.

Dari regresi Rosita saya merenungkan sebuah pelajaran yang sangat menginspirasi, bayangkan jika menghambat pencapaian seseorang bisa mengakibatkan kita sulit mencapai hasil yang maksimal, bagaimana jika kita selalu berusaha untuk membantu orang lain mencapai pencapaian mereka? Melalui kasus Rosita kita bisa belajar bahwa tidak akan pernah rugi jika kita melakukan kebaikan pada orang lain karena kebaikan akan menghasilkan kebaikan, dan juga sebaliknya, hal buruk akan menghasilkan keburukan.

“Apa pun yang kita lakukan pada orang lain sesungguhnya kita sedang melakukannya pada diri kita sendiri.”