Senin, 20 Agustus 2007

DAPAT HADIAH, TAPI DIHUKUM

Oleh: Ny. Widya Suwarna

Li Hung yang tampan adalah ajudan Raja Ming. Raja ini memerintah sebuah kerajaan kecil yang damai. Raja Ming memiliki seorang putri cantik bernama Mei Mei. Suatu ketika, datanglah rombongan dari kerajaan besar yang diperintah Raja Chao.
Raja Ming menyambut tamunya dan mengadakan pesta meriah. Setelah makan dan minum seorang kakek utusan Raja Chao berkata,
"Raja kami telah mendengar berita kecantikan dan kebaikkan Putri Mei Mei. Raja ingin meminang Putri untuk menjadi istri putranya, Pangeran Huang."
Raja Ming sangat terkejut. Pangeran Huang terkenal suka foya-foya, walaupun adiknya, Putri Mei Hoa, cantik dan baik budi…
"Kami berterimakasih atas berita baik itu. Kami akan memikirkannya dan segera mengirim utusan ke negeri anda!" jawab Raja Ming.
Rombongan dari kerajaan Chao setuju. Mereka lalu pamit pulang. Raja Ming lalu berdiskusi dengan permaisurinya.
"Putriku harus menikah dengan pria baik-baik!" kata Raja Ming
"Kalau pinangan Raja Chao ditolak, apa kita tidak akan celaka? Kerajaan kita sangat kecil dibandingkan Kerajaan Chao!" jawab Permasuri cemas.
Akhirnya Raja Ming mengambil keputusan untuk menolak pinangan itu dengan cara halus. Ia menyiapkan sebuah pot bunga yang indah dari pualam. Lalu mengisinya dengan tanah dan menaruh beberapa tangkai bunga rumput. Raja menyuruh Li Hung menyampaikannya pada Raja Chao.
"Katakan bahwa kami tidak berani menerima kehormatan tersebut. Karena Putri Mei Mei bagaikan bunga rumput yang tak ada harganya. Sedangkan Pangeran Huang adalah Putra Mahkota kerajaan besar dan jaya bagaikan pot bunga pualam!" demikian pesan sang Raja Ming.
Maka Li Hung sang ajudan lalu berangkat. Ia membawa pot itu dengan hati-hati. Pesan sang Raja diingatnya baik-baik. Namun pikiran dan perasannya tidak bisa menerima. Yang benar saja, kata Li Hung dalam hati. Justru Pangeran Huang yang tak pantas bersanding dengan Putri Mei Mei. Sebab Putri Mei Mei cantik dan baik, sedangkan Pangeran Huang suka berfoya-foya. Semakin dekat ke Kerajaan Chao, perasaan Li Hung semakin tidak nyaman.
Akhirnya di mengambil suatu keputusan nekad. Ia menukar pot bunga yang dibawanya dengan pot bunga dari tanah liat. Lalu mengisinya dengan kotoran sapi dan setangkai mawar merah yang segar dan indah.
Ketika menghadap Raja Chao, ia mempersembahkan pot itu. Raja Chao mengerutkan dahi dan bertanya," Apa maksud Raja Ming?"
"Baginda, Raja Ming mengatakan bahwa putrinya tidak layak menikah dengan Pangeran Huang. Sebab putrinya bagaikan bunga rumput yang tak ada harganya. Sementara Pangeran Huang bagaikan pot bunga pualam yang indah!" kata Li Hung sambil terus bersembah sujud.
"Haaaaah, aku tak mengerti. Ini pot berisi tanah liat kotoran sapi dan setangkai mawar yang indah!" kata Raja Chao. "Berarti putraku bagaikan kotoran sapi, bukan bagaikan pot bunga pualam!"
Li Hung tersenyum.
"Oooh, itu melambangkan suara rakyat, termasuk hamba sendiri. Hamba yang menukar pot bunga pualam dengan pot liat berisi kotoran sapi. Bunga rumput hamba tukar dengan bunga mawar yang indah!" kata Li Hung. "Tentunya Baginda sendiri tidak rela kalau putri Baginda menikah dengan orang yang sifatnya tidak baik!"
Raja Chao terdiam. Ajudan Raja Ming ini mengatakan hal yang benar. Pangeran Huang memang harus memperbaiki sifat-sifat buruknya.
"Tinggallah di sini semalam dan besok engkau boleh pulang dengan membawa suraku. Aku membatalkan pinangan tersebut!" kata Raja Chao.
Keesokkan harinya Li Hung pulang ke negerinya. Ia membawa sepucuk surat dan mendapat hadiah dari Raja Chao.

Li Hung sangat gembira. Setiba di istana ia menyampaikan surat itu pada Raja Ming. Isinya antara lain…. Aku menyadari sifat putraku yang buruk akibat ulah ajudanmu, Li Hung. Putraku memang tidak pantas menikah dengan Putri Mei Mei. Jadi kubatalkan pinangan itu. Namun, aku mohon agar ajudanmu yang lancang (menukar pot bunga dan bunganya) mendapatkan hukuman yang sesuai dengan hukum di negerimu…..
Raja Ming berkata, "Li Hung, kamu berjasa sehingga pinangan Raja Ming dibatalkan. Karena itu aku memberimu hadiah sekantung uang emas. Tapi, kau lancang. Karena hanya menjalankan sebagian perintahku. Kau lancang menukar pot dan bunga kirimanku. Karena itu, sesuai hukuman yang berlaku, kau harus dibuang ke gurun pasir!"
Li Hung terperajat. Namun ia menyadari kesalahannya.
Maka Li Hung pun pulang ke desanya dan memberikan uang emas ke ibunya. Ia memberitahu tentang hukuman yang harus dijalaninya. Ibunya menangis, tapi kemudian berkata, "Tuhan akan menolongmu, Nak. Mati dan hidup manusia ada di tangan Tuhan!"
Pada hari yang ditentukan, para prajurit membawa Li Hung ke padang gurun. Ia berjalan di pasir yang panas. Kulitnya terbakar dan ia sangat kehausan. Akhirnya Li Hung pingsan. Namun, ketika sadar, ia berada di kamar yang indah.
"Apa aku sudah mati? Di mana aku?" tanyanya.
"Kau ada di istana. Aku menyuruh pengawal-pengawalku menolongmu!" jawab Raja Ming.
"Terimakasih, Baginda sudah menyelamatkan nyawa hamba!" kata Li Hung.
"Kau akan kuangkat menjadi salah satu penasihatku. Tapi, ingat! Jangan lancang. Kalau punya gagasan bagus, rundingkan dulu sebelum ambil tindakan sendiri!" kata Raja Ming.
Li Hung pun menjadi penasihat Raja. Ia berkawan dengan Pangeran Huang dan menasihati Pangeran Huang agar mengubah sifat-sifat buruknya. Beberapa tahun kemudian, Pangeran Huang akhirnya menikah dengan Putri Mei Mei. Dan Li Hung menyunting Putri Mei Hoa.