Senin, 20 Agustus 2007

Ketika Segala Sesuatunya Tidak Berjalan Sesuai Rencana


Kita tentu pernah mendengar kalimat ini; Gagal merencanakan, berarti merencanakan kegagalan. Dalam banyak hal, kalimat ini mengandung kebenaran; terutama bagi kita yang percaya bahwa perencanaan yang baik memberikan arah kepada tindakan yang mesti kita lakukan sehingga boleh dikatakan; kita hanya melakukan sesuatu dengan guaranteed result. Besok anda mau kemana?


Jika ada orang yang bertanya begitu, maka jawaban anda kurang lebih merupakan sebuah perencanaan, kecuali anda menjawab; entahlah, aku tidak tahu.



Tetapi, apakah jawaban yang sama yang akan anda ucapkan jika pertanyaan itu tentang masa depan anda? Terlalu beresiko bukan? Baiklah, jadi sebaiknya anda benar-benar mempunyai rencana yang layak untuk masa depan. Namun, bagaimana jika ditengah jalan anda mendapati bahwa segala sesuatunya tidak berjalan sesuai rencana?

Di arena pertunjukan satwa laut, atraksi di kolam lumba-lumba selalu menjadi favorit; tidak hanya bagi anak-anak, melainkan juga orang dewasa. Apalagi sejak kedatangan dua ekor paus putih yang berasal dari perairan laut Russia beberapa waktu lalu. Tidak lengkap pentas itu jika kita tidak menyaksikan atraksi kedua hewan mamalia cerdas itu. Atraksi lumba-lumba tampil lebih dahulu. Dan ketika pintu kolam kecilnya dibuka, secepat kilat empat ekor lumba-lumba melesat menuju kolam besar tempat mereka unjuk kebolehan.

Saya tahu, anda tidak asing lagi dengan petunjukkan lumba-lumba; tetapi, saya tidak yakin anda pernah mendapati kejadian seperti yang kami saksikan kemarin. Setelah pertunjukkan selesai, lumba-lumba itu segera digiring untuk kembali ke kolam kecil yang menjadi kandang mereka. Dan segera setelah itu, paus putih memasuki kolam besar untuk menghibur penonton.

Begitulah rencananya. Tetapi, keempat ekor lumba-lumba itu menolak untuk pulang. Para pelatihnya sudah berkali-kali memberikan perintah agar mereka masuk ke kolam kecil, tetapi tak satupun dari mereka yang bersedia melakukannya. Alih-alih pulang kandang, mereka memilih untuk memberikan atraksi tambahan kepada para penonton; tanpa perintah pelatihnya. Ada empat ekor lumba-lumba cerdik; dan ada empat orang pelatih yang berpengalaman. Kira-kira siapa yang menang?


Dalam urusan berenang, titel sebagai pelatih lumba-lumba tidak serta merta menjadikan empat orang teman kita itu sebagai perenang yang lebih hebat dari hewan yang dilatihnya. Tetapi, sebagai mahluk yang mengklaim paling cerdas, tentu manusia tidak bisa dengan mudah dikalahkan. Nah, sekarang empat lumba-lumba berhadapan dengan empat manusia. Masing-masing mewakili dua ras mahluk yang diduga cerdas itu. Dan mereka sudah siap untuk adu cerdas tangkas diatas pentas.

Jika kita menghitung berapa kali usaha yang dilakukan para pelatih untuk membujuk lumba-lumba itu masuk kandang sebagai seri play-off sebuah pertandingan; maka saya perkirakan, kita para manusia telah kalah telak dengan sekor sekitar 27 melawan 3. Duapuluh tujuh point untuk lumba-lumba, dan tiga untuk kita. Kita mendapatkan point tiga karena sejauh ini, para pelatih baru berhasil mengandangkan tiga ekor lumba-lumba; itupun dengan susah payah.


Dan hebatnya lagi, teman kita si lumba-lumba terakhir ini masih terlalu tangguh untuk keempat pelatihnya. Terutama ketika salah seorang pelatih terjun ke kolam untuk menggiringnya; dia semakin terlihat perkasa. Tentu saja; bahkan Deni si manusia ikan pun belum tentu mampu mengalahkan gaya berenang lumba-lumba bukan? Satu point tambahan untuk kontingen lumba-lumba. Dan ketika pertandingan itu berlangsung begitu panjaaaaaang dan laaaaaamaaa, sehingga menjadi lebih lama dari pertunjukkan utama tadi; maka regu manusia meminta time out.

Hey, saya tidak sedang bersenda gurau. Ini time out beneran. Keempat pemain manusia itu meminta waktu untuk briefing dibelakang pentas pertunjukan; sementara lumba-lumba hebat itu masih melompat-lompat dan bermain dikolam besar yang sekarang sudah berubah menjadi gelanggang pertandingan itu. Seperti penonton lainnya; saya menjadi penasaran, gerangan apakah strategy yang akan diterapkan oleh para manusia untuk memenangkan pertandingan itu. Ingat; ini bukan semata-mata soal adu tangkas dalam hal berenang; melainkan adu kecerdasan dua mahluk cerdas dimuka bumi. Bisakah anda bayangkan jika manusia kalah dipentas ini? Jadi, sebagai spesies manusia, kita semua berharap agar bangsa manusia pada akhirnya bisa keluar sebagai pemenang.

Dan tahukah anda; strategy apa yang dipakai oleh teman-teman kita itu rupanya? Saya yakin, anda tidak akan pernah menduganya. Teman-teman kita itu menggunakan jaring! Jujur saja, saya terkejut melihat keempat pelatih itu kembali dari balik panggung sambil membawa jaring. Namun, sekalipun saya merasa kasihan pada lumba-lumba itu jika harus ditangkap dengan jaring; namun, pada akhirnya, saya menyerahkan kepercayaan sepenuhnya kepada para wakil ras manusia itu untuk melakukannya jika perlu. Toh mereka adalah pelatih professional. Mereka tahu apa yang dilakukannya; sehingga tidak menyakiti mahluk lucu itu. Tetapi, mungkinkah beberapa tahun lagi para lumba-lumba bisa menciptakanan teknologi anti jarring?

Maaf. Tadi kita sedang bicara soal apa? Soal ketika segala sesuatunya tidak berjalan sesuai rencana.


Pertama-tama, marilah kita pastikan bahwa kita termasuk orang-orang yang percaya bahwa mempunyai rencana untuk masa depan kita itu adalah baik adanya. Sebab, jika tidak; sia-sia saja anda membaca semua yang saya ceritakan dalam tulisan ini.


Kedua, jika kita mempunyai rencana sudah; sebaiknya kita tetap sadar bahwa segala sesuatunya tidak selalu berjalan sesuai rencana. Adakalanya kita mesti berubah arah sedikit. Berbelok kekiri. Menikung kekanan. Bahkan sampai berputar arah sekalian. Itu menandakan bahwa kita butuh tetap fleksibel. Bukan plin-plan. Karena felksibel sama sekali bukan kata lain dari plin-plan. Dengan fleksibilitas, kita bisa dengan mudah melakukan adaptasi. Dengan sikap plin-plan; kita hanya akan terombang-ambing; seperti seekor kambing yang pasrah saja ketika dibikin berguling-guling diatas bara api untuk dijadikan kambing guling. Ketika kita fleksibel, maka kita bisa meliuk kekiri dan kekanan. Dan ketika kita fleksible, kita bisa mergerak sejalan dengan perubahan.


Ketiga, sekalipun kita sudah cukup fleksibel; tetaplah menyadari bahwa munculnya situasi sulit tidak menjadi nihil adanya. Dan disaat-saat seperti itu; mungkin kita perlu menggunakan jaring.


Catatan kaki:
Tahukah anda bahwa lumba-lumba jagoan kita itu tidak jadi ditangkap dengan jaring? Ya, begitulah yang terjadi di salah satu pusat atraksi satwa laut kemarin. Tahukah anda kenapa? Karena ketika para pelatih menurunkan jaring kedalam kolam, dan mereka siap untuk menggunakannya; lumba-lumba itu segera menuju pintu kolam kecil dan memasukinya dengan sukarela. Siapa yang lebih cerdas jika demikian?



Source : Dadang Kadarusman