Pria? Ah, mahluk ini memang membuat beragam kehidupan perempuan. Ada manis juga pahit. Namun pria memang dibutuhkan dalam kehidupan perempuan, namun bukan dibutuhkan untuk digantungi dan diserahkan kehidupan sepenuhnya. Karena bukan tipeku untuk menggantungkan hidup sepenuhnya pada pria. Pria bagiku adalah pasangan jiwa, tempat melabuhkan kasih. Bukan tempat menyerahkan kehidupan sehingga aku tidak menjadi diri sendiri lagi.
Dan aku ingin berbagi pada pembaca tentang kehidupanku yang bersentuhan dengan pria. Yang mungkin ada manfaat yang dipetik. Sekaligus gugatanku, pada fenomena keliru umummnya pria, memandang perempuan semata objek seks. Dan kebodohan pria menilai jatidiri perempuan yang independen dan moderat, yang diidentikkan dengan kebebasan, teruatama kebebasan seks! Ah, itulah dunia pria, yang ternyata banyak cekak menilai jatidiri perempuan. Pertama: Pria yang bersinggungan dengan kehidupanku adalah Diyanto. Ketika itu masih SMP.Bagiku ia hanya teman. Ia pernah beberapa kali kirim surat cinta ke aku…Tapi aku malah ketakutan dan lari terbirit-birit kalau ketemu dia…hehehe…anak kecil banget nggak, yah?. Jelas, saja waktu itu aku masih SMP sih. Meskipun mungkin beda sekali dengan SMP sekarang yang sudah berani pacaran...
Kedua: Haimin. Waktu itu aku SMA. Kategori hubunganku dengan “PDKT” alias pendekatan. Dia suka aku. Tapi menurutku cowok ini kurang pinter, sedangkan aku selalu jadi juara kelas! Laki-laki ke-dua-ku ini sebenarnya dewasa sekali. Soalnya doi Ketua OSIS dan anggota Paskibra sekolah.. Karena tidak kuat selalu aku cuekin, akhirnya doi pacaran sama ‘mak comblang’ kami. Kabarnya sekarang doi sudah jadi Perwira Angkatan Laut di Surabaya Ketiga: Mileh, waktu aku SMA juga.Kategori hubungan adalah teman dekat. Tapi ada cinta monyet didalamnya. Aku akhirnya jadi suka dengan dia karena dikomporin teman-teman. Padahal laki-laki ini bukan tipe-ku. Kalo dia nggak bisa ngerjain tugas di depan kelas, aku yang disuruh guru menyelesaikan di papan tulis biar dia ngerti. Iiiih, meski ketahuan banget kekurangannya, aku kok bisa suka ya? Sekarang nggak tahu kabar terakhirnya!
Keempat: Iman. Masih kategori “ PDKT” alias pendekatan juga. Pria keempat-ku ini, suka dan cinta sekali sama aku. Sayangnya aku nggak suka, selain karena tetangga-an, doi mirip India…tapi manis, hidungnya mancung dan badannya tinggi besar. Kita nggak jadi pacaran karena waktu itu aku dihadapkan pada dua pilihan, memilih dia atau memilih pria lain, yang aku suka dan aku pilih. Sekarang pria ini manajer sebuah perusahaan swasta bagus, di kota ini. Suatu kali aku pernah ketemu dia lagi sih. Tapi kayaknya ia dendam sekali sama aku. Belakangan aku nyesal juga kenapa dulu nolak cintanya…Ah, sudahlah…konsekuensi dari sebuah pilihan!
Kelima: Eric. Aku pacaran 3 tahun dengannya. Awalnya dia cinta mati dan suka sekali sama aku. Doi juga termasuk kategori yang sangat norak nunjukin rasa sukanya ke aku di depan teman-teman. Karena norak itu, aku jadi benci banget.. Padahal doi cakep, kata orang-orang sih, mirip bintang sinetron berbadan tegap dan bertampang cerdas.
Badannya tinggi besar, keningnya agak botak, dan bibirnya seksi! Untuk mendapatkan cintaku, doi termasuk pria yang sangat gigih. Setelah pernah ku tolak cintanya, selama satu tahun masih terus ngejar-ngejar aku. Akhirnya aku takluk juga! Eh, setelah pacaran malah aku yang cinta mati sama dia. Soalnya dia berubah, menjadi pendiam, lebih dewasa, romantis dan melindungi! Kami bubaran karena aku nggak kuat ngelihat dia selalu didemenin cewek-cewek. Ia banyak fans dari pekerjaannya, hingga banyak yang tergila-gila! Aku yakin dia nggak playboy. Nggak pernah memanfaatkan kesempatan walau setiap hari didekatin cewek-cewek cantik. Ia selalu menghiburku dengan lagu-lagu romantis seperti Love so Beautiful dari Michael Bolton, Glory of Love-nya Peter Cetera, You’re the Inspiration-nyaChicago, Seandainya Aku Bisa Terbang-Kahitna. Pokoknya, inilah saat-saat termanis dan paling romantis dalam hidupku.
Tapi kami selalu putus-sambung. Capek dengan keadaan itu, akhirnya ia selingkuh. Aku stress berat, patah hati dan jadi trauma pacaran.
Lalu aku memilih cara berbeda untuk melupakan kesedihanku akibat putus cinta. Aku melampiaskannya dengan setiap hari menyelesaikan skripsi sampai larut malam hingga aku bisa wisuda lebih dulu dari teman-teman seangkatanku. Sebelum wisuda, aku sudah lulus tes dan diterima bekerja di perusahaan asing di kotaku. Pada waktu yang sama, aku juga diterima bekerja pada sebuah perusahaan lain. Aku bimbang, dan pilihan kujatuhkan pada perusahaan terakhir.
Betapa bangganya aku ketika di usia-ku yang masih 23 tahun aku sudah punya empat orang anak buah. Aku bisa me-manage anak buahku dengan ritme kerja seperti yang aku inginkan. Aku bisa berkenalan dengan banyak orang dari berbagai kalangan. Dan aku adalah salah satu karyawan yang dipromosikan begitu cepat pada tingkatan karir yang lebih tinggi. Itulah hasil yang kudapatkan akibat workaholic karena putus cinta! Jadi, kalau tiba-tiba aku menjadi workaholic kembali dan punya ambisi macam-macam, berarti aku sedang putus cinta.
Keenam: Fidi. Aku pacaran cuma dua bulan! Sejak pertama kenal waktu aku baru mulai masuk kerja, pada perusahaan itu, ia sudah suka lirik-lirik aku. Tapi waktu itu kabarnya ia sudah punya tunangan. Nggak tahu kenapa, kemudian menurutnya dia putus dengan tunangannya. Eh, malah dekatin aku. Ternyata laki-laki ke-enam-ku ini tipe cowok tradisional. Ia bilang ke teman-temanku, aku gila karir, workaholic, ambisius dan punya banyak cita-cita. Sedangkan dia sudah ingin punya istri. Tapi istrinya harus yang bisa ngelayanin dia setiap saat. Akhirnya kami saling menjauh. Waktu dia sudah tidak lagi selalu bersamaku, aku sedih juga walaupun pacaran cuma sebentar, tapi terasa sekali kehilangan. Nggak ada lagi lelaki penyayang yang selalu merhatiin dan setiap malam ngucapin selamat tidur untukku.Yah, aku kehilangan cowok romantis untuk kedua kalinya.
Ketujuh: Rusdo. Awalnya kami akrab sekali setiap hari selalu makan siang dan makan malam bareng, diskusi tentang banyak hal termasuk tentang lagu dan musik jazz kesukaannya. Lelaki ini modern banget. Yah, bisa dibilang lelaki metroseksual. Kuliah di salah satu universitas di salah satu kota di Pulau Jawa. Dari keluarga berada dan punya wajah cakep. Dari dia ini aku mengenal live music, kafe, dan dugem. Tapi kemudian ternyata dia opurtunis, yang sangat membuat aku membencinya.
Ke delapan: Edi. Lelaki ini adalah karyawan baru dengan status masa percobaan di tempatku bekerja. Sebagai karyawan baru yang ingin banyak belajar, dia sangat menghormatiku. Meski umur-nya seusia denganku, tapi inilah laki-laki paling imut dan paling manja yang pernah aku kenal. Wajahnya lumayan, badannya juga tinggi besar. Hampir setiap hari ia mengajakku keliling-keliling kota.
Ia hormat ia padaku, ia menolak ketika aku memintanya untuk hanya memanggil namaku tanpa didahului kata “Mbak” yang membuatku gerah! Ia tak lebih menganggapku sebagai atasan yang harus dihormati dan dituruti. Aku benci pada kepatuhan-kepatuhannya padaku. Sampai pernah suatu kali ia menawarkan diri menjadi ‘gigolo’ untukku. Ups! Dia pikir aku perempuan apa? Atau, dia memang sering menjalani profesi itu? Akh!
Kesembilan: Rus. Laki-laki ini termasuk laki-laki manja, takut bersikap, dan tidak berani mengambil keputusan. Ia sudah punya istri dan masuk dalam organisasi ISTI- Ikatan Suami Takut Istri. Bekerja satu tim dengannya membuat pekerjaanku menjadi lebih baik dan tertata rapi. Pertama kenal, yang aku tahu dia belum punya istri. Tiga bulan kemudian dia mengaku diajak seorang perempuan untuk menikah! Dia sering bercerita bahwa ia hanya ‘setengah hati’ menikahi istrinya. Dia bilang, dia mengambil keputusan untuk menikah karena alasan yang menurutku nyeleneh! Ia mengaku menyesal menikah terburu-buru. Dia mengatakan suka padaku dan meminta cinta dariku! Tapi aku muak dengan ketakutan-ketakutannya pada istrinya. Dan aku sangat menyadari, bukan tipe laki-laki seperti ini yang aku harapkan menjadi pelindungku!
Kesepuluh: Roy. Laki-laki ini dulunya berstatus duda dan telah punya satu anak. Tapi sekarang ia sudah menikah. Pria ini termasuk laki-laki pintar yang pernah aku kenal. Dia tidak pernah bosan menjelaskan banyak hal ilmu pengetahuan yang ingin kudalami. Aku menganggapnya guru dan pembimbingku. Pertama kenal, kami sering sms-an tengah malam. Saat aku ultah, tepat jam 12 malam dia memberiku ucapan, “Selamat Ultah, semoga makin sabar, semakin dewasa, semakin cakep dan cepat ketemu jodoh…” Sambil menambah ujung sms itu dengan “Mmmmuuaaah..”
Suatu hari dia bercerita tentang teman wanitanya yang juga berkarir. Dia bilang, temannya itu belum mau menikah karena punya target hidup dan obsesi yang belum terpenuhi. Tapi temannya itu butuh seks dan melakukan hubungan dengan seseorang yang dipilihnya atas dasar suka sama suka, tanpa ikatan dan tanpa tuntutan. Toh, dua-duanya sama-sama senang dan tidak ada yang dirugikan, katanya.
Aku katakan aku belum sampai pada tingkat pemikiran seperti itu. Lalu dia bilang, aku nanggung. Aku wanita modern setengah-setengah dan tidak berani. Aneh, banget! Dan terus terang aku tersinggung. Setelah beberapa lama aku menghentikan sms-sms-ku.
Ke sebelas: Andi. Aku menyebut hubungan kami, apa ya? Teman Tapi Mesra barangkali! Atau selingkuhan? Karena pria ini juga sudah punya istri. Tapi pria ke-sebelas-ku ini marah sekali kalau dibilang takut sama istrinya. Awalnya aku sekedar simpatik. Lelaki pinter. Pada suatu waktu ia menghubungiku via telpon dan berkisah soal pribadinya. Dia bilang, dia menikah karena takdir. Dia kebingungan menjelaskan tentang makna pernikahannya bagi hatinya. Ia menanyakan aku punya pacar nggak, suka pria beristri nggak, malah dia bilang sex appeal-ku keluar. Ups...kalimat yang sudah terbiasa aku dengar dari mulut para lelaki hidung belang!
Setelah itu, hampir setiap hari ia menghubungiku via telpon. Yang masih aku kenang hingga detik ini, saat dia menelponku suatu malam, dan bilang kalau barusan dia menyanyikan lagu ‘Widuri’, dan dia ingat aku! Aku hampir menangis saking gembira dan terharunya karena dia ingat aku.
Suatu kali aku kembali bertemu di sebuah kota. Aku masih positif thinking dan tidak pernah berpikiran buruk sama sekali tentang pria ini. Aku sangat menghormatinya. Aku tuakan dan aku kagumi dia karena laki-laki ini punya karakter kuat dan mampu membuat aku tunduk padanya. Dalam keluarga, aku paling keras dan mandiri.
Karena aku ingin belajar dan diskusi tentang banyak hal dengan pria ini, maka kupenuhi undangan untuk datang ke kamarnya. Awalnya biasa saja, dia hanya mengelus lembut kepalaku. Setelah itu, ia mengajakku ke tempat tidur! Meskipun dia tidak memaksa, aku shock luar biasa. Dalam hati aku hanya berdoa, “Ya Allah, aku sangat menghormati pria ini, aku sangat mengaguminya…berikan aku cara terbaik untuk menolaknya agar ia tidak tersinggung dan tidak pergi meninggalkanku. Aku tidak ingin kehilangan dia !”
Dalam hati aku menangis, tapi sumpah.aku tidak ingin kehilangan dia. Aku hanya memberi ciuman untuknya. Dan ciuman itu tulus, karena aku tidak bisa memberinya apa-apa selain itu. Setelah penolakanku, aku sangat yakin dia akan pergi meninggalkanku.
Beberapa hari setelah itu, dia sudah tidak sesering dulu menelponku. Aku sangat kecewa, aku pikir, benar, pria ini seperti pria buaya lainnya.. Memanfaatkan wanita karir yang butuh seks. Awalnya aku marah.
Apa semua wanita karir dan berpikiran maju punya pandangan yang sama tentang kehidupan seks, prinsip suka sama suka, atau hubungan tanpa ikatan. Dulu, aku pernah didekati cowok karena karirku dan aku dimanfaatkannya untuk mendapatkan jabatan. Sekarang, aku didekati cowok karena seks! Ide gila apa ini?
Apa aku ini pelacur yang bercinta hanya karena uang, tanpa hati dan perasaan? Apa yang salah dengan kehidupanku? Apakah salah jika punya karir di usia muda? Salah juga jika melajang di usia matang?
Pria ini sempat membuatku begitu benci. Tapi ia juga pria paling romantis yang pernah aku kenal. Bahkan, keromantisannya melebihi pacarku pertamaku. Mungkin karena sudah berpengalaman menaklukkan hati para wanita. Hingga saat ini aku benar-benar tergila-gila padanya.
Suatu hari, ia pernah berkata suatu saat aku bisa memilikinya. Ia menyuruhku bersabar. Berbeda dari laki-laki yang pernah aku kenal sebelumnya, ia tidak pernah marah atau berdebat denganku ketika aku sedang emosi. Dia membalas emosi dengan cara romantis sekali. Kalimat ciuman yang indah. Yang membuatku terbelalak diam dan emosiku mereda. Kenapa denganku dia tidak pernah berdebat dan se-emosional seperti yang pernah aku dengar? Apa karena dia menganggap memperdebatkan masalahku bukan suatu hal yang penting untuk dibahas? Atau, dia menganggap aku terlalu kecil untuk diajak berdebat? Atau, dia memang begitu lembut kepada perempuan sehingga ia mampu meredam emosi jika perempuan sedang marah?
Aku menjadi plin-plan bila harus mengambil keputusan tentang dia. Apakah hubungan ini aku teruskan dengan status tanpa ikatan…atau aku sudahi hubungan ini dengan konsekwensi aku kehilangan pria paling romantis yang pernah aku kenal.
Kalau hubungan ini aku lanjutkan, apa aku sanggup hanya bisa menghubunginya saat-saat ketika ia tidak bersama istrinya? Sanggupkah aku ketika sedang sangat merindunya, kemudian kembali aku disadarkan dengan statusnya yang sudah beristri?
Dan, sanggupkah hatiku yang sedang berbunga-bunga karena selalu dirayu dengan mesra kemudian kebingungan mencari dimana tempat bergantung hati yang berbunga itu? Sungguh aku belum sanggup! Belum sanggup menanam cinta tanpa ikatan, membina hubungan tanpa kejelasan.
Keduabelas, Parlin. Laki-laki ini selalu ingin terlihat lebih pintar dari-ku. Ia ingin agar aku mau mengakui kepintarannya. Tapi aku tidak bisa. Tidak ada satu hal-pun dari dirinya yang membuat aku simpatik dan mengakui kehebatannya. Laki-laki ini sudah punya istri dan anak. Hampir setiap hari ia mengajakku berdebat dan diskusi tentang suatu hal yang menurutku tidak terlalu penting untuk dipermasalahkan.
Saat pria kesebelasku yang romantis tak pernah mengirim kabar, aku pernah curhat kepadanya bahwa aku sedih. Suatu hari tanpa kuduga ia mengambil kesempatan ini untuk menciumku. Dan melakukan rabaan pada tubuhku. Aku muak dan mual! Ingin aku berlari dan ingin mengadu pada lelakiku yang kesebelas dan paling romantisku.
Ketigabelas. Ail.. Bagiku ia hanya teman, tapi bagi dia aku lebih dari seorang teman. Laki-laki ini baru ku-kenal akhir tahun lalu. Disaat pria teromantis-ku juga tak kunjung ada kabar, aku mencoba membuka hati dan berkenalan dengan laki-laki ini.
Wajahnya lumayan cakep…nice person, kata teman-temanku! Aku menyebut pria ini pria paling kaku. Kekakuan pria ini mungkin juga menjadi penyebab hingga di usianya yang sudah matang mendekati kepala 4, belum punya pasangan. Padahal body-nya bagus, karirnya cemerlang, mapan, rajin olah raga.
Dari perjalanan kehidupanku dengan para pria, aku sadar bahwa aku telah mendikte Tuhan selama ini. Dan kini Dalam doa aku tidak lagi mengatakan “Pokoknya harus dia Ya Allah, harus dia…, karena aku hanya mencintainya...” Aku takut Tuhan marah karena didikte olehku. Akhirnya, meskipun Dia memberikan pria itu untukku, tapi dengan rasa marah…dan aku takut Tuhan marah lagi padaku..!!
Aku ihlaskan perjalanan kehidupanku, pada siapa akhirnya aku melabuhkan hati. Sebagai lelaki pasangan jiwaku. Bukan karena alasan lain, atau takut perawan tua.
(SEperti diceritakan pada Batam Pos)
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silahkan beri Komentar sehat dan membangun