Kamis, 21 Februari 2008

Berpikir Positif Dalam Melayani

Berpikir positif! Berpikir positif! Kalimat itu sering sekali
didengar di kantor. Berulang-ulang. Apa pun yang terjadi, selalu
berpikir positif! Apalagi atasan Neni. Beliau paling suka mengucapkan
kalimat tersebut. Neni sih senang-senang saja mendengar kalimat
tersebut. Betul juga sih. Manusia harus selalu berpikir positif.
Kalau berpikir negatif terus, bisa-bisa wajah jadi kusut dan cepat
tua.

Namun, tadi pagi, ada suatu peristiwa yang membuat Neni merasa tidak
bisa lagi berpikir positif. Seorang pelanggan setia datang ke kantor.
Beliau memang sering berkunjung. Sebagai petugas customer service,
Neni menyambutnya, mempersilakan duduk dan menawarkan bantuan. Tidak
seperti biasanya, pelanggan itu tidak bersikap santai dan gembira,
tetapi dia datang dengan wajah kusut. Tanpa senyum lagi.

Neni tetap tenang. Setelah duduk, dia menawarkan minuman yang dijawab
dengan gelengan kepala. Lalu tiba-tiba dia marah-marah. Neni sendiri
masih bingung dan belum mengerti permasalahannya. Neni masih belum
mengerti mengapa pelanggan ini marah-marah. Namun, dia tidak diberi
kesempatan bertanya. Jangankan bertanya, mau mulai berbicara saja
sudah langsung dipotong. Orang itu tidak berhenti marah-marah.

"Perusahaan macam apa ini? Tidak profesional! .Tahu ga mbak, saya
tidak suka bekerja sama atau berhubungan dengan orang yang tidak
profesional. Di kantor saya, semua bekerja secara profesional! Padahal
karyawan saya 200 orang mbak. Namun, tidak ada yang mempemalukan
perusahaan.. ......."

Neni masih belum mengerti juga. Mungkin ekspresi wajah Neni tampak
masih bingung dan tidak menanggapi sesuai harapan pelanggan tadi,
maka orang itu semakin marah. Bahkan, kini mulai tampak menyerang
Neni. "Kok bengong sih mbak?" Neni terkejut mendengar perkataan orang
itu dan tidak bisa menjawab apa-apa. "Wah, pantas perusahaannya tidak
profesional. Karyawannya saja begini!", kata orang itu, lalu dia
pergi.

Neni masih bengong sambil memandangi tamunya pergi. Perlahan-lahan
mulailah emosinya muncul. Rasanya sakit hati sekali. Kurang ajar!
Memangnya siapa sih dia??? Neni sangat kesal. Betul-betul sakit hati.
Kasar amat ngomongnya. Neni sampai tidak tahan, lalu dia masuk ke
dalam. Di depan gudang belakang dia menangis.

Kebetulan atasan Neni mendengar kejadian tersebut. Beliau langsung
mencari Neni dan akhirnya menemukannya di depan gudang. Beliau
mendekat dan berkata:" Dia bukan marah ke kamu."

Sambil menangis Neni menjawab: "Ke saya kok pak. Di sana tidak ada
orang lain."

"Ya. Tapi dia bukan marah ke kamu."

"Jadi marah kepada siapa kalau bukan marah ke saya?" tanya Neni.

"Mungkin dia marah kepada dirinya sendiri, mungkin marah kepada
perusahaan tempatnya bekerja, mungkin juga marah kepada atasannya,
atau mungkin dia ada masalah pribadi yang kita tidak tahu. Sebenarnya
dia patut dikasihani," kata atasannya.

Neni diam saja. Huh! Tapi kemudian Neni menurut ketika disuruh cuci
muka dan memakai bedak lagi lalu kembali ke mejanya. Tentu saja Neni
tidak bisa kerja lagi seperti biasa. Masih kesal. Padahal hari masih
pagi, baru pukul 8.30.

Unek-unek

Saat itulah saya datang ke kantor Neni. Saya kenal baik dengan semua
karyawan di sana karena saya rutin memberikan pelatihan di perusahaan
tersebut. Melihat wajahnya yang tidak biasa, saya bertanya. Karena
masih kesal maka Neni menceritakan semua unek-uneknya.

Saat itu saya teringat satu peristiwa yang pernah saya alami. Ketika
anak saya baru berusia tiga tahun, seperti biasa kami pulang kampung
naik pesawat. Dalam pesawat, saya dan anak saya mendapat tempat duduk
dekat gang, bukan dekat jendela. Padahal anak saya suka sekali duduk
dekat jendela. Maklumlah anak kecil. Tapi di dekat jendela telah
duduk seorang bapak.

Karena anak saya merengek minta pindah, saya mencoba bertanya kepada
bapak itu:"Selamat pagi pak. Maaf pak, apakah boleh tukar tempat
duduk? Anak saya ingin duduk dekat jendela." Tapi bapak itu diam
saja. Saya mengira dia tidak mendengar, maka saya ulangi lagi: "Pak,
maaf. Apakah boleh bertukar tempat duduk?", dia masih diam saja.

Sebentar kemudian dia berkata dengan ketus dan singkat "Ga kelihatan
apa-apa." Saya tersenyum sambil berkata: "Yah lumayan lah pak, bisa
lihat awan. Atau kalau sedang lepas landas, kan bisa melihat keluar
jendela."

Tiba-tiba dia membentak:"Tidak kelihatan apa-apa! Saya kan sering
terbang."

Waktu itu saya juga terpancing sehingga saya berkata "Saya juga
sering terbang." Lalu saya diam.

Kemudian saya minta pindah ke kursi di belakang yang kebetulan kosong
sehingga anak saya bisa duduk dekat jendela. Lalu pramugarinya
bertanya "Kenapa pindah bu?". Saya jawab "Saya malas di sebelah bapak
itu."

Lalu pramugarinya bekata "Iya sih bu. Biasanya tidak ada orang yang
mau duduk di sebelahnya. Namun, dia adalah pelanggan setia kami. Tiap
minggu dia dua kali terbang ke Jakarta, dan selalu naik pesawat ini."
Yang membuat saya kagum adalah sikap pramugari tadi kepada saya dan
kepada bapak itu ternyata sama persis. Sama ramahnya.

Saya ceritakan kepada Neni, lalu saya tambahkan "Pramugari tadi tidak
membiarkan perasaan dan pelayanannya dipengaruhi oleh sikap orang
lain. Dia selalu berpikir positif." What about you?

Sumber: Berpikir Positif Dalam Melayani oleh Lisa Nuryanti, Managing
Director Expands Consulting