"My word is my bond"
-- The Motto of The London Stock Exchange
My Word is My Bond. Ucapan saya adalah jaminan saya. Atau dengan kata
lain, seia sekata antara ucapan dan tindakan. Suatu aturan tidak
tertulis dan telah menjadi pedoman baku dalam transaksi perdagangan
di pasar uang dan pasar modal manapun di dunia. Setiap janji yang
diucapkan dalam transaksi jual ataupun beli, baik untuk surat utang
atapun surat berharga lainnya di lantai bursa, akan menjadi kewajiban
yang bersangkutan untuk dipenuhi. Kalimat ini diperkenalkan para
pedagang Inggris sekitar abad 19-an. Begitu populer dan sangat
bertuahnya kalimat itu, di awal berdirinya pada tahun 1801, London
Stock Exchange menggunakan kalimat itu sebagai motto. Aturan mainnya
memang begitu. Anda bisa bayangkan bila saja setiap transaksi harus
dibuat perjanjian tertulis dan mendapatkan konfirmasi terlebih
dahulu, perdagangan bursa menjadi tidak efektif dan berjalan lamban.
Dalam soal janji, bukan hanya para pedagang saja yang biasa melakukan
umbar janji. Anda pasti pernah membuat janji dengan seseorang. Kepada
atasan, bawahan, atau dengan orang tua maupun anak Anda. Atau bisa
juga dengan kolega atau teman sejawat, atau bahkan dengan pasangan
Anda. Tapi cobalah ingat-ingat lagi, berapa banyak janji itu
terpenuhi.
Janji sepertinya sepele. Hanya sebuah kata yang terdiri dari lima
huruf. Tapi mau tidak mau, janji bisa menentukan siapa diri Anda
sebenarnya. Salah satu upaya untuk menjadi orang yang disegani dan
dihormati ialah bahwa ucapannya harus dapat dipegang. Bukan dari
gayanya berbicara. Bukan juga dari caranya berpakaian.
Nah, janji memang mudah diucapkan, tetapi sering kali sulit untuk
ditepati. Oleh karena itu, jangan terlalu gampang mengumbar janji.
Anda boleh saja berjanji bila sekiranya Anda merasa bahwa Anda dapat
menepati janji.
Memberikan janji adalah cara yang paling cepat dan mudah. Ada janji
yang dilakukan dengan tujuan baik. Ada juga sebaliknya, janji
dilakukan untuk tujuan tidak baik, misalnya menyenangkan atasan atau
asal bapak senang.
Sebuah perusahaan multi nasional di Jakarta pada awal tahun 2005
menjanjikan kepada karyawannya kenaikan gaji ditambah bonus bila
perusahaan meraih laba di akhir tahun. Tak dinyana, Pemerintah
menaikkan harga BBM sebesar 125% lebih. Di akhir tahun tutup buku,
perusahaan memang meraih laba walau meleset dari target yang telah
diperkirakan.
Dengan alasan kenaikan harga BMM ditambah inflasi naik hingga 10%,
pimpinan perusahaan dengan sangat menyesal membatalkan janji yang
pernah diucapkannya di awal tahun. Hal ini tentu saja mengecewakan
para karyawannya. Beberapa karyawan mengaku mereka telah bekerja
keras untuk mencapai target yang telah ditetapkan perusahaan dengan
diiming-imingi kenaikan gaji dan bonus.
Kekecewaan berat tentu saja melanda karyawan dan merambat ke rumah.
Kabar bonus sempat disemburkan sang istri pada anak-anaknya, yang
menjanjikan akan berlibur di akhir tahun. Namun, apa daya semua
meleset. Sang ibu harus silat lidah, untuk menenteramkan hati anak-
anak. Syukur bila mereka bisa mengerti. Bila tidak, terpaksa, tak ada
jalan lain, membobok tabungan. Itu kalau ada, kalau tidak mengutang
adalah cara mendiamkan mereka menagih janji.
Perusahaan dituding telah ingkar janji. Beberapa karyawan ada yang
memilih hengkang dari perusahaan tersebut. Suatu hal yang tentu saja
merugikan pihak perusahaan karena mereka kehilangan orang-orang
terbaiknya. Ada pula yang mengajukannya ke meja pengadilan, walau
sampai sekarang belum diketahui benar hasil keputusan pengadilannya.
Saat ini, membuat janji akan lebih berat lagi. Kemajuan teknologi,
bisa jadi bumerang. Janji yang dikirim melalui pesan pendek atau
email, tidak hanya akan membekas di hati orang lain tapi juga
berbuntut di jalur hukum. Karena saat ini, janji harus
ditepati adalah prinsip perjanjian dalam hukum perdata Anda bisa
dituntut karenanya bila Anda tidak menepati janji, misalnya saja Anda
telah mengirimkan sms yang isinya berupa janji untuk mengembalikan
utang, tetapi kemudian Anda tidak menepatinya dengan alasan apapun.
Bukti sahih sms yang telah Anda kirimkan kepada seseorang dapat
menjerat Anda ke dalam persoalan hukum.
Oleh karena itu, bila Anda hendak berjanji, pikirkanlah dengan
seksama. Tidak ada yang salah dengan pemberian janji, asalkan dengan
itikad yang baik Anda akan menepatinya. Segera setelah Anda berjanji,
penuhilah!
Sumber: My Word is My Bond oleh Sonny Wibisono, penulis, tinggal di
Jakarta