"Dengan ILMU hidup menjadi MUDAH, dengan IMAN hidup menjadi TERARAH dengan SENI hidup menjadi INDAH" Dari berbagai sumber.... semoga bermanfaat
Rabu, 01 Agustus 2007
KELADI TIKUS : OBAT KANKER !!
Tolong diforward untuk yang membutuhkan, sepertinya ini jalan keluar bagi penderita kanker.
Kanker tidak lagi mematikan. Para penderita kanker diIndonesia dapat memiliki harapan hidup yang lebih lama dengan ditemukannya tanaman "keladi tikus" (Typhonium Flagelliforme/Rodent Tuber) sebagai tanaman obat yang dapat menghentikan dan mengobati berbagai penyakit kanker dan berbagai penyakit berat lain.
Tanaman sejenis talas dengan tinggi maksimal 25 sampai 30 sentimeter ini hanya tumbuh disemak yang tidak terkena sinar matahari langsung.
"Tanaman ini sangat banyak ditemukan di Pulau Jawa," kata Drs.Patoppoi Pasau, orang pertama yang menemukan tanaman itu di Indonesia .
Tanaman obat ini telah diteliti sejak tahun 1995 oleh Prof Dr Chris K.H. Teo,Dip Agric M,BSc Agric(Hons)( M), MS, PhD dari Universiti Sains Malaysia dan juga pendiri Cancer Care Penang, Malaysia.
Lembaga perawatan kanker yang didirikan tahun 1995 itu telah membantu ribuan pasien dari Malaysia, Amerika, Inggris, Australia, Selandia Baru, Singapura, & berbagai negara di dunia.
DiIndonesia, tanaman ini pertama ditemukan oleh Patoppoi di Pekalongan, Jawa Tengah.
Ketika itu,istri Patoppoi mengidap kanker payudara stadium III dan harus dioperasi 14 Januari 1998.
Setelah kanker ganas tersebut diangkat melalui operasi, istri Patoppoi harus menjalani kemoterapi (suntikan kimia untuk membunuh sel,Red) untuk menghentikan penyebaran sel-sel kanker tersebut.
"Sebelum menjalani kemoterapi, dokter mengatakan agar kami menyiapkan wig (rambut palsu) karena kemoterapi akan mengakibatkan kerontokan rambut, selain kerusakan kulit dan hilangnya nafsu makan," jelas Patoppoi.
Selama mendampingi istrinya menjalani kemoterapi, Patoppoi terus berusaha mencari pengobatan alternatif sampai akhirnya dia mendapatkan informasi mengenai penggunaan teh Lin Qi diMalaysia untuk mengobati kanker.
"Saat itu juga saya langsung terbang keMalaysia untuk membeli teh tersebut," ujar Patoppoi yang juga ahli biologi.
Ketika sedang berada di sebuah toko obat di Malaysia, secara tidak sengaja dia melihat dan membaca buku mengenai pengobatan kanker yang berjudul: Cancer, Yet They Live, karangan Dr Chris K.H. Teo terbitan 1996.
"Setelah saya baca sekilas, langsung saja saya beli buku tersebut. Begitu menemukan buku itu, saya malah tidak jadi membeli teh Lin Qi, tapi langsung pulang keIndonesia, "kenang Patoppoi sambil tersenyum. Di buku itulah Patoppoi membaca khasiat typhonium flagelliforme itu.
Berdasarkan pengetahuannya di bidang biologi, pensiunan pejabat Departemen Pertanian ini langsung menyelidiki dan mencari tanaman tersebut.
Setelah menghubungi beberapa koleganya di berbagai tempat, familinya di Pekalongan Jawa Tengah, balas menghubunginya. Ternyata,mereka menemukan tanaman itu di sana.
Setelah mendapatkan tanaman tersebut dan mempelajarinya lagi, Patoppoi menghubungi Dr.Teo di Malaysia untuk menanyakan kebenaran tanaman yang ditemukannya itu.
Selang beberapa hari, Dr Teo menghubungi Patoppoi dan menjelaskan bahwa tanaman tersebut memang benar Rodent Tuber. "Dr Teo mengatakan agar tidak ragu lagi untuk menggunakannya sebagai obat," lanjut Patoppoi.
Akhirnya, dengan tekad bulat dan do'a untuk kesembuhan, Patoppoi mulai memproses tanaman tersebut sesuai dengan langkah-langkah pada buku tersebut untuk diminum sebagai obat. Kemudian Patoppoi menghubungi putranya, Boni Patoppoi di Buduran, Sidoarjo untuk ikut mencarikan tanaman tersebut.
"Setelah melihat ciri-ciri tanaman tersebut, saya mulai mencari di pinggir sungai depan rumah dan langsung saya mendapatkan tanaman tersebut tumbuh liar di pinggir sungai," kata Boni yang mendampingi ayahnya saat itu.
Selama mengkonsumsi sari tanaman tersebut, isteri Patoppoi mengalami penurunan efek samping kemoterapi yang dijalaninya. Rambutnya berhenti rontok, kulitnya tidak rusak dan mual-mual hilang.
"Bahkan nafsu makan ibu saya pun kembali normal," lanjut Boni.
Setelah tiga bulan meminum obat tersebut, isteri Patoppoi menjalani pemeriksaan kankernya.
"Hasil pemeriksaan negatif, dan itu sungguh mengejutkan kami dan dokter-dokter di Jakarta," kata Patoppoi.
Para dokter itu kemudian menanyakan kepada Patoppoi, apa yang diberikan pada isterinya.
"Malah mereka ragu, apakah mereka telah salah memberikan dosis kemoterapi kepada kami," lanjut Patoppoi.
Setelah diterangkan mengenai kisah tanaman Rodent Tuber, para dokter pun mendukung pengobatan tersebut dan menyarankan agar mengembangkannya.
Apalagi melihat keadaan isterinya yang tidak mengalami efek samping kemoterapi yang sangat keras tersebut. Dan pemeriksaan yang seharusnya tiga bulan sekali diundur menjadi enam bulan sekali."Tetapi karena sesuatu hal, para dokter tersebut tidak mau mendukung secara terang-terangan penggunaan tanaman sebagai pengobatan alternatif," sambung Boni sambil tertawa.
Setelah beberapa lama tidak berhubungan, berdasarkan peningkatan keadaan isterinya, pada bulan April 1998, Patoppoi kemudian menghubungi Dr.Teo melalui fax untuk menginformasikan bahwa tanaman tersebut banyak terdapat di Jawa dan mengajak Dr.Teo untuk menyebarkan penggunaan tanaman ini di Indonesia.
Kemudian Dr.Teo langsung membalas fax kami, tetapi mereka tidak tahu apa yang harus mereka perbuat, karena jarak yang jauh," sambung Patoppoi.
Meskipun Patoppoi mengusulkan agar buku mereka diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dan disebar-luaskan di Indonesia, Dr. Teo menganjurkan agar kedua belah pihak bekerja sama dan berkonsentrasi dalam usaha nyata membantu penderita kanker di Indonesia.
Kemudian, pada akhir Januari 2000 saat Jawa Pos mengulas habis mengenai meninggalnya Wing Wiryanto, salah satu wartawan handal Jawa Pos, Patoppoi sempat tercengang.
Data-data rinci mengenai gejala, penderitaan, pengobatan yang diulas di Jawa Pos,ternyata sama dengan salah satu pengalaman pengobatan penderita kanker usus yang dijelaskan di buku tersebut.
Dan eksperimen pengobatan tersebut berhasil menyembuhkan pasien tersebut. "Lalu saya langsung menulis di kolom Pembaca Menulis di Jawa Pos," ujar Boni. Dan tanggapan yang diterimanya benar-benar diluar dugaan. Dalam sehari, bisa sekitar 30 telepon yang masuk. "Sampai saat ini, sudah ada sekitar 300 orang yang datang ke sini," lanjut Boni yang beralamat di Jl. KH. Khamdani, Buduran Sidoarjo. Pasien pertama yang berhasil adalah penderita Kanker Mulut Rahim stadium dini.
Setelah diperiksa, dokter mengatakan harus dioperasi. Tetapi karena belum memiliki biaya dan sambil menunggu rumahnya laku dijual untuk biaya operasi, mereka datang setelah membaca Jawa Pos.
Setelah diberi tanaman dan cara meminumnya, tidak lama kemudian pasien tersebut datang lagi dan melaporkan bahwa dia tidak perlu dioperasi, karena hasil pemeriksaan mengatakan negatif.
Berdasarkan animo masyarakat sekitar yang sangat tinggi, Patoppoi berusaha untuk menemui Dr.Teo secara langsung.
Atas bantuan Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Departemen Kesehatan, Sampurno, Patoppoi dapat menemui Dr.Teo di Penang, Malaysia.
Di kantor Pusat Cancer Care Penang, Malaysia, Patoppoi mendapat penerangan lebih lanjut mengenai riset tanaman yang saat ditemukan memiliki nama Indonesia.
Ternyata saat Patoppoi mendapat buku "Cancer, Yet They Live" edisi revisi tahun 1999, fax yang dikirimnya dimasukkan dalam buku tersebut, serta pengalaman isterinya dalam usahanya berperang melawan kanker.
Dari pembicaraan mereka, Dr.Teo merekomendasi agar Patoppoi mendirikan perwakilan Cancer Care di Jakarta dan Surabaya.
Maka secara resmi, Patoppoi dan putranya diangkat sebagai perwakilan lembaga sosial Cancer Care Indonesia, yang juga disebutkan dalam buletin bulanan Cancer Care, yaitu di Jl.Kayu Putih 4 No.5, Jakarta, telp. 021-4894745, dan di Buduran, Sidoarjo.
Cancer Care Malaysia telah mengembangkan bentuk pengobatan tersebut secara lebih canggih. Mereka telah memproduksi ekstrak Keladi Tikus dalam bentuk pil dan teh bubuk yang dikombinasikan dengan berbagai tananaman lainnya dengan dosis tertentu. "Dosis yang diperlukan tergantung penyakit yang diderita," kata Boni. Untuk mendapatkan obat tersebut, penderita harus mengisi formulir yang menanyakan keadaan dan gejala penderita dan akan dikirimkan melalui fax ke Dr. Teo.
"Formulir tersebut dapat diisi di sini, dan akan kami fax-kan. Kemudian Dr.Teo sendiri yang akan mengirimkan resep sekaligus obatnya, dengan harga langsung dari Malaysia, sekitar 40-60 Ringgit Malaysia," lanjut Boni.
"Jadi pasien hanya membayar biaya fax dan obat, kami tidak menarik keuntungan, malahan untuk yang kurang mampu, Dr.Teo bisa memberikan perpanjangan waktu pembayaran." tambahnya. Sebenarnya pengobatan ini juga didukung dan sedang dicoba oleh salah satu dokter senior di Surabaya, pada pasiennya yang mengidap kanker ginjal. Ada dua pasien yang sedang dirawat dokter yang pernah menjabat sebagai direktur salah satu rumah sakit terbesar di Surabaya ini. Pasien pertama yang mengidap kanker rahim tidak sempat diberi pengobatan dengan keladi tikus, karena telah ditangani oleh rekan-rekan dokter yang telah memiliki reputasi.
Setelah menjalani kemoterapi dan radiologi, pasien tersebut mengalami kerontokan rambut, kulit rusak dan gatal, dan selalu muntah. Tetapi pada pasien kedua yang mengidap kanker ginjal, dokter ini menanganinya sendiri dan juga memberikan pil keladi tikus untuk membantu proses penyembuhan kemoterapi.
Pada pasien kedua ini, tidak ditemui berbagai efek yang dialami penderita pertama, bahkan pasien tersebut kelihatan normal. Tetapi dokter ini menolak untuk diekspos karena menurutnya, pengobat an ini belum resmi diteliti di Indonesia.
Menurutnya, jika rekan-rekannya mengetahui bahwa dia "Disinilah gap yang terbuka antara pengobatan konvensional dan modern," kata dokter tersebut.
Banyak hal menarik yang dialami Boni selama menerima dan memberikan bantuan kepada berbagai pasien.
Bahkan ada pecandu berat putaw dan sabu-sabu di Surabaya, yang pada akhirnya pecandu tersebut mendapat kanker paru-paru. Setelah mendapat vonis kanker paru-paru stadium III, pasien tersebut mengkonsumsi pil dan teh dari Cancer Care.
Hasilnya cukup mengejutkan, karena ternyata obat tersebut dapat mengeluarkan racun narkoba dari peredaran darah penderita dan mengatasi ketergantungan pada narkoba tersebut. "Tapi, jika pecandu sudah bisa menetralisir racun dengan keladi tikus, dia tidak boleh memakai narkoba lagi, karena pasti akan timbul resistensi. Jadi jangan seperti kebo, habis mandi berkubang lagi," sambung Boni sambil tertawa.
Memakai pengobatan alternatif, mereka akan memberikan predikat sebagai "ter-kun" atau dokter-dukun.
Juga ada pengalaman pasien yang meraung-raung kesakitan akibat serangan kanker yang menggerogotinya, karena obat penawar rasa sakit sudah tidak mempan lagi. Setelah diberi minum sari keladi tikus, beberapa saat kemudian pasien tersebut tenang dan tidak lagi merasa kesakitan. Menurut data Cancer Care Malaysia, berbagai penyakit yang telah disembuhkan adalah berbagai kanker dan penyakit berat seperti kanker payudara, paru-paru, usus besar-rectum, liver, prostat, ginjal, leher rahim, tenggorokan, tulang, otak, limpa, leukemia, empedu, pankreas, dan hepatitis. Jadi diharapkan agar hasil penelitian yang menghabiskan milyaran Ringgit Malaysia selama 5 tahun dapat benar-benar berguna bagi dunia kesehatan.
Cara pemakaian :
Keladi tikus (Typhonium Flagelliforme/Rodent Tuber) juga telah diteliti sebagai tanaman obat yang dapat menghentikan dan mengobati berbagai penyakit kanker. Untuk menghambat pertumbuhan sel kanker, tiga batang keladi tikus lengkap dengan daunnya (kurang lebih 50 gram) direndam selama 30 menit, tumbuk halus dan peras. Air perasan ini disaring lalu diminum. Di Malaysia, sudah ada uji ilmiah khasiat keladi tikus. Bahkan ekstrak keladi tikus dalam bentuk pil dan teh bubuk yang dikombinasikan dengan tanaman lainnya dalam dosis tertentu, sudah dipasarkan di negeri jiran tersebut. Berkhasiat untuk penyakit: koreng, frambusia, kanker (payudara, paru-paru, usus besar, rektum, lever, prostat, ginjal, leher rahim, tenggorokan, tulang, otak, limpa, leukimia, empedu dan pankreas), menetralisisr racun narkoba.
Gambar Tanaman Keladi Tikus.
Tumbuhan lain yang juga berperan sebagai obat kanker antara lain :
• Kunyit putih diyakini memiliki khasiat antikanker. Meski demikian cuma kunyit putih jenis mangga (Curcuma mangga) yang tumbuh terbatas di tempat yang bersuhu dingin di Indonesia, yang dapat mencegah atau mengobati kanker. Kunyit putih ini mempunyai ciri tertentu, antara lain bintik umbinya seperti umbi jahe dan berwarna kuning muda (krem). Dalam keadaan segar baunya seperti buah mangga kweni dan bila telah diekstrak atau dijadikan bubuk, warnanya tetap kuning muda (krem).
• Sementara tapak dara (Catharanthus roseus) telah teruji sebagai bahan pencegah dan penumpas sel kanker. Tanaman yang masih termasuk keluarga Apocynaceae atau kamboja-kambojaan ini mengandung dua senyawa golongan alkaloid vinka yakni vinkristin dan vinblastin yang berkhasiat menghambat perbanyakan dan penyebaran sel kanker.
Vinkristin digunakan sebagai bahan pengobatan kanker bronkial, tumor ganas pada ginjal, kanker payudara, dan berbagai jenis tumor ganas yang awalnya menyerang urat saraf maupun otot. Tanaman yang di Sumatera disebut rumput jalang itu juga mengandung alkaloid cabtharanthin yang diperkirakan dapat mendesak dan melarutkan inti sel kanker.
Sebagai obat kanker payudara, rebus 22 lembar daun tapak dara dan buah adas (Foeniculum vulgare) serta kulit kayu pulasari (Alyxia reinwardti) dengan tiga gelas air. Bubuhi gula merah secukupnya. Setelah mendidih sampai tinggal setengahnya, saring. Ramuan diminum tiga kali sehari masing-masing setengah gelas. Pengobatan dilakukan paling tidak selama sebulan.
• Air perasan temu lawak (Curcuma Zedoaria) juga mujarab sebagai obat kanker. Menurut Andrew Chevallier Mnimh, herbalis asal London, dalam temulawak terkandung curcumol dan curdione yang berkhasiat antikanker dan antitumor. Di Cina, temulawak telah lama digunakan sebagai obat kanker leher rahim. Tanaman ini bisa meningkatkan efek mematikan sel kanker ketika dilakukan radioterapi dan kemoterapi.
• Mengkudu juga tengah populer sebagai tanaman obat-obatan yang manjur. Daging buah mengkudu atau pace (Morinda citrifolia L.) mengandung dammacanthel, zat antikanker yang mampu melawan pertumbuhan sel abnormal pada stadium prakanker dan dapat mencegah perkembangan sel kanker. Sari dari perasan dua atau tiga buah mengkudu dapat dibubuhi madu agar rasanya lebih nikmat. Sebaiknya pilihlah mengkudu yang tidak terlalu masak karena alkohol yang terbentuk akibat proses fermentasi pada mengkudu yang terlalu masak merusak zat-zat penting yang terkandung di dalamnya.
• Daun dewa (Gynura divaricata) juga merupakan tanaman yang telah dikenal sebagai tanaman antikanker. Ramuan 30 gram daun dewa segar, 20 gram temu putih, 30 gram jombang yang direbus dengan 600 cc air hingga tersisa 300 cc, lalu disaring dan diminum airnya dapat digunakan dalam pengobatan penyakit kanker. Dapat pula menggunakan bahan lain seperti 30 gram daun dewa segar, 30 gram tapak dara segar, 30 gram rumput mutiara, 30 gram rumput lidah ular direbus dengan 1.000 cc air hingga tersisa 500 cc. Airnya disaring lalu tambahkan madu secukupnya, aduk kemudian diminum selagi hangat.
• Daun ceremai (Phyllanthus acidus) juga dapat dapat digunakan sebagai obat antikanker. Segenggam daun ceremai muda, sejumput daun belimbing, bidara upas sejari, gadung cina sejari dan gula aren direbus dengan tiga gelas air hingga tinggal segelas. Ramuan ini diminum tiga kali sehari masing-masing satu gelas.
Sementara senyawa dalam benalu telah lama diperkirakan bekerja sebagai penghambat keganasan kanker. Benalu yang direbus menjadi teh terbukti dapat dipakai sebagai obat penunjang selama menjalani kemoterapi (terapi dengan mengonsumsi obat antikanker).
• Bagi Anda yang belum terkena kanker, tumisan brokoli, sawi, kembang kol, wortel, tomat dan daging ikan dengan bumbu sedikit garam dan bawang putih, mampu menjadi masakan yang kaya akan zat antikanker.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silahkan beri Komentar sehat dan membangun