Oleh: Sonny Wibisono *
"Kalau belum dicoba tampaknya mustahil. Selanjutnya Anda tahu itu tidak
mustahil."
-- Evelyn Underhill, penulis, 1875-1941
MAAF, bila di hari Senin seperti ini Anda, harus disuguhi 'Keong Racun'.
Mungkin sudah over exposed. Berkali-kali infotainment sudah mengulas habis
soal ini. Bila kemudian Anda merasa mual dan ingin muntah, waduh maaf, bukan
itu maksudnya.
Kalau mau jujur, tidak ada yang istimewa dari lagu 'Keong Racun'. Iramanya
persis dangdut koplo. Liriknya pun boleh dikata sama sekali tidak
menyenangkan untuk didengar. Apalagi kalau nanti keponakan atau bahkan anak
Anda bertanya, 'check in' itu apa sih? Lagi pula, kenapa harus 'Keong Racun',
bukankah bekicot justeru mahal harganya di Perancis sana.
Mari sejenak kita flash back. Masih ingat Milli Vanilli, duet Rob dan Fab
yang sukses meraih Grammy dengan lagunya 'Girl You Know It's True' di era
80-an? Belakangan gelar itu dicabut karena mereka ternyata menipu. Mereka
bukanlah penyanyi asli lagu itu. Mereka hanya komat-kamit alias lipsynch.
Pun demikian dengan Sinta dan Jojo. Dua perempuan yang masih belia dari
Bandung, umur 20 tahun pun belum. Hanya komat-kamit di depan kamera
laptopnya.
Namun, satu hal yang menarik dari munculnya ketenaran 'Keong Racun' adalah
kreativitas dari duet Sinta dan Jojo. Memang bukan hal baru. Moymoy Palaboy,
anak muda dari Philipina melakukan hal yang sama, jauh sebelum Sinta dan
Jojo melakukannya.
Sinta dan Jojo berhasil memanfaatkan jaringan video gratis youtube dengan
baik. Sebelumnya, publik di negeri ini pernah dihebohkan dengan aksi artis
muda yang bernyanyi di sana, tetapi dengan tambahan, menghujat
teman-temannya yang pernah membuatnya kecewa. Alih-alih orang menjadi
terhibur, banyak yang mempertanyakan kenapa si artis cantik itu tampil aneh
di youtube. Sedangkan Sinta dan Jojo? Tujuan apa pun tidak pernah mereka
patok. Kecuali hanya sekedar iseng dan memamerkan diri pada teman-temannya.
Selebihnya, mereka hanya ingin senang-senang. Khas anak muda.
Namun ternyata, hasilnya dahsyat. Pertama, Sinta dan Jojo sudah menghibur
banyak orang. Kedua, membuat Subur Tahroni, 49 tahun, pencipta lagu ini,
meski saya tidak setuju dengan liriknya, pada sebuah pencapaian karir yang
tak pernah dibayangkan sebelumnya. Subur tinggal di satu gang di rumah
sempit yang hanya berukuran 5 x 6 meter. Hmm, barangkali lebih kecil dari
garasi rumah di Jakarta. Subur yang tinggal di Bojongloa Kaler, Kota
Bandung, langsung sujud syukur setelah tahu lagunya dibeli hak ciptanya.
Bukan tidak mungkin, Sinta dan Jojo pun akan segera meraup untung yang tak
disangka-sangka. Menjadi selebritas dengan honor besar, bisa saja terjadi.
Kabarnya, beberapa pihak telah menawarkan rekaman kepada mereka.
Tentulah ini buah dari sebuah kreativitas. Di dunia yang gampang berubah,
apa saja bisa terjadi dengan cepat. Mereka yang punya porsi kreativitas yang
berlebihlah yang bisa menangkap peluang itu dengan baik. Tentu dalam
beberapa hari mendatang, kaum muda di negeri ini akan mendapatkan inspirasi
dari polah tingkah Sinta dan Jojo. Tapi pastinya, bukan sekadar mengekor
atau menjiplak.
Kawula muda Indonesia sebenarnya tak miskin soal kreativitas. Bila potensi
dan kreativitas disalurkan secara positif, tentu akan mempunyai nilai lebih
yang bermanfaat. Nah, siapa tahu akan ada yang mengunggah video yang lebih
bermanfaat. Misalnya, cara belajar mengaji dengan cepat dan mudah. Bertani
hidroponik yang mudah dan murah. Ah, alangkah indahnya Indonesia.
Teknologi, sama halnya seperti sebuah koin yang mempunyai dua sisi. Seorang
dapat saja merekam segala aktivitasnya dengan menggunakan kamera ponsel
untuk mendapatkan popularitas. Popularitas yang membanggakan atau
sebaliknya. Dan pilihan akhir tetap diserahkan kepada sang pemiliknya. Dunia
sudah berubah. Saatnya untuk eksis, tentu tanpa harus menjadi lebay alias
berlebihan. Bisa?
*) Sonny Wibisono, penulis buku 'Message of Monday', PT Elex Media
Komputindo, 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silahkan beri Komentar sehat dan membangun