Oleh: Sonny Wibisono *
"Kebahagiaan Anda tumbuh berkembang manakala Anda turut membantu orang lain. Namun, bilamana Anda tidak mencoba membantu sesama, kebahagiaan akan layu dan mengering. Kebahagiaan bagaikan sebuah tanaman; harus disirami setiap hari dengan sikap dan tindakan memberi."
-- J. Donald Walters, penulis dan pengajar asal Rumania, tinggal di India
ANAK kecil itu lari tergopoh-gopoh. Di tangan kecilnya tergenggam beberapa uang receh. Jumlahnya tak seberapa. Namun dia memiliki niat mulia. Uang itu diserahkan pada tim pengumpul koin untuk Bilqis. Bilqis Anindya Passa, demikian nama lengkapnya, adalah anak laki-laki yang baru berusia tujuh belas bulan. Namun nasibnya sungguh tak beruntung. Dia diketahui mengidap penyakit atresia billier atau gangguan pada saluran empedu. Tayangan di televisi memperlihatkan kondisi perutnya yang besar dan matanya yang berwarna kuning. Sungguh pemandangan yang sangat menyayat hati.
Untuk menyembuhkan penyakitnya, Bilqis harus menjalani operasi cangkok hati yang ongkosnya mencapai Rp 1 miliar. Orang tuanya tak mampu untuk membayar ongkos operasi sebesar itu. Akun Bilqis di Facebook pun dibuka dengan nama Koin Cinta Bilqis. Beberapa sukarelawan kemudian ikut bergabung dalam gerakan mulia ini dalam membantu mengumpulkan koin bagi Bilqis. Media massa yang merupakan ujung tombak penyebaran informasi, sangat membantu dalam memberitakan penyakit yang diderita Bilqis, sekaligus kebutuhannya akan besarnya biaya operasi. Publikasi gencar melalui media massa akhirnya membuat para tetangga pun tahu penyakit Bilqis. "Uang itu dari dua anak saya yang sengaja menukarkan uang logam. Semua untuk Bilqis. Namanya juga kita bertetangga, tentu kita bersaudara." tutur Manih, tetangga Bilqis, yang ikut menyumbangkan 230 keping uang logam.
Pengumpulan dana semacam ini terilhami Gerakan Koin untuk Prita Mulyasari. Suatu gerakan dari masyarakat luas untuk mendukung Prita yang tengah menghadapi masalah hukum dengan sebuah rumah sakit. Prita dituduh telah mencemarkan nama baik pihak rumah sakit hanya karena berkeluh kesah melalui email. Gerakan ini tentu saja membuat lega siapa pun. Di saat negara ini dinilai belum lagi mampu memberikan pelayanan kesehatan bagi publik dengan baik, toh kepedulian publik teramat besar. Publik sama sekali tak banyak menuntut, tak banyak bicara, meski di luar sana misalnya, tengah terdengar pemberitaan tentang pembelian mobil mewah bernilai miliaran rupiah yang diperuntukkan bagi para pejabat negara. Rakyat mungkin hatinya terluka dengan isu pembelian mobil mewah tersebut. Namun hati nurani mereka tetaplah murni. Mereka memilih tidak berteriak-teriak, memaki, ataupun menghujat. Mereka justru merogoh kantongnya, mencari uang logam untuk disumbangkan bagi mereka yang membutuhkan. Meski jumlahnya katakanlah tak seberapa.
Koin atau receh. Memang ada yang menganggap tak banyak berarti, kecuali untuk uang kembalian atau alat untuk kerik pada saat tubuh masuk angin. Namun uang receh jangan dianggap remeh. Dia dapat menjadi sebuah simbol cinta kasih. Uang receh menjadi penghubung kepedulian terhadap sesama. Tak perlu harus menjadi kaya terlebih dahulu untuk dapat menyumbangkan koin. Karena siapa pun dapat tergerak hatinya untuk melakukan gerakan ini. Gerakan ini menunjukkan kepada kita bahwa masih banyak saudara-saudara kita yang memerlukan uluran tangan dari kita. Sikap berbagi terhadap sesama perlu terus digalakkan. Anda tak akan rugi sedikit pun jika Anda mau berbagi terhadap sesama, walau hanya dengan sekeping uang logam.
Hukum kekekalan energi mengatakan, tiada energi yang hilang bila dikeluarkan. Alangkah indahnya, bila mulai kini, kita semua mengumpulkan uang receh dalam sebuah wadah yang suatu saat akan berguna bagi saudara kita. Sumbangan atau uang itu memang akan berpindah tangan. Namun hakikatnya, dia akan kembali pada kita suatu saat nanti, dalam bentuk lain, yang akan menolong kita.
*) Sonny Wibisono, penulis buku 'Message of Monday', PT Elex Media
Komputindo, 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silahkan beri Komentar sehat dan membangun