Oleh: Syahril Syam *
Tanggapilah dengan pandai bahkan terhadap perlakuan tidak pandai sekalipun.
- Lao Tsu -
Dalam sebuah wawancara, seorang reporter menanyakan rahasia dibalik sukses seorang direktur utama bank.
“Dua kata”, jawabnya.
“Apa saja?”, kejar sang reporter.
“Keputusan jitu.”
“Bagaimana membuat keputusan yang jitu?”
“Satu kata.”
“Apa itu?”
“Pengalaman.”
“Bagaimana Anda menimba pengalaman?”
“Lima kata.”
“Apa saja?”
“Dengan membuat keputusan yang salah.”
Sering kali kita menghindari kesalahan atau kegagalan. Kita tidak ingin terlihat bodoh, malu, atau dipecundangi oleh orang lain. Dalam setiap penampilan kita, ketika bergaul dengan orang lain, kita selalu ingin terlihat sempurna. Bahkan, terdapat sebuah pemikiran yang berkembang, bahwa kalau kita berbuat kesalahan, maka kita tidak saja membuat malu diri kita, tapi juga orang tua kita. Kenapa? Karena orang tua kita telah salah mendidik kita. Begitulah yang sering dipikirkan oleh kebanyakan orang.
Agar kita tidak membuat malu orang tua, maka kita harus tampil sempurna. Yang lebih parah lagi, orang tua pun sering memaksakan anaknya untuk tampil sempurna, dan jangan berbuat kesalahan/kegagalan . Di tambah lagi dengan lingkungan tempat kita tinggal dan bergaul. Seringkali sebuah lingkungan tidak menerima orang yang berbuat kesalahan. Apalagi jika kesalahan itu memberi aib pada lingkungan tersebut.
Lingkaran-lingkaran inilah yang sering mempengaruhi kita, sehingga bertambah besarlah keinginan kita untuk menghindari yang namanya kesalahan/kegagalan . Namun, cobalah untuk menyimak sebuah kata bijak berikut ini: “Kalau Anda takut berbuat kesalahan, maka sesungguhnya Anda tidak pernah melakukan apa-apa.” Kok bisa demikian? Marilah kita ambil sebuah contoh, sesuatu yang ingin dilakukan dahulu oleh hampir semua orang ketika beranjak remaja: NAIK SEPEDA.
Saya pun dulu sangat ingin merasakan naik sepeda (sepeda roda dua, bukan sepeda roda tiga). Namun, ketika mencobanya untuk pertama kalinya saya sering terjatuh. Saya bahkan meminta tolong orang tua atau teman, bahkan tetangga, agar membantu saya belajar menaiki sepeda tersebut. Saya sudah lupa berapa banyak saya terjatuh (berbuat kesalahan). Hingga akhirnya saya berhasil menguasai sepeda tersebut.
Dan ternyata, untuk sebuah hal baru yang ingin kita lakukan, kita tidak akan pernah langsung bisa, tapi kita pasti bisa jika terus belajar. Hal ini pula yang menjawab pertanyaan: “Siapa bilang saya tidak melakukan apa-apa, kalau saya tidak berbuat salah?” Memang betul kita pun sering melakukan sesuatu, dan kita tidak atau sangat kurang melakukan kesalahan. Misal saja, makan. Hampir (saya katakan hampir, karena ada orang yang tidak makan setiap hari) setiap hari kita makan. Namun, apakah kita lupa, dulu pun kita melakukan kesalahan sewaktu belajar untuk makan sendiri. Jadi, ketidakinginan untuk melakukan kesalahan, berarti kita hanya berada pada lingkaran aktifitas yang hanya itu-itu saja, tidak mengalami perkembangan.
Hal ini bukan berarti bahwa setiap orang bebas melakukan kesalahan. Karena, ada juga orang melakukan kesalahan, dan itu bukan untuk perkembangan dirinya, kecuali orang tersebut mengakui kesalahannya dan mau untuk belajar. Misalnya saja, mencuri. Ini pun sebuah bentuk kesalahan, namun bukan kesalahan yang saya maksudkan di sini. Secara sederhana kita dapat membedakannya dengan: KESALAHAN YANG DISENGAJA DAN KESALAHAN YANG TIDAK DIKETAHUI.
Salah satu kemampuan tubuh manusia adalah adaptasi. Kalau kita berada di musim panas, dan secara tiba-tiba terjadi pergantian musim menjadi musim dingin. Maka, kita akan setengah mati menghadapinya. Ini disebabkan karena tubuh kita belum terbiasa dengan perubahan suhu yang mendadak. Namun, lambat laun tubuh kita akan beradaptasi, sehingga membuat kita dapat tetap bertahan di musim dingin. Pada proses adaptasi inilah, sering kita melakukan kesalahan/kegagalan .
Awalnya kita belum terbiasa naik sepeda roda dua. Namun, lewat proses pembelajaran kita pun dapat beradaptasi/ terbiasa dengan sepeda roda dua. Nah, pada proses pembelajaran ini kita sering melakukan kesalahan/kegagalan . Dan, kita belajar dari kesalahan/kegagalan tersebut. Kenapa dalam proses adaptasi kita sering melakukan kesalahan/kegagalan ? Karena kita belum memiliki kemampuan untuk sesuatu yang baru. Inilah keterbatasan pengatahuan kita.
Jadi, dengan menyadari keterbatasan pengetahuan kita, maka kita terus-menerus melakukan proses pembelajaran untuk hal-hal yang baru. Dan di dalam melakukannya akan sering terjadi kesalahan/kegagalan . Jadi, kesalahan/kegagalan adalah sebuah pengetahuan yang baru bagi kita, sampai kita mendapatkan pengetahuan yang kita inginkan. Itulah sebabnya saya menyamakan kata “kesalahan” dengan kata “kegagalan”. Walaupun ada jenis kegagalan yang tidak mendidik. Misalnya saja, pernyataan, “Saya gagal mencuri hari ini!” Jadi, kesalahan/kegagalan adalah sebuah proses alamiah yang harus kita lalui untuk mendapatkan pengetahuan baru (harapan baru).
Beda halnya dengan kesalahan yang dilakukan dengan sengaja. Walaupun demikian, sesungguhnya dalam kesalahan yang disengaja pun orang melakukan kesalahan/kegagalan lagi. Misalnya saja, untuk menjadi pencuri ulung, diperlukan banyak kesalahan/kegagalan agar mahir melakukannya. Bukan hanya pelajaran itu saja yang didapatkan. Kalau kita ingin meningkatkan kualitas hidup kita, maka kesalahan yang disengaja pun dapat memberikan pembelajaran/ pengetahuan baru bagi kita. Jadi, bukan saja, seberapa banyak kesalahan yang Anda lakukan (baik alamiah atau disengaja), tapi, apakah kita mau untuk meningkatkan kualitas diri kita?
Mungkin itulah sebabnya Tuhan itu Mahapengampun, asal niat kita untuk meningkatkan kualitas diri kita (dengan betul-betul bertobat). Karena setiap kesalahan, baik alamiah atau disengaja, sesungguhnya memberikan pelajaran bagi kita. Dan itu semua tergantung pada pandangan kita, apakah mau meningkatkan diri atau menjatuhkan martabat diri?
Terdapat sebuah kalimat indah dari Anthony Robbins, “Tidak ada hal-hal seperti kegagalan. Yang ada hanya hasil. Anda selalu membuat hasil. Kalau itu bukanlah yang diinginkan, Anda cukup mengubah tindakan dan memperoleh hasil baru.” Ini berarti bahwa setiap kesalahan/kegagalan adalah hasil yang harus kita pelajari untuk sampai pada hasil yang diharapkan.
Ingat! SAYA harus sering menerima dan belajar ketika melakukan kesalahan yang alamiah karena di dalamnya terdapat sebuah proses pembelajaran. Karena lewat cara itulah SAYA dapat terus BERBUAT dan BERKEMBANG!
*) Syahril Syam adalah seorang konsultan, terapis, public speaker, dan seorang sahabat yang senantiasa membuka diri untuk berbagi dengan siapa pun. Ia memadukan kearifan hikmah (filsafat) timur dan kebijaksanaan kuno dari berbagai sumber dengan pengetahuan mutakhir dari dunia barat.
__._,_.___
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silahkan beri Komentar sehat dan membangun