Sabtu, 12 Januari 2008

Batasan Mencampuri Rumahtangga Anak

Tak pernah diduga bahwa Tina, anak kedua Pak Darma dan Bu Darma, mengalami badai besar dalam rumahtangganya. Hal ini baru diketahui sejak Tina lari ke rumah mereka. Sampai seberapa jauh orangtua boleh mencampuri rumahtangga anaknya?

Tina sempat tinggal tiga hari bersama kedua anaknya yang masih kecil-kecil di rumah orangtuanya, dan baru kembali ke rumahnya sendiri setelah dijemput Rico, suaminya. Dalam keluhannya tersirat adanya keinginan untuk bercerai dari Rico.

Tina sudah tidak dapat lagi mentolerir kelakuan suaminya itu. Rico yang selama ini dinilai sudah berubah menjadi lebih dewasa, ternyata masih melakukan perbuatan-perbuatan yang menyiksa dan menyakitkan bagi Tina.

Bukan hanya itu. Pengorbanan Tina yang ikut membanting tulang bekerja dengan meninggalkan dua anak yang masih kecil-kecil, membuat Rico makin berfoya-foya memanfaatkan hasil keringat Tina.

Pak dan Bu Darma sangat terpukul, dan sebagai orangtua tidak dapat tinggal diam. Belum pernah terjadi di lingkungan keluarga besar mereka isteri sampai harus lari pulang ke rumah orangtuanya karena bertengkar. Kejadian ini dinilai sangat serius dan memukul perasaan Pak dan Bu Darma.

Selama berhari-hari Bu Darma tidak dapat tidur nyenyak. Dan asma yang tidak pernah muncul lagi selama bertahun-tahun, sejak itu kambuh kembali. Derry, kakak Tina, berusaha menenteramkan ibunya dengan berbagai nasihat. Tapi Bu Darma tidak terhibur, karena ia tahu bahwa mereka tidak dapat berbuat banyak walaupun ingin sekali agar Tina bisa lepas dari suaminya.

Boleh khawatir
Tina bukan anak yang suka dicampuri dalam urusan pribadinya, apalagi kehidupan rumahtangganya. Pak dan Bu Darma sangat prihatin memikirkan nasib kedua cucu mereka. Mereka khawatir kedua anak itu akan terganggu perkembangannya kalau terus menerus berada di lingkungan orangtua seperti Tina dan Rico.

Itu sebabnya dalam membahas masalah Tina, Pak dan Bu Darma selalu tiba pada kesimpulan bahwa mereka harus mencari seorang ahli yang dapat membantu mencarikan jalan keluar yang menguatkan perceraian Tina dan Rico.
Ingin rasanya Bu Darma mengorbankan apa pun untuk memisahkan Tina dari Rico. Anak perempuan yang sejak kecilnya begitu lincah dan sangat cerdas harus menghadapi kehidupan yang begitu menyedihkan di dalam rumahtangganya. Tetapi apa yang dapat diharapkan dari penderitaan Bu dan Pak Darma?

Betapa pun cemas dan sedihnya mereka, kemungkinan untuk membujuk, menasihati, apalagi menganjurkan sesuatu agar Tina dapat keluar dari penderitaannya, agak mustahil. Tina akan mencoba bertahan dan menolak untuk dikasihani, karena pada dasarnya Tina masih mencintai Rico.

Jadi, apa yang sebaiknya dilakukan Pak dan Bu Darma untuk mengurangi penderitaan Tina agar dengan begitu mengurangi pula penderitaan mereka?

Tidak Berhak
Orangtua di mana pun tak pernah rela menyaksikan anaknya menderita, meskipun anak telah menjadi ‘milik’ orang lain karena menikah dan memiliki kehidupannya sendiri. Kebahagiaan anak menjadi kebahagiaan dan kebanggaan orangtua, dan sebaliknya. Demikian pula perasaan Pak dan Bu Darma.

Kalau anak-anak masih kecil dan semua kebutuhannya harus dipenuhi oleh orangtua, maka orangtua masih berhak mengatur dan mengarahkan anak-anaknya. Tetapi kalau orangtua sudah melepaskan anaknya untuk membangun kehidupan bersama pasangannya, orangtua harus mampu menerima kenyataan bahwa mereka sudah tidak berhak mengatur seluruh aspek kehidupan anaknya.

Membantu mengatur, apalagi ikut campur (meski dengan maksud baik), justru seringkali mendatangkan kekecewaan pada orangtua, karena anak belum tentu dapat menerimanya dengan baik. Kebanyakan anak yang sudah berumahtangga tidak ingin dicampuri oleh orangtuanya dalam menghadapi masalah, apalagi menyangkut hubungan suami isteri.

Hanya Menampung Keluhan
Mengatasi penderitaan orangtua akibat ikut merasakan penderitaan anaknya, bukanlah dengan cara ikut menyelesaikan masalah anaknya. Jika mendatangi orang ‘pintar’ atau orang yang profesional, mestinya bukan untuk membicarakan masalah anaknya dan meminta orang-orang itu menyelesaikan masalah anak.

Kunjungannya kepada seorang ahli mestinya justru untuk mendapatkan bantuan bagaimana mengatasi persoalan mereka sebagai orangtua. Keinginan membantu anak menyelesaikan persoalannya sebetulnya lebih didorong oleh keinginan orangtua untuk mengatasi masalah emosional orangtua sendiri.

Artinya, kunjungan Pak dan Bu Darma ke psikolog seharusnya dimanfaatkan untuk mengatasi masalah emosional mereka sendiri, bukan untuk menyelesaikan masalah Tina dan Rico. Kalau pun anak dan menantunya memerlukan bantuan ahli (konselor perkawinan), kesadaran dan kebutuhan itu harus muncul dari mereka berdua.

Tanpa kesadaran bahwa ada masalah dalam perkawinan mereka, tanpa tekad untuk menyelesaikannya dengan cara yang baik dan benar, tak ada orang lain yang dapat menyelesaikan persoalan ini. Termasuk Pak Darma dan Bu Darma.

Memang menyakitkan, tetapi itulah kenyataan. Betapa bahagianya seandainya Tina membuka diri dan meminta bantuan atau nasihat orangtuanya. Itu pun Pak dan B Darma hanya boleh menampung keluhan dan menganjurkan Tina dan Rico mengunjungi orang yang tepat. Jadi, bukan memberi anjuran, saran atau jalan keluar menurut versi Pak Darma dan Bu Darma sendiri, karena jelas sudah sangat emosional.



Sumber: Gaya Hidup Sehat
Wartawan: Dr. Dewi S. Matindas (FPsi)