Selasa, 15 Januari 2008

Mengukur Rasa Cinta Kita Kepada Pekerjaan

Kepada kita selalu dikatakan untuk mencintai pekerjaan. Sebab
katanya, jika kurang mencintai pekerjaan yang kita miliki, maka
tidak mungkin kita bisa mengoptimalkan potensi diri yang ada dalam
diri kita. Nasihat ini sungguh masuk akal. Sebab, tidaklah mungkin
bisa bersungguh-sungguh mencurahkan 100% kemampuan yang kita miliki
untuk mengerjakan sesuatu yang tidak kita cintai. Tantangannya
sekarang adalah; bagaimana mengukur rasa cinta kita kepada
perkerjaan? Tahukah anda?

Hari jum'at pekan silam saya berkunjung kekantor seorang tokoh
pengusaha sukses, sekaligus penulis buku best seller, dan trainer
terkemuka yang sangat saya hormati. Beliau membekali saya dengan
gift berupa tas yang didalamnya berisi brosur tentang salah satu
bidang usaha pengembangan sumber daya manusia yang dikelolanya.
Karena isinya cukup banyak, maka saya memutuskan untuk membaca
informasi yang ada didalamnya sedikit demi sedikit. Satu demi satu
modul dan majalah yang ada saya baca. Sampai pada akhirnya, saya
mengeluarkan satu-satunya majalah yang masih tersisa didalam tas
itu. Dan, dihadapan saya sekarang ada majalah tentang teknologi dan
perkembangan dunia komputer.

Tidak seperti buku dan majalah referensi lain dalam paket itu,
majalah komputer tersebut masih dibungkus plastik, layaknya benda
pajangan di rak toko buku. Padahal, dalam diri saya tumbuh sebuah
sistem nilai; `orang yang berhak membuka pembungkus buku adalah sang
pemiliknya saja'. Jadi kalau anda bukan pemiliknya, maka anda tidak
berhak untuk membuka plastik pembungkus majalah itu; kecuali atas
seijin pemiliknya.

Dalam obrolan kami diruang kerjanya, saya memang
mendapatkan `tambahan' majalah bertema keluarga yang diberikan
secara khusus mengingat didalamnya ada liputan tentang keluarga
beliau. Jadi, majalah itu bukanlah paket standard gift perusahaan.
Oleh karena itu, ketika saya menemukan majalah komputer tadi, maka
langsung saya bepikir; "Ya Tuhan, Beliau membeli majalah ini untuk
dibaca dan secara tidak sengaja terbawa oleh saya." Lalu, saya
bergegas ke kantor pos, dan mengirimkan majalah itu kembali dengan
sepucuk surat berisi permohonan maaf. Dua hari kemudian, saya
mendapat SMS dari beliau yang mengatakan bahwa majalah itu memang
termasuk kedalam paket yang diberikan kepada saya!

Betapa noraknya saya ini, bukan? Tetapi, kenorakan yang memalukan
itu terbayar lunas ketika saya teringat bahwa pada cover majalah
komputer itu ada sebuah poster film animasi yang fenomenal. Anda
bisa menebak film apa itu? SpongeBob. Ya, SpongeBob SquarePants.
Anda suka menonton film itu? Saya menyukai saat-saat menikmati
tayangannya bersama anak-anak.

Kembali kepada pertanyaan kita diatas; bagaimana mengukur rasa cinta
kita kepada perkerjaan? Mungkin kita bisa mempertimbangkan untuk
bertanya kepada SpongeBob. `Ayolah, jangan bercanda!" barangkali
anda berpikir begitu. Tidak. Saya tidak sedang bercanda. Saya kira
SpongeBob bisa mengajari kita tentang rasa cinta kepada pekerjaan.
Saya tahu bahwa tidak ada jaminan; SpongeBob bisa memberikan jawaban
eksak tentang cara mengukur dan alat ukurnya. Tetapi, SpongeBob bisa
menunjukkan kepada kita bagaimana semestinya kita mencintai
pekerjaan.

Ada banyak hal dalam kehidupan yang membuat SpongeBob sedih, kesal,
atau marah. Dia bisa menangis tersedu-sedu karenanya. Lalu
memelintirkan tubuhnya untuk memeras semua airmata yang dimilikinya
agar terkuras habis. Dan, setelah pori-pori spon pada tubuhnya
kehabisan air; dia segera tertawa kembali sambil menunjukkan gigi
depannya yang besar-besar dan jarang. Begitulah SpongeBob. Dia bisa
segera tertawa kembali; dan menemukan hidupnya, kembali normal.
Namun demikian, tahukah anda bahwa ada satu hal didunia ini yang
bisa membuat SpongeBob bersedih tanpa henti? Tahukah anda apa itu?
Itu adalah saat dimana Tuan Krabs memintanya untuk berhenti bekerja.
Ketika itulah SpongeBob bersedih alang kepalang, sehingga Patrick si
bintang lautpun tidak dapat menghiburnya.

Anda boleh bilang; "Ya kalau itu sih bukan cuma SpongeBob. Gue juga
bakal sedih betul kalau sampai diberhentikan dari pekerjaan!"
Mungkin sama. Mungkin juga tidak. Sama, karena kebanyakan orang yang
terkena PHK merasa bersedih. Kebanyakan: tidak semua. Sebab, ada
saja yang malah senang mendapatkan paket PHK, bukan?. Tapi, pada
umumnya orang bersedih jika di-PHK. Sponge bob juga bersedih. Jadi,
itu adalah hal yang lumrah. Tetapi tidak sepenuhnya sama, karena
kesedihan SpongeBob berbeda dengan kesedihan kita kalau kena PHK.

Kita, jika kena PHK bersedih karena memikirkan seribu tanya tak
berjawab; "Saya mau kerja apa lagi setelah ini? Cari pekerjaan kan
susah setengah mati? Anak istri saya mau dikasih makan apa?" Padahal
kan sudah jelas; ya dikasih makan nasi-lah. Masa dikasih kerikil.
Kita berputus asa. SpongeBob berbeda. Dia bukan mempertanyakan
semuanya itu. Dia bersedih karena benar-benar mencintai pekerjaannya
sebagai juru masak di restoran milik Tuan Krabs. Ukuran cinta
SpongeBob ditunjukkan dengan kegembiraannya setiap kali dia bekerja.
Tengoklah filmnya sesekali jika anda perlu membuktikan kata-kata
saya ini. Ketika bekerja, SpongeBob selalu tampil ceria. Dan dia
selalu didorong untuk membuat masakan terbaiknya hari itu. Kompor.
Kuali. Minyak goreng. Api. Adonan roti. Sebut saja apa. Semua yang
berhubungan dengan pekerjaannya dijadikan sahabat dimana dia bisa
menikmati hidupnya. Menikmati proses menjalani pekerjaannya, sehari-
hari.

Begitulah wujud sebuah cinta kepada pekerjaan adanya. Maka tidaklah
mengherankan jika restoran Tuan Krabs sangat sulit untuk ditandingi.
Bahkan, investor yang mendatangi Tuan Krabs untuk mengakuisisi
Krusty Krab dengan imbalan uang yang melimpah ruah pun tidak
berhasil menggeser kepemilikan restoran itu. Tahukah anda apa
penyebabnya? Anda tahulah, jika mahluk rakus uang seperti Eugene H.
Krabs ditawari cash yang melimpah ruah; pasti dia akan menyerah
begitu saja. Sekalipun itu berarti bahwa dia harus kehilangan
restoran miliknya. Jadi, sudah tentu bukan keengganan Tuan Krabs
penyebab kegagalan akuisisi itu. Lalu apa dong?

Jawabannya adalah; Kecintaan SpongeBob kepada pekerjaannya. Kita
semua tahu betul bahwa bekerja yang dilandasi dengan rasa cinta akan
memberikan hasil terbaik. Kualitas produk yang dibuat oleh orang-
orang yang mencintai pekerjaannya pastilah berkelas nomor satu. Dan
itulah yang terjadi pada SpongeBob. Karena cintanya pada pekerjaan,
dia dapat menghasilkan masakan yang paling enak diseluruh Bikini
Bottom. Dan itu menyebabkan semua penduduk kota menyukainya.

Ketika investor kapitalis itu datang untuk mengakuisisi restoran
Tuan Krabs. Dan dihadapannya sudah terhampar sejumlah nyaris tak
terbilang uang. Surat perjanjian jual beli siap untuk ditanda
tangani. Tiba-tiba, penduduk dunia ikan seisi kota air mendatangi
restoran itu. Mereka berdemo, untuk menghentikan transaksi itu.
Mereka tidak menginginkan akuisisi itu. Lalu, apa hak mereka?
Bukankah restoran itu milik Tuan Krabs?

Benar. Restoran itu milik Tuan Krabs. Tetapi, ada satu komponen
penting di restoran ini yang dimiliki oleh semua orang seisi kota.
Tahukah anda apa gerangan itu? SpongeBob. Ya, SpongeBob SquarePants
dengan cita rasa masakan yang dibuatnya berkat bumbu rahasia bernama
cinta kepada pekerjaan. Cinta itu melahirkan dedikasi. Dan dedikasi
memunculkan kesungguhan. Sementara, kesungguhan menghasilkan
keunggulan.

Kembali kepada pertanyaan kita diatas; bagaimana mengukur rasa cinta
kita kepada perkerjaan? Apakah sekarang anda sudah menemukan
jawabannya?

Dadang Kadarusman
http://www.dadangka darusman. com/

Catatan Kaki:
Tidak perlu menunggu terkena PHK terlebih dahulu untuk mulai
mencintai pekerjaan yang kita miliki. Karena jika demikian, maka
semuanya sudah teramat sangat terlambat.