KOMPAS - Dalam mengembangkan dirinya, perempuan Indonesia menghadapi kendala internal dan eksternal. Perempuan Indonesia harus memliki semangat tinggi untuk mengatasi dua kendala ini.
Peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Siti Zuhro menyampaikan pandangan itu dalam diskusi di Dewan Perwakilan Daerah, Selasa (18/12). Tema diskusi adalah Dengan Semangat Hari Ibu ke-79 Kita Tingkatkan Persatuan, Etos Kerja, dan Produktivitas Perempuan untuk Menanggulangi Kemiskinan dan Ketertinggalan Guna Mewujudkan Rakyat Indonesia yang Sejahtera.
"Perempuan tidak ada waktu lagi untuk ngerumpi dan sirik dengan yang lain," ucap Siti Zuhro.
Siti justru mengajak semua perempuan Indonesia untuk memiliki semangat merubah kemapanan dengan banyak menimba ilmu pengetahuan. Semula oleh ibunya, dia pun hanya dikatakan cukup berpendidikan Sarjana Muda. Tapi, dia terus berupaya lebih dan akhirnya berhasil meraih gelar doktor.
"Fighting spirit, semangat untuk mendobrak kemapanan harus ada," ucapnya. Kuota 30 persen perempuan dalam pencalonan legislatif, menurutnya, di satu sisi bagus tapi di sisi lain juga bisa menunjukkan kelemahan perempuan karena seolah-olah harus selalu memohon.
Namun demikian, menurut Ida Ayu Agung Mas, DPD Bali, aksi keberpihakan pada perempuan secara politik juga diperlukan karena pada kenyataannya partai politik masih banyak didominasi perempuan.
Ida Ayu mengingatkan perjuangan RA Kartini dalam mengatasi keterperangkapan keusangan sistem penjajahan dengan menuliskan "Habis Gelap Terbitlah Terang" atau Dewi Sartika dalam "Gerakan Perempuan Sedar".
Sekjen DPD Siti Nurbaya yang juga pernah menjadi Sekjen Depfdagri mengajak perempuan Indonesia untuk bekerja keras. Saat sekolah di Belanda ada pepatah mengatakan bahwa perempuan itu harus berbuat dua kali lipat untuk diakui setengahnya oleh laki-laki.
"Artinya kita itu harus bekerja 4 kali lipat. Peremuan itu dalam berpikir memang lain tapi tidak bodoh karena perempuan harus percaya diri," paparnya. (sut/kompas)