Sabtu, 12 Januari 2008

Spiritualitas Masuk Dunia Kerja

Membaca judul di atas, Anda mungkin berpikir tentang bagaimana sebaiknya seseorang membekali diri dengan spiritualitas ketika memasuki dunia kerja. Ya, ini tentang spiritualitas yang sempat dianggap tak layak dibahas di dunia kerja.

Spiritualitas bukan merupakan suatu hal yang baru dalam pengalaman manusia. Semua tradisi agama besar pada level tertentu mendorong kehidupan kontemplatif, yakni bahwa pencarian makna dan tujuan merupakan hal utama dan hidup dalam harmoni dengan orang lain dipandang sebagai sesuatu yang sangat penting.

Dalam kehidupan pribadi, spiritualitas semacam itu wajar berkembang meski harus berhadapan dengan arus nilai-nilai lain yang cenderung memacu perolehan materi. Ketika berada dalam dunia kerja, seseorang yang menghidupi spiritualitas seringkali terbentur dengan batasan manajemen dan organisasi klasik yang memandang manajemen sebagai alat impersonal untuk memperoleh tujuan akhir, yakni materi dan melakukan fungsi kontrol terhadap karyawan.

Konsep birokrasi dari Weber yang berkembang luas penerapannya, jelas menggambarkan hal itu. Ackers & Preston mengutarakan: "Di dalam rezim organisasi semacam ini, manajer dan pekerja lainnya diharapkan menuntaskan pekerjaan yang diberikan tanpa melibatkan dirinya yang esensial, merefleksikan kemenangan seutuhnya dari rasio dan kesadaran ilmiah."

Dimensi spiritualitas manusia semula kurang dapat diterima dalam dunia kerja. Laabs mengatakan: "Spiritualitas merupakan bagian esensial dari diri kita masing-masing. Namun, tidak ada perusahaan yang secara tradisional mengizinkan karyawannya mengekspresikannya dalam pekerjaan."

Pada masa sekarang, penolakan dunia kerja terhadap dimensi spiritual manusia telah berkurang. Khususnya di negara maju seperti Amerika Serikat, terdapat gerakan spiritualitas di tempat kerja. Hal ini dapat dipantau dari merebaknya publikasi tertulis (jurnal cetak maupun online, buku) dan konferensi-konferensi dengan tema spiritualitas di tempat kerja.
Ashmos & Ducon juga mengklaim terdapat fenomena terjadinya transformasi besar dalam berbagai organisasi yang menunjukkan gerakan spiritualitas. Organisasi yang sejak lama dikenal sebagai suatu sistem yang rasional, kini telah mempertimbangkan untuk memberikan ruang bagi dimensi spiritual.

Penulis lain, McCormick, menyatakan bahwa para manajer di AS menunjukkan peningkatan minat untuk mengintegrasikan spiritualitas dengan manajemen.

Bukan Agama
Istilah spiritualitas sering disalahartikan, dilihat sebagai sesuatu yang konteksnya sama dengan agama, keyakinan tertentu, aturan moral, dan tradisi-tradisi. Ron Cacioppe dalam The Leadership & Organization Development Journal menegaskan bahwa spiritualitas bukanlah sesuatu yang formal, terstruktur, dan terorganisasi.

Cash, Gray, & Rood memperjelas dengan menyatakan bahwa spiritualitas melihat ke dalam batin menuju kesadaran akan nilai-nilai universal, sedangkan agama formal melihat keluar menggunakan ritus formal dan kitab suci.
Senada dengan pernyataan itu Cacioppe mengatakan bahwa agama formal memiliki orientasi eksternal, sedangkan spiritualitas mencakup seseorang yang memandang ke dalam batinnya dan karenanya dapat dijangkau semua orang, yang religius maupun tidak.

Mengenai spiritualitas di tempat kerja, Neal mendefinisikannya sebagai: Tentang integritas, menegakkan kebenaran dalam diri sendiri, dan memberitahukan kebenaran kepada orang lain. Spiritualitas di tempat kerja menunjuk pada usaha individu untuk menghidupi nilai-nilainya secara penuh di tempat kerja. Atau menunjuk pada cara organisasi-organisasi mengatur dirinya untuk mendukung pertumbuhan spiritualitas di tempat kerja.

Menyimak definisi di atas, tampak bahwa spiritualitas dapat diterapkan dalam level individu dalam berhubungan dengan orang lain, dan juga dalam level organisasi, yakni cara organisasi memperlakukan dan berinteraksi dengan karyawan, pelanggan, dan komunitas.

Ashmos dan Duchon dalam Journal of Management Inquiry memberikan pengertian secara lebih sistematis, dan juga telah mengembangkan alat ukur spiritualitas di tempat kerja berdasarkan definisi konseptual yang dibuatnya.
Mereka menegaskan, spiritualitas di tempat kerja bukanlah agama atau penggantinya, dan bukan tentang menemukan orang yang menerima suatu sistem kepercayaan tertentu.

Spiritualitas di tempat kerja adalah mengenai pemahaman diri pekerja sebagai makhluk spiritual yang jiwanya (the soul) memerlukan makanan di tempat kerja; mengenai pengalaman akan rasa bertujuan dan bermakna dalam pekerjaannya; dan juga tentang mengalami perasaan saling terhubung dengan orang lain dan dengan komunitasnya di tempat kerja.

Komponen
Berikut ini disajikan bagaimana penjelasan Ashmos & Duchon (2000) mengenai tiga komponen spiritualitas di tempat kerja tersebut di atas.

- Kehidupan batin sebagai identitas spiritual
Spiritualitas di tempat kerja merupakan penemuan kesempatan di tempat kerja untuk mengekspresikan berbagai aspek yang dimiliki seseorang, bukan hanya kemampuan menampilkan tugas-tugas fisik dan intelektual. Memahami spiritualitas di tempat kerja dapat dimulai dengan memahami bahwa setiap orang memiliki kehidupan batin maupun lahir, dan bahwa makanan untuk kehidupan batin dapat mengakibatkan kehidupan lahir yang lebih bermakna dan produktif.
Conger menjelaskan kehidupan batin (inner life) sebagai berikut: Spiritualitas memberikan ekspresi terhadap sesuatu yang ada dalam diri kita; yang dilakukan dengan perasaan, dengan kekuatan yang datang dari dalam, dengan mengetahui kedalaman diri kita dan apa yang suci menurut kita, dengan apa yang disebut Matthew Fox sebagai "heart-knowledge."

- Makna dan tujuan dalam bekerja
Setelah mengenal elemen spiritual dalam diri pekerja, diperlukan penerimaan bahwa para pekerja perlu terlibat dalam pekerjaan yang memberikan makna terhadap hidupnya. Neal (dalam Ashmos & Duchon, 2000, hal 136) menuliskan: Orang-orang mengatakan, "Cukup sudah. Kami ini lebih dari sekadar ongkos untuk organisasi. Kami memiliki spirit. Kami memiliki jiwa. Kami memiliki mimpi. Kami menginginkan suatu kehidupan yang bermakna. Kami ingin menyumbang untuk masyarakat. Kami ingin merasakan hal yang baik mengenai apa yang kami lakukan."

Pentingnya pekerjaan yang bermakna dinyatakan oleh Fox: Hidup dan penghidupan (mata pencaharian) bukan dua hal yang terpisah, melainkan mengalir dari sumber yang sama, yaitu spirit. Spirit berarti hidup, dan hidup maupun penghidupan adalah menyangkut kehidupan dalam kedalaman, kehidupan dengan makna, tujuan, kedamaian, dan perasaan memiliki kontribusi terhadap komunitas yang lebih luas. Spiritualitas kerja adalah menyangkut bagaimana membawa hidup dan penghidupan kembali bersama, dan spirit di dalamnya.

Gerakan spiritualitas di tempat kerja menyangkut kerja yang lebih bermakna, menyangkut keterkaitan antara jiwa (soul) dengan kerja, dan bagaimana mendapatkan perhatian dari perusahaan karena pengakuan bahwa memberi makan jiwa dapat memberikan hal yang baik bagi bisnis.

- Perasaan terhubung dan komunitas
Spiritualitas di tempat kerja bukan hanya bagaimana mengekspresikan kebutuhan-kebutuhan kehidupan batin dengan mencari pekerjaan yang bermakna, tetapi juga bagaimana seseorang dapat hidup terkoneksi dengan orang lain.
Birokrasi dan model manajemen organisasi ilmiah merekomendasikan spesialisasi, yang pada gilirannya menimbulkan perasaan terisolasi dan terasing di antara para pekerja. Namun, kini tempat kerja diakui sebagai suatu jenis komunitas itu sendiri. Mirvis menyatakan: "Kerja itu sendiri ditemukan sebagai suatu sumber pertumbuhan spiritualitas dan koneksi (hubungan) dengan orang lain."

Perasaan menjadi bagian dari komunitas merupakan suatu elemen esensial bagi perkembangan spiritualitas. Banyak tradisi agama yang menekankan aspek persahabatan (fellowship) dari perkembangan spiritual.

Mengenai hal ini Vail menyatakan, "Persahabatan membantu pimpinan dan anggota-anggotanya menghadapi kesepian, kekecewaan, dan luka akibat organisasi modern serta memastikan bahwa kondisi tersebut tidak berlanjut membusukkan spirit organisasi dan orang-orang di dalamnya."

Apa yang sudah diuraikan di atas baru mengupas apa itu spiritualitas di tempat kerja dan bagaimana hal itu akhirnya menjadi perhatian organisasi-organisasi di AS. Tulisan berikutnya akan mengupas apa manfaat yang diperoleh organisasi bila memberi kesempatan berkembangnya spiritualitas di tempat kerja secara konseptual maupun dalam praktisnya di organisasi.



Sumber: Gaya Hidup Sehat
Wartawan: M.M. Nilam Widyarini, MSi