Sabtu, 12 Januari 2008

Bipolar, Merasa Diri Nabi

Jika orang yang Anda kenal merasa diri hebat, mengaku jenderal, bahkan malaikat, nabi, atau wakil Tuhan, waspadailah. Siapa tahu ia mengalami gangguan bipolar (manik depresi). Salah satu tanda bipolar yang menonjol, menurut Dr. Yul Iskandar, Sp.KJ, Ph.D, psikiater dari RS Khusus Dharma Graha, memang delusi kebesaran (grandiosity). Celakanya, orang bipolar juga biasanya memiliki insting kuat dan apa yang terjadi pada dirinya sepertinya masuk akal, sehingga orang lain mudah tersugesti.

"Karenanya tak sedikit orang yang mengaku hebat itu lalu banyak pengikutnya, meskipun klaim bahwa dia mendapat suara atau bisikan sulit dibuktikan," tutur Dr. Yul.

Kondisi itu tak ubahnya hidup keseharian kita yang diberondong tayangan magis-mistik, dan lama-kelamaan membuat kita percaya juga.

Merusak Hubungan
Gangguan bipolar sendiri merupakan penyakit mental kronis dan parah yang juga dikenal sebagai manik depresi. Gangguan ini menyebabkan terjadinya perubahan suasana hati, energi, dan perilaku lain yang tidak normal. Akibatnya berpengaruh buruk pada prestasi sekolah maupun kerja, merusak hubungan antarmanusia, bahkan bisa berakhir dengan tindakan bunuh diri.

Gangguan itu belum diketahui secara pasti penyebabnya, tetapi diduga berkaitan dengan virus yang menyerang otak. Serangan virus berlangsung semasa janin dalam kandungan atau di tahun pertama sesudah lahir. Namun, baru 15-20 tahun kemudian mewujud menjadi bipolar.

"Itu karena pada usia 15 tahun kelenjar timus dan pinealis yang mengeluarkan hormon yang dapat mencegah gangguan psikiatrik hebat sudah berkurang menjadi 50 persen," papar Dr. Yul, dalam acara dialog media di Jakarta, belum lama ini.

Di samping delusi kebesaran, tanda lain dari bipolar adalah hiperaktivitas, mudah marah, murung, ide meloncat-loncat, dan bunuh diri. Sekitar 16 persen dari pasien bipolar berkecenderungan untuk membunuh dirinya. "Kebut-kebutan atau ngetrek itu juga termasuk gejala bunuh diri, tetapi sebetulnya kasus bunuh diri di Jakarta masih kecil," katanya.

Saat ini di Amerika Serikat, sekitar 1 persen dari populasi orang usia 18 tahun ke atas mengalami gangguan bipolar. Jika angka itu juga berlaku di Indonesia, berarti bisa lebih 2 juta penderitanya.

"Yang berkonsultasi ke psikiater baru kira-kira 30 sampai 50 persen karena mereka merasa tidak terganggu," tambahnya. Dr. Yul sendiri baru menangani sekitar 30-50 orang pasien bipolar. Akibat anggapan salah itu, tak sedikit pasien yang baru berkonsultasi ke psikiater 6 tahun setelah gejala depresi muncul. Tentu saja kondisi penyakitnya sudah berat. Selama kurun waktu itu banyak juga pasien yang lebih dulu dibawa melanglang berobat ke tempat lain, bisa medis maupun alternatif, dan tidak langsung menuju dokter ahli jiwa.

Tidak seperti skizofrenia, pada bipolar ada kalanya terjadi fase baik. Mungkin itu sebabnya proses terapi akhirnya berlangsung tidak maksimal.

Terapi Jangka Panjang
Perkembangan gangguan bipolar umumnya terjadi di akhir masa remaja atau awal masa dewasa. Namun, pada beberapa penderita sudah mulai terjadi di masa kanak-kanak, sementara yang lain baru muncul menjelang akhir kehidupannya. Bipolar memang seringkali tidak bisa dikenali sebagai penyakit, meski pasien mungkin sudah menderita selama bertahun-tahun sebelum benar-benar terdiagnosis.

Seperti penyakit kronis lain, bipolar butuh perawatan jangka panjang, bahkan bisa sepanjang hidup pasien. Namun, yang penting, penyakit ini punya masa depan cukup cerah karena sudah ada obatnya. Dokter biasanya akan memberikan terapi obat ini selama 5 tahun.

"Setelah itu kita coba hentikan. Kalau selama dua tahun tak pernah muncul gejala, dinyatakan sembuh," ungkap Dr. Yul. Kemungkinan kambuh pada pasien yang menjalani terapi dengan obat ini sekitar 30 persen.

Obat-obatan yang dipakai saat ini dan sudah mendapat izin FDA (Food and Drug Administration) adalah mood stabilizer (menghentikan perubahan mood) seperti valproate, lithium, oxcarbazepin, temoxipen, dan gabapentin. Obat-obatan tersebut akan membantu menyeimbangkan kondisi manik dan depresi pasien. Dengan pengobatan yang tepat gangguan bipolar dapat dikontrol secara baik.

Sayangnya, penggunaan obat bukannya tanpa efek samping. Lithium misalnya bisa memengaruhi kognisi, menyebabkan tremor, gangguan pencernaan, endokrin, menambah berat badan, gangguan kulit. Lithium juga sangat toksik. Bila diminum tidak tepat aturan, misalnya 3 kali dosis yang seharusnya, bisa berakibat kematian.

Intervensi terapi komplementer seperti rileksasi, meditasi, latihan pernapasan, terapi tertawa, dan terapi perilaku juga bisa dilakukan. Semua itu dapat membuat pasien lebih tenang. Yang terpenting, saran Dr. Yul, keluarga memberikan dukungan penuh bila ada anggotanya yang mengalami bipolar. Caranya, dengan mengenali gejala dan segera membawanya ke dokter ahli jiwa. Semakin dini gangguan ini diketahui dan makin cepat diobati, tentu akan optimal hasil yang dicapai.

Mau Mati Saja
Orang dengan gangguan bipolar cenderung melakukan bunuh diri. Risiko besar untuk bunuh diri bisa terjadi pada awal munculnya penyakit. Jika Anda mendapati orang yang berpikir atau berkata tentang bunuh diri, berilah perhatian.
Tanda-tanda yang berkait erat dengan kemungkinan bunuh diri misalnya:
- Berbicara tentang perasaan untuk bunuh diri atau ingin mati.
- Merasa sangat putus asa.
- Merasa tak berdaya dan tak seorang pun mau membantunya.
- Merasa menjadi beban bagi keluarga maupun teman-teman.
- Mengonsumsi alkohol atau obat-obatan (narkoba).
- Menulis suatu pesan yang menandakan ia mau bunuh diri.
- Melakukan sesuatu yang membahayakan jiwanya.

Amati Gejalanya
Kalau seseorang mengemukakan sesuatu yang di luar nalar, kita bisa melihatnya sebagai gejala bipolar (manik depresi). Pada gangguan jenis ini terjadi dua episode atau fase (manik dan depresi) yang saling bergantian.
Gejala yang mudah diamati antara lain:
? fase manik:
- suasana hati gembira berlebihan
- aktivitas meningkat, ekspansif
- mudah tersinggung
- hiperaktivitas
- berbicara sangat cepat
- ide meloncat-loncat
- kebutuhan tidur berkurang
- harga diri berlebihan
- perhatian mudah teralihkan
- memiliki pertimbangan buruk
- sikap berlebihan (misalnya gila belanja dan seks tidak aman)
? fase depresi:
- perasaan murung atau sedih
- mudah menangis
- minat dan kegembiraan hilang
- kelelahan
- nafsu makan terganggu
- gangguan tidur (insomnia atau hipersomnia)
- putus asa
- pesimis, merasa tidak berguna
- sulit konsentrasi
- berat badan naik/turun secara bermakna
- merasa bersalah
- sering berpikir untuk bunuh diri.



Sumber: Gaya Hidup Sehat
Wartawan: M.M. Nilam Widyarini, MSi