Oleh: Sonny Wibisono *
"Baik untuk memaafkan, lebih baik lagi untuk melupakan."
-- Robert Browning, penyair, 1812-1889
ANDA sudah menonton film 'Hotel Rwanda'? Film ini berdasarkan kisah nyata yang terjadi di Rwanda, negara di Afrika, tahun 1994, mengenai pembunuhan massal yang dilakukan suku Hutu terhadap suku Tutsi. Peristiwa pembantaian itu sendiri meletus beberapa jam setelah Presiden Rwanda, Juvenal Habyarimana, yang berasal dari suku Hutu, tewas dalam penembakan pesawat yang ditumpanginya, pada 6 April 1994.
Don Cheadle berperan sebagai Paul Rusesabagina, manager hotel. Ia mendapat nominasi Award atas aksinya di film ini. Paul, sang manager hotel, berasal dari suku Hutu, kebetulan menikah dengan Tatiana dari suku Tutsi. Mereka memiliki tiga orang anak. Dalam perjuangannya, Paul berhasil menyelamatkan lebih dari seribu nyawa dengan menggunakan hotelnya sebagai tempat sementara pengungsian suku Tutsi. Paul sendiri tak memedulikan bahaya yang harus dihadapinya pada saat genosida berlangsung dinegerinya. Paul memberikan uang suap kepada seorang jenderal dinegerinya untuk memberikan keamanan terhadap hotel yang diurusnya.
Film ini berisi kebencian manusia terhadap manusia lainnya. Bagaimana seorang yang telah dirasuki dendam karena perbedaan suku, melakukan pengkhianatan. Ketika Paul keluar dari hotelnya dan mengendarai mobil, ia kaget ketika mobilnya terhambat di jalan. Ia berpikir pohon yang menghalangi laju kendaraannya. Ternyata mobilnya melindas mayat. Ketika turun, ia melihat ribuan mayat bergelimpangan di jalan.
Tak ada yang indah sedikitpun bila kita bicara soal kebencian. Bila kita menuruti ego, yang ada hanyalah marah dan dendam semata. Sejarah selalu mencatat, dalam perjalanan kehidupan peradaban manusia, bahwa semakin berhasil kita dalam mengendalikan ego, maka semakin kita dapat mengendalikan masa depan kita. Tengoklah negeri Afrika Selatan.
Anda tentu sudah mendengar Nelson Mandela. Karena politik apartheid, Mandela dijatuhi hukuman 27 tahun penjara di Pulau Robben. Ia dibebaskan Februari 1990 dan langsung melakukan proses rekonsiliasi dengan semua lawan politiknya. Sepenggal kisah hidupnya dituangkan ke dalam layar lebar.
Dalam film 'Invictus', film drama biografi keluaran 2009, yang disutradarai oleh Clint Eastwood, aktor kawakan Morgan Freeman berperan sebagai Mandela. Sedangkan aktor ganteng Matt Damon berperan sebagai Francois Pienaar, kapten tim rugby Afrika Selatan. Setelah berkuasa penuh, Mandela sebenarnya sanggup untuk membalas sakit hatinya pada lawan-lawan politiknya, tapi itu tidak ia lakukan. Mandela malah menggunakan rugby untuk mempersatukan semua orang di negaranya, baik kulit putih maupun hitam. Pada Piala Dunia Rugby 1995, tim rugby Afrika Selatan, yang dikapteni oleh Francois Pienaar yang berkulit putih, memenangi turnamen. Film ini sendiri berdasarkan kisah dari buku 'Playing the Enemy: Nelson Mandela and the Game That Changed a Nation', karya pengarang John Carlin.
Kita bisa lihat sekarang. Afrika Selatan sukses mengadakan Piala Dunia di negaranya. Warga kulit putih dan hitam bahu membahu mensukseskan acara ini. Kita tak bisa mengesampingkan fakta bahwa Afrika Selatan seperti saat ini berkat kebesaran hati seorang Mandela. Bila Mandela tak memaafkan lawan-lawan politiknya, saat itu, tentu kisah akhir tak akan semanis seperti saat ini.
Mudah sepertinya untuk mengatakan: maafkan dan lupakan saja. Pada kenyataannya, hal itu nampaknya sulit dilakukan. Lantas, bagaimana caranya agar kita mudah memaafkan seseorang? Pertama, lupakanlah segala kebaikan yang telah Anda lakukan, dan ingatlah hanya kebaikan orang lain. Kita sering mengingat kebaikan diri kita sendiri, tapi lupa akan kebaikan orang lain terhadap kita. Justeru sebaliknyalah yang harus kita lakukan. Lebih sering bila kita mengingat orang-orang yang pernah kita bantu, malah justru membuat kita lebih sakit hati. Sekarang, paradigma berpikir itu harus dibalik.
Lalu, coba pikirkanlah sekali saja, apa untungnya bila kita tidak mau memaafkan. Saat kita membencinya, jangan-jangan ia saat itu tertawa bahagia dengan keluarganya. Dimanapun juga, orang yang memberi lebih tinggi derajatnya dibandingkan orang yang menerima. Berbagai penelitian membuktikan bahwa dengan memaafkan, membuat seseorang menjadi lebih bahagia.
Bagi umat muslim, sebentar lagi memasuki bulan Ramadhan, bulan yang penuh berkah. Inilah momentum yang tepat untuk saling membersihkan diri dari segala kilaf dan dosa. Namun momentum ini dapat digunakan oleh seluruh bangsa Indonesia untuk saling memaafkan dan menghormati. Sungguh, Indonesia akan semakin indah. Selamat menunaikan ibadah puasa bagi yang menjalankannya. Mohon maaf lahir dan batin.
*) Sonny Wibisono, penulis buku 'Message of Monday', PT Elex Media Komputindo, 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silahkan beri Komentar sehat dan membangun