Sabtu, 09 Oktober 2010

Benar, Baik, dan Berguna

Oleh: Sonny Wibisono *

"Adanya dua telinga diciptakan adalah untuk memastikan bahwa Anda mendengar kebaikan lebih banyak."
-- Anonim

RABU pagi. Jam belum menunjukkan pukul delapan. Dari sudut pantry sebuah kantor terdengarlah percakapan seperti ini:
"Pak, sudah dengar cerita si Rifka?"
"Belum," kata pria setengah baya yang tengah asyik menyeduh kopi. Sebut saja Pak Bagus namanya.
"Nah, ada yang menarik nih untuk diceritakan."
"Sebentar, sebentar."
Lelaki itu memotong. Tampaknya dia paham betul arah cerita dari rekan kerjanya itu.
"Sebelum kamu cerita, saya mau tanya dulu soal tiga hal. Tolong dijawab dengan jujur."
Dia pun mengajukan syarat.
Si lawan bicaranya tersenyum. Lalu mengambil cangkir, hendak menyeduh teh.
"Pertanyaan pertama, apakah kamu yakin kalau cerita itu benar?"
"Wah, kalau itu saya gak tahu persis. Saya gak bisa memastikan. Ini juga dapat ceritanya dari orang lain, " jawabnya santai.
"Artinya, cerita itu belum tentu benar," katanya. "Sekarang saya lanjut bertanya, apakah cerita tentang Rifka itu soal kebaikannya?"
"Lo, justeru sebaliknya saya pikir," jawabnya. Wajahnya tampak sumringah.
"Artinya justeru keburukannya yang ingin disampaikan?"
"Ya, iyalah," katanya cepat.
"Nah, artinya yang diceritakan malah keburukan orang lain, bukan kebaikannya," kata Pak Bagus sambil tersenyum.
"Sekarang pertanyaan terakhir," Pak Bagus menyeruput sejenak kopi buatannya sendiri, "Apakah cerita si Rifka ini ada manfaatnya, minimal bagi kamu atau saya tentunya?"
"Hm, gak kayaknya," kata pria itu yang mulai bisa menebak ketidaktertarikan Pak Bagus.
"Nah, kalau yang kamu ceritakan itu belum tentu benar, bukan soal kebaikan, malah sebaliknya, dan bahkan tidak berguna, mengapa saya harus mendengar soal itu? Sorry Bro, saya harus segera meeting." Pak Bagus pun berlalu.

Dua jempol sepatutnya ditujukan pada Pak Bagus. Dia begitu tegas terhadap informasi yang teramat menggoda. Padahal Rifka adalah kembang kantor yang begitu cantik, seksi, dan hidupnya penuh dengan cerita yang mengejutkan. Namun, sekali lagi, karena merasa tidak berguna cerita yang dijanjikan rekan sekerjanya, Pak Bagus memilih untuk menutup kuping.

Keberanian dan ketegasan Pak Bagus itulah yang seharusnya ada dalam diri kita. Berani memilah mana informasi yang menguntungkan, di kala serbuan kabar yang masuk tiap hari merupakan suatu godaan yang tidak mudah untuk dielakkan.

Coba perhatikan. Saat kita bangun pagi misalnya, televisi sudah menyiarkan kabar tentang kehidupan pribadi selebritis yang tengah dirundung masalah. Semestinya, kita sudah bisa memutuskan bahwa semua info atau tepatnya gosip itu sama sekali tidak berguna buat kita. Kehidupan pribadi, apalah artinya buat kita. Sesampai di kantor misalnya, kita bertemu dengan orang yang punya perangai persis lawan bicara Pak Bagus.

Meniru Pak Bagus adalah langkah yang paling tepat. Singkirkan hal-hal yang tidak berguna. Tentukan prioritas hidup kita. Hal itu akan membuat kita bijak seperti Pak Bagus dalam menerima informasi yang benar, baik, dan berguna bagi kehidupan kita. Informasi di luar itu semua hanya akan membuang waktu semata dan tidak membuat kita cerdas. Is that right brother?

*) Sonny Wibisono, penulis buku 'Message of Monday', PT Elex Media Komputindo, 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

silahkan beri Komentar sehat dan membangun