Rabu, 05 Desember 2007

Salah Siapa?

Santi tadi pagi berangkat seperti biasa. Pukul 06.15. Seperti biasa
dia berjalan kaki sebentar ke ujung jalan untuk naik ojek ke
pangkalan bis umum terdekat. Seperti biasa pula, Santi naik bis yang
biasa ditumpanginya. Sebentar saja bis sudah penuh, dan bis mulai
berjalan.

Baru berjalan sekitar 30 menit, tiba-tiba bis menepi dan berhenti.
Santi terbangun dari tidurnya dan menanyakan apa yang terjadi.
Ternyata sopir bis sedang turun dan menemui seorang polisi lalu
lintas. Rupanya sopir tersebut melanggar peraturan lalu lintas. Entah
apa. Yang jelas, dia sedang ditilang.

Aduuh....Santi merasa kesal. Ada-ada saja. Kenapa sih sopir itu tidak
bisa mematuhi peraturan lalu lintas? Gara-gara dia, bisa terlambat
deh masuk ke kantor. Apalagi hari ini ada meeting pagi.

Santi sangat kesal kepada sopir bis tersebut. Salah siapa kalau dia
jadi terlambat? Salah sopir bisnya dong. Kan, sudah jelas dia yang
melanggar duluan sehingga ditilang polisi. Coba kalau dia tidak
melanggar, pasti tidak ditilang. Semua penumpang bis tersebut saling
mengomel pelan-pelan. Semua juga tidak ingin terlambat, tetapi apa
boleh buat.

Akhirnya setelah menunggu 25 menit, bis berangkat lagi meneruskan
perjalanannya. Santi masih kesal. Pasti terlambat deh! Huh! Gara-gara
sopir yang sembrono! Rusaklah seluruh acara hari itu.

Betul juga. Setibanya di kantor dia sudah sangat terlambat. Atasan
dan beberapa kepala divisi dan supervisor sudah berada di ruang
rapat. Bahkan rapat sudah dimulai sejak 15 menit yang lalu. Tuh, kan?
Kalau tadi sopirnya tidak sembarangan, dia tidak mungkin terlambat.
Sekarang mau ngomong apa? Santi hanya bisa pasrah.

Terpaksa dia masuk ruangan sambil menahan rasa kesalnya. Rasanya
semua orang memandangnya. Bahkan, dia merasa seakan-akan semua orang
di ruangan rapat sedang menyalahkan dia. Perasaan Santi semakin tidak
keruan. Betul-betul hari sial. Tahu begini, lebih baik sekalian tidak
masuk kerja saja!

Sambil rapat, perasaan Santi masih kurang nyaman. Soalnya, dia
kemarin sudah meyakinkan atasannya bahwa dia tidak akan terlambat
datang. Kalau sudah begini, kan jadi tidak enak kepada atasan?
Bagaimana kalau beliau marah? Untunglah selama rapat beliau tidak
menegurnya.

Menghadap atasan

Setelah selesai rapat, Santi menghadap atasannya. Daripada dipanggil,
lebih baik menghadap. Dengan hati berdebar-debar dan sedikit rasa
takut, dia masuk ke ruang kerja atasannya. Santi mencoba bersikap
sopan dan hati-hati. Tapi rupanya atasannya sedang gembira. Beliau
biasa saja. Tidak cemberut sama sekali.

Santi berkata:"Pak, maaf tadi saya terlambat".

"Ya. Mengapa bisa terlambat?", tanya beliau.

"Soalnya bis yang saya tumpangi ditilang polisi. Lama lagi. Sampai 25
menit pak. Sopirnya sembarangan sih", jawab Santi.

"Oh, yang salah sopirnya?", tanya beliau dengan sedikit senyum.

"Ya pak! Betul! Saya tidak tahu dia melanggar apa. Yang jelas dia
yang bersalah." Santi menjawab dengan berapi-api.

Atasannya hanya tersenyum. Dengan sabar dia bertanya "Sebenarnya
kalau mau jujur pada diri sendiri, apakah tadi kamu memang benar-
benar merasa harus datang lebih pagi dan tidak ingin terlambat?".

"O ya. Pasti pak. Saya tidak ingin terlambat".

"Apakah kamu memang sepenuh hati berpikir bahwa kamu tidak boleh
terlambat sama sekali?"

Santi terdiam dan mulai berpikir.

"Kalau kamu memang berniat sungguh-sungguh untuk datang tepat waktu,
sungguh-sungguh tidak ingin terlambat, pasti seharusnya kamu ganti
bis. Betul tidak?"

"Iya sih......", kata Santi.

"Coba ingat-ingat tadi pagi. Saya tahu kamu tidak ingin terlambat.
Tapi dalam hatimu sebenarnya kamu merasa tidak apa-apa juga sih kalau
terlambat. Kan ini bukan salah kamu? Betul tidak? Maka itu kamu tidak
berusaha maksimal. Kamu tidak ganti bis."

Sambil tersenyum malu, Santi berkata:"Ya sih. Betul juga."

"Jadi yang salah siapa? Sopirnya atau diri kamu sendiri?", tanya
atasannya sambil tersenyum.

Santi merasa malu sendiri. Ya, dia sekarang menyadari bahwa dia tidak
sungguh-sungguh berniat tidak terlambat ke kantor. Niatnya kurang
kuat. Kalau niatnya untuk datang pagi sangat kuat, tentu dia pindah
bis. Mengapa dia tadi tidak berpikir demikian?

arena dia menerima hal itu dan tidak berbuat apa-apa. Ketika bis
berhenti lama, dia hanya duduk menunggu. Tidak berbuat apa-apa. Malah
kalau mau terus terang, dia agak gembira karena bisa tidur lebih lama
di dalam bis.

Yang membuat Santi malu pada dirinya sendiri, sepanjang hari dia
menyalahkan sopir bis itu. Sepanjang hari dia merasa kesal pada sopir
bis yang melanggar tadi. Sepanjang hari dia uring-uringan. Padahal
kalau dipikir-pikir, sebenarnya dia sendiri yang salah, bukan sopir
itu.

Mulai sekarang dia akan berusaha lebih objektif. Tidak terlalu mudah
menyalahkan orang lain. Siapa tahu, ternyata dia sendiri yang salah.
Think first! Do not always blame others!

Sumber: Salah Siapa? oleh Lisa Nuryanti