Jumat, 28 Desember 2007

TIDAK ADA YANG GRATIS DI DUNIA INI

Globalisasi yang melanda dunia menjadikan kita begitu dekat dengan prinsip ekonomi kapitalisme. Tanpa terasa kita mengukur hampir segala sesuatu dengan prinsip seorang kapitalis. Untung dan rugi selalu menjadi parameter dalam mengambil keputusan apa pun. Orang-orang yang bergelut dalam bidang keuangan menyebutnya sebagai risk and return. Kita selalu berprinsip bagaimana membayar yang sesedikit mungkin untuk mendapatkan hasil yang semaksimal mungkin. Hasil menjadi acuan tak peduli bagaimana cara mendapatkannya.

Kesuksesan dan kejahatan tidaklah gratis

Sejak dini kita sudah dikenalkan dengan prinsip ekonomi pay less to get more. Ketika masih sekolah, jika seorang yang rajin belajar mendapatkan nilai yang bagus kita menyebutnya “wajar saja dia sudah belajar”. Tapi kita cenderung memuji, “hebat kamu ngga belajar saja lulus”, mengabaikan bagaimana cara dia lulus.

Tapi sesungguhnya tidak ada yang gratis di dunia ini. Dalam bukunya The 7 Habits of Highly Effective People, Covey mengatakan tidak ada jalan pintas untuk mendapatkan sesuatu karena kita selalu menuai apa yang kita tabur. Kesuksean tidaklah gratis. Ada harga yang harus dibayar dan proses yang diikuti untuk mendapatkan apa yang kita inginkan. Ketika melihat beberapa penyanyi, kita cenderung mencemooh keberhasilan mereka hanya karena keberuntungan saja. Agnes Monica misalnya, banyak orang berpendapat kesuksesannya lebih karena keberuntungannya pernah menajdi penyanyi cilik. Tapi sedikit orang yang tahu untuk menjaga suaranya saja, dia melakukan diet ketat yang sangat konsisten.

Kita pun harus membayar apa yang sudah kita ambil. Seperti dalam transaksi, hidup tidak selalu mengenal tunai. Kredit bisa saja terjadi. Tidak selalu kita membayar sebelum mendapatkan sesuatu. Kadang kita harus membayar belakangan. Tindak kejahatan apa pun bentuknya akan kembali pada kita dengan takaran yang setara.

Bagaimanapun kita, manusia diciptakan sebagai makhluk naïf yang berharap (bahkan kadang sangat yakin) kita tidak perlu membayar atas apa yang kita ambil. Sebagian dari kita merasa hebat ketika bisa berbuat curang, korupsi tanpa ketahuan atau selingkuh ketika tidak ada yang tahu. Kita merasa jumawa ketika bisa berkelit setelah melanggar norma. Tapi seperti kita mengambil barang di muka, tagihan itu akan datang pada kita dalam jumlah yang setara di waktu yang tidak terduga. Kejahatan akan ditagih dengan kemalangan baik materi maupun non-materi. Sebanyak yang kita ambil sebanyak itu pula yang kita bayar. Ada banyak contoh di sekitar kita yang bisa kita ambil. Seberapa orang korupsi separah itu juga yang akan menimpa dia dan orang-orang yang menikmati hasil korupsinya.

Hukum Energi

Kita mayoritas berpendapat ketika berbuat jahat kita akan berdosa. Tapi karena kita juga yakin dosa adalah urusan nanti banyak dari kita sudah tidak takut dosa lagi. Di luar kesadaran kita hukum alam berlaku secara otomatis. Dalam ilmu fisika ini disebut sebagai hukum energi. Energi yang diambil akan sama dengan energi yang dilepas. Tidak hanya secara harfiah semacam energi listrik dan energi panas dalam fisika, energi bisa juga diterjemahkan sebagai tindakan atau usaha kita dalam mencapai sesuatu. Setiap daya, tenaga dan usaha yang kita kerahkan untuk mendapatkan apa pun memenuhi dan selalu mengikuti hukum ini. Kita mendapatkan upah setiap bulan setelah bekerja dari jam 8 pagi sampai jam 5 sore, mencapai gelar setelah sekian lama kuliah dan sukses setelah bekerja keras.

Tidak hanya usaha dalam arti fisik, usaha melalui doa pun masuk dalam ketegori ini. Seringkali usaha secara fisik yang disertai doa memberikan hasil yang lebih optimal. Hal ini dapat dijelaskan dalam kerangka kosmik Kaum Stoa (kaum pemikir di jaman Yunani kuno) mengenai simpati. Simpati adalah keterikatan setiap benda alam sebagai bagian dari alam semesta. Artinya semua struktur benda-benda alam semesta adalah struktur tunggal sehingga simpati terdapat pada semua bagian struktur alam semesta. Dalam Treatise on Love, Ibnu Sina menggambarkan sebuah doa bagaikan ikatan cinta kosmik yang di dalamnya semua benda di alam semesta saling bergantung. Setiap wujud yang lebih rendah, melalui potensi tertentu memancarkan kerinduan derajat yang lebih tinggi. Tentu saja kekuatan doa juga tergantung pada tingkat kesucian hati seseorang.

Usaha vs Keberuntungan

Seringkali kita mengartikan usaha sebagai keberuntungan. Dalam banyak kesempatan, kita sering menggantungkan sesuatu pada keberuntungan. Berjudi, taruhan dan undian menjadi jalan pintas meraih sesuatu tanpa usaha.

Orang bule memiliki ungkapan “good luck” untuk mengiringi usaha seseorang. Istilah yang sebenarnya sangat tidak tepat. Kita di Indonesia mempunyai istilah yang lebih baik, “semoga berhasil”. Jika penentuan segala sesuatu adalah karena keberuntungan, maka pemilihan direksi suatu bank misalnya akan dilakukan dengan undian. Tidak ada lagi pertimbangan kemampuan dan kepantasan (fit and proper test). Tapi sekali lagi alam memiliki hukum yang universal, yang berlaku secara konsisten. Tim tangguh Brazil selalu mencetak gol setelah beberapa kali menyusun serangan dan tembakan yang meleset. Orang boleh saja menganggap Michael Schumacher sebagai pembalap yang dijaga oleh Dewi Keberuntungan. Tapi pengalamanya dan pengalaman Tim Ferari sebagai juara lah yang membuat dia sangat taktis dalam membalap.

Namun tentu dalam pergaulan sehari-hari kita selalu menemui hal-hal yang kita sebut keberuntungan. Ada saja orang yang sering kehilangan dompet tapi dompet tersebut selalu kembali dalam keadaan utuh. Kita menyebutnya beruntung. Orang yang banyak memenangkan undian produk-produk tertentu, kita sebut beruntung.

Keberuntungan lebih mudah dijelaskan dalam teori statistik. Keberuntungan adalah sejumlah kejadian yang tidak bisa diprediksi. Keberuntungan lebih merupakan kemampuan untuk menghadapi kejadian-kejadian yang tidak mungkin dalam periode waktu tertentu.

Dalam permainan kartu misalnya, seorang yang sangat pandai bermain kartu biasanya memiliki keberuntungan lebih banyak dibanding pemain yang kurang pandai. Hal ini mudah dijelaskan mengingat keberuntungan tidak bisa dipilih, namun skill bermain kartu bisa dipelajari. Pemain dengan skill terbaik akan menciptakan peluang keberuntungan lebih baik dibandingkan pemain yang lain. Jadi keberuntungan tidak bisa kita paksakan namun kita dapat memperbesar kesempatan untuk menjadi beruntung. Dalam teori probabilitas, keberuntungan ini disebut sebagai standar deviasi.

Kehidupan dengan segala isinya dapat berperan ganda, sebagai godaan dan sebagai rahmat. Sebagai godaan akan terus menjadi beban bagi kita untuk melakukan jalan pintas, untuk korup, untuk berbuat curang. Ada banyak contoh di sekitar kita, transaksi-transaksi kehidupan yang bisa menjadi pelajaran berharga. Sebanyak yang kita ambil, sebanyak itu pula tagihan akan datang. Jika tidak sekarang, tentu dalam waktu yang tidak akan terlalu lama. Jadi masihkan kita berkeyakinan kita bisa mengambil sesuatu tanpa membayar? Tentu hanya diri kita sendiri yang mengetahui.

sumber http://maliablog.wordpress.com