Oleh : Steven Agustinus
Berbicara tentang membangun hubungan berarti berbicara tentang membangun komunikasi. Dalam berkomunikasi, ada beberapa hal penting yang perlu kita perhatikan, salah satunya adalah pemilihan kata. Jika pemilihan kata yang digunakan keliru, orang yang kita ajak berkomunikasi akan enggan untuk membangun hubungan dengan kita. Ini bukan hanya berlaku dalam ruang lingkup dunia kerja, melainkan seluruh aspek hidup kita.Lalu, selain pemilihan kata, pemilihan intonasi yang tepat juga sangat penting. Meskipun kita mempergunakan kata-kata yang bagus dan menarik, intonasi yang salah akan membuat kata-kata tersebut memiliki arti yang berbeda.
Etika dalam membangun hubungan
Ada beberapa etika yang perlu diperhatikan dalam membina suatu hubungan. Pertama, pastikan kita mengenali dengan siapa kita sedang berhubungan, karena dengan sendirinya kata-kata dan intonasi yang kita gunakan akan diselaraskan dengan orang yang kita ajak berkomunikasi tersebut. Ketika kita bisa mengenali siapa yang kita ajak berkomunikasi, secara otomatis kemampuan kita untuk membangun hubungan akan meningkat.Etika yang kedua adalah cara kita melakukan pendekatan. Kadang kala ada orang-orang yang ingin langsung akrab ketika pertama kali berkenalan sehingga orang yang diajak bergaul merasa risih (pendekatan dirasa berlebihan).
Akibatnya, kualitas hubungan yang diharapkan tidak akan terwujud.Yang ketiga, ketika kita mengajukan pertanyaan atau lontaran, ajukanlah pertanyaan atau lontaran yang sesuai dengan kualitas hubungan yang sudah terbangun saat itu. Pertanyaan yang bersifat pribadi yang dilontarkan kepada orang yang belum terlalu dekat dengan kita dapat membuat orang yang bersangkutan menarik diri. Ini semua adalah aspek-aspek yang perlu diperhatikan dalam membangun sebuah hubungan.
Ada orang-orang yang memang tidak memiliki ‘kamus kosakata' yang cukup luas, sehingga mereka menjadikan hal tersebut sebagai alasan - sering kali dengan kalimat "Saya ini ya memang begini". Sebagai akibatnya, kata-kata yang mereka gunakan sering kali terdengar negatif bagi orang-orang lain yang diajak berbicara.
Kadang kala hal ini tidak terlepas dari faktor pendidikan dan lingkungan di mana orang tersebut dibesarkan. Ada orang-orang tertentu yang celetukan-celetukannya terdengar kasar bagi orang banyak, tapi ia sendiri tidak menyadarinya. Itu sebabnya kita perlu mengembangkan wawasan dan cara berpikir kita. Jangan bergaul dengan orang lain berdasarkan point of view yang kita miliki belaka; kita juga perlu belajar membangun hubungan dengan orang lain dari point of view orang yang bersangkutan.Mungkin kita bisa mengajukan pertanyaan ini kepada diri kita sendiri: "Jika saya melontarkan pernyataan/pertanyaan ini, apakah orang lain akan merasa ‘terganggu/diserang/dilecehkan/dilukai' oleh lontaran saya itu?"
Karenanya, pastikan kita menjadi orang yang senantiasa terbuka dan mau belajar, sehingga kita memiliki kerelaan untuk berubah. Tanpa berusaha membangun hubungan dengan orang lain dari point of view orang yang kita ajak bergaul, kita tidak akan pernah memiliki kualitas hubungan yang baik dengan siapapun, karena adakalanya point of view yang kita miliki keliru atau dangkal. Membuka diri untuk mempelajari kultur yang dianut oleh masyarakat luas dan banyak membaca (sehingga kosakata kita menjadi lebih banyak) adalah hal-hal yang sangat penting, karena kedua hal ini akan menolong kita dalam membangun hubungan.
Masalah yang sering terjadi dalam dunia kerja adalah masalah antara atasan dengan bawahan. Seorang bawahan seharusnya dapat membangun hubungan yang baik/hangat dengan atasannya tanpa mengurangi rasa respek terhadap si atasan.
Ini kembali mengacu kepada kemampuan kita untuk bisa mengenali dengan siapa kita sedang berbicara dan berada di level hubungan manakah kita saat ini. Untuk membangun sebuah hubungan dibutuhkan waktu, dan kadang kala ada ‘investasi' tertentu yang perlu kita lakukan.Contoh: Jika kita membangun hubungan pada level formalitas (di mana pembicaraan hanya berkisar mengenai pekerjaan belaka), kita tidak akan pernah bisa menjadi lebih akrab dengan atasan kita. Tapi dengan melakukan investasi waktu atau uang (misalkan kita mengundang atasan untuk makan siang bersama), kita akan mulai dapat bercakap-cakap di luar topik pekerjaan. Perbincangan akan menjadi lebih santai dan bervariasi, sehingga menolong terciptanya sebuah hubungan yang wajar.
Dengan berjalannya waktu, kedekatan antara pemimpin dan bawahan akan terbangun secara alamiah.Pada saat yang sama, kita tetap perlu memegang prinsip keprofesionalan kerja. Saya mendapati, kadang kala ketika seorang bawahan sudah mulai dekat dengan atasannya, etika antara bawahan dan atasan cenderung ‘memudar' karena si bawahan mulai menganggap atasannya ‘sepadan' dengan dirinya. Selain itu, seorang bawahan yang mulai dekat dengan atasan biasanya menjadi sulit untuk menerima koreksi atau teguran dari sang pemimpin.
Akibatnya, kualitas hubungan yang sudah terbangun justru menjadi rusak karena pemimpin mulai menarik diri ketika bawahannya melanggar batasan etika yang ada.Jika sebagai bawahan kita membangun hubungan dengan pemimpin tanpa motivasi tertentu -kadang kala saya mendapati ada bawahan yang mencoba membangun hubungan dengan atasannya demi kepentingan terselubung-, kualitas hubungan yang kita miliki jauh lebih berarti daripada kualitas hubungan seorang bawahan yang hanya ingin ‘menjilat' pemimpinnya. Ketika kita membangun hubungan dengan tulus sebagai sahabat tanpa meninggalkan etika keprofesionalan kerja, saya percaya kualitas hubungan seperti ini jauh lebih berarti. Itu sebabnya, kita perlu mengenali hingga sejauh mana kita harus membangun hubungan dengan seorang pemimpin dan bagaimana kita bisa tetap menjaga keprofesionalan kerja.
Meski sudah cukup dekat, kita tetap harus menyadari bahwa -bagaimanapun juga- seorang pemimpin berhak untuk menegur dan mengoreksi kita ketika ia menemukan kekurangan atau kesalahan dalam cara kerja kita.Seorang pemimpin seringkali memiliki mindset yang berbeda dengan seorang bawahan. Seorang pemimpin juga memiliki keprofesionalan kerja yang jauh lebih tinggi dari seorang bawahan. Pemimpin selalu menuntut hasil kerja, sementara bawahan seringkali tidak terlalu memperhatikan hasil kerja melainkan hak yang bisa mereka dapatkan.
Bergaul dengan seorang pribadi
Keprofesionalan kerja harus tetap dijaga, bahkan di luar area atau jam kantor.
Seringkali kita menganggap apa yang kita lakukan di dalam dan di luar kantor adalah dua hal yang berbeda. Sesungguhnya hal ini tidak boleh terjadi, karena kita sedang bergaul dengan seorang pribadi yang sama dan bukan hanya dengan satu jabatan tertentu. Jika kita bergaul dengan seorang pribadi, artinya kita harus menghargai orang tersebut karena keberadaannya, bukan karena posisinya. Demikian pula dengan pemimpin, ia juga harus menghargai bawahannya sebagai seorang pribadi.
Ketika seorang atasan ingin membangun hubungan yang sehat dengan bawahannya, ia perlu memposisikan diri sebagai atasan yang tidak bossy. Seorang atasan yang bossy cenderung untuk mengeksploitasi/memanfaatkan orang-orang yang ada di bawahnya, sementara seorang atasan yang mengambil posisi untuk memimpin justru akan menanamkan nilai-nilai yang baik dan sehat, atau -menurut istilah saya- menjadi ‘sumber input' bagi bawahannya.
Membangun hubungan dengan orang yang pendiam adalah sesuatu yang agak sulit. Ada beberapa faktor yang menyebabkan seseorang menjadi pendiam, salah satunya adalah karena orang tersebut beranggapan "Memang inilah karakter/pembawaan saya." Yang perlu kita lakukan adalah belajar untuk menyelami kepribadiannya dan menemukan penyebab ke-diam-annya. Seseorang dapat menjadi pendiam karena merasa kurang nyaman atau kurang aman, disebabkan peristiwa-peristiwa negatif yang bersifat traumatis. Jika ia menjadi pendiam karena faktor insecurity, kita perlu belajar untuk menjadi ‘dekat' dengannya terlebih dahulu. Kita perlu membangun hubungan dan menginvestasikan waktu untuk bergaul dengannya, dan dengan sendirinya kita akan bisa ‘masuk' ke dalam hatinya. Ketika ini terjadi, komunikasi dan hubungan akan bertumbuh secara normal.
Namun jika sifat pendiam tersebut disebabkan oleh kebiasaan, kita perlu memberikan lontaran atau pertanyaan yang menuntut penjelasan dari orang tersebut. Memang hal ini bisa membuat orang yang bersangkutan merasa kurang nyaman, karena orang pendiam biasanya memiliki kesulitan untuk memunculkan isi hatinya dalam wujud kata-kata. Jadi, kunci yang paling utama untuk membangun hubungan dengan orang pendiam adalah menjadi sahabatnya terlebih dahulu -- bisa diterima olehnya tanpa dicurigai melanggar batasan pribadi yang ia miliki.
Seorang atasan bisa membangun hubungan dengan bawahannya, bahkan jika usianya lebih muda dari usia bawahannya.
Secara pribadi, saya banyak membangun hubungan dengan orang-orang yang jauh lebih tua dari saya. Tapi karena saya memposisikan diri sebagai pemimpin (dan dia betul-betul melihat saya sebagai seorang pemimpin), keprofesionalan kerja dapat terjaga dan orang yang bersangkutan tetap bisa menghargai saya sebagai orang yang memimpin hidupnya dan layak menerima respek darinya.
Integritas dalam hubungan
Dalam
menjalin hubungan, integritas adalah hal yang sangat penting, karena dengan integritas yang terjaga hubungan yang ada akan tetap sehat. Ketika salah satu pihak gagal menjaga integritas, pihak lainnya akan merasa dimanipulasi atau dimanfaatkan. Kadang kala memang ada orang-orang tertentu yang lebih rela mempertaruhkan (bahkan membuang) integritas demi kesetiakawanan. Satu hal yang pasti, setia kawan tidak boleh melampaui batasan-batasan kebenaran. Jangan sampai hanya gara-gara setia kawan, kita justru menghancurkan integritas kita sendiri. Seorang sahabat yang baik tidak akan menjatuhkan/menjerumuskan sahabatnya sendiri -apalagi sampai si sahabat kehilangan integritas hidupnya- karena integritas adalah aspek yang sangat penting dalam dunia kerja dan dunia profesional. Hidup tanpa integritas tidak ubahnya tubuh yang cacat. Karena itu, jika Anda mendapati orang yang Anda anggap sebagai sahabat mulai menuntut Anda untuk meninggalkan integritas, Anda perlu mempertanyakan kualitas persahabatan Anda dengan orang tersebut.
Sebagai bawahan, kadang kala kita dilanda kebimbangan jika atasan menyuruh melakukan sesuatu yang jelas-jelas salah. Contohnya, menggandakan laporan keuangan perusahaan demi menghindari pajak.
Jawaban atas kasus ini tidak boleh diberikan kepada satu pihak saja; jawaban ini harus berbicara kepada kedua belah pihak, baik bawahan ataupun atasan. Kita perlu hidup berdasarkan prinsip, yaitu prinsip kebenaran. Sebagai pemimpin, saya mendapati bahwa saat saya menggunakan prinsip kebenaran sebagai patokan standar kerja, ada banyak keuntungan yang dapat saya nikmati. Sebagai bawahan, jika kita hidup berdasarkan prinsip kebenaran, ada banyak sekali manfaat yang dapat diperoleh. Memang akan selalu ada resiko dalam setiap ucapan, tindakan dan pengambilan keputusan yang kita lakukan. Pertanyaannya, apakah resiko tersebut akan menuntun kita untuk terus naik, atau justru sebaliknya? Apakah resiko yang kita ambil akan memberikan keuntungan jangka panjang, atau hanya keuntungan sesaat? Resiko yang hanya memberi keuntungan sesaat justru akan menjadi bumerang di kemudian hari, yang meruntuhkan semua hasil kerja yang sudah bertahun-tahun dibangun dengan jerih lelah dan keringat. Karena itu, apapun posisi Anda saat ini -- baik sebagai pemimpin maupun karyawan, mari bangun hidup dan pekerjaan kita dalam prinsip kebenaran. Meski tampaknya progresifitas kita tidak sesignifikan orang-orang yang memakai cara-cara kotor, pertumbuhan yang kita alami akan langgeng adanya.
Orang yang membangun hidup dan karir dengan cara-cara ‘kotor' akan mendapati -pada satu titik tertentu- semua yang mereka bangun runtuh begitu saja, tetapi kita akan terus melanjutkan perjalanan dengan sejahtera, dan hasil yang kita nikmati permanen sifatnya. Oleh sebab itu, jika pemimpin menyuruh Anda melakukan hal-hal yang melanggar hati nurani, saya menyarankan Anda berbicara kepada pemimpin dan menyampaikan apa yang ada dalam hati Anda. Jangan langgar hati nurani Anda. Resiko dimutasi atau dipecat pasti ada, tapi percayalah, ada banyak pemimpin lain (bahkan perusahaan besar) yang mencari orang yang jujur. Kalau pun kita kehilangan posisi karena kejujuran kita, yakinlah, Tuhan itu adil dan Ia tidak akan tinggal diam.
Kalau saat ini Anda sedang mengalami situasi seperti di atas, lihatlah ini sebagai ‘masa persiapan' untuk mengalami promosi yang lebih besar -- sama seperti pegas yang semakin ditekan akan semakin melompat tinggi. Saya percaya itulah yang akan terjadi atas orang yang membangun hidup di atas dasar kebenaran. Jangan pernah mengkompromikan integritas, dan jangan pernah kompromikan kebenaran.
Sebuah hubungan akan selalu memperluas cakrawala dan wawasan kita.
Semakin banyak kita berteman, semakin banyak kita membangun hubungan dengan orang lain (dalam kualitas yang lebih baik dari biasanya), kesempatan untuk meraih kesuksesan juga semakin besar. Karenanya, jangan pernah membatasi diri; bukalah hati Anda selebar-lebarnya dan milikilah sahabat sebanyak mungkin. Pastikan Anda menjadi sahabat bagi banyak orang, karena dengan demikian akan ada banyak orang yang menjadi sahabat bagi Anda. Sahabat akan selalu menjadi orang pertama yang menolong kita ketika kita membutuhkannya.
~ www.kesuksesan-sejati.blogspot.com ~