Kamis, 04 Oktober 2007

10 Karakter Unik Konsumen Indonesia

Menarik sekali ulasan Handy Irawan di Majalah Marketing terbaru. Karenanya, penting sekali intisari tulisan itu saya save as di blog ini, biar sekalian bisa kita pahami dan praktekkan bersama.

Menurutnya, karakter konsumen Indonesia adalah:

1. Cenderung memiliki memori yang pendek. Mereka cenderung mengingat manfaat produk jangka pendek. Cepat bosan dan mudah lupa. Nah, ini peluang bagi produk-produk baru yang meraih market yang pelupa seperti ini :-)

2. Tidak memiliki perencanaan. Impulse buying masih merajai pengambilan keputusan sebagian besar orang Indonesia. Tapi, ke depannya akan semakin banyak yang melakukan perencanaan, kata Handy. Lihatlah, begitu antrinya pre booking tiket untuk Air Asia dan sebagainya.

3. Cenderung berkelompok dan suka berkumpul. Istilah lainnya adalah guyub. Saya setuju dengan pendapat ini. Saya sendiri sering mengambil keputusan berdasarkan referensi kelompok. Ibu Jetty baru beli mobil persis dengan yang dibeli oleh Ibu Meity Kania. Makanya, mereka semakin terlihat seperti kembaran saja.

4. Tidak adaptif terhadap teknologi baru. Ya, saya juga setuju dengan pendapat ini. Saya termasuk di dalamnya. Saya bukan early adopter. Kalau teknologinya sudah mentok, atau murah, baru saya beli :-). Untuk sebagian besar masyarakat, hal ini juga terkait dengan tingkat pendidikannya.

5. Cenderung fokus kepada konteks, bukan konten. Nah, pendapat ini semakin membenarkan pendapatnya Hermawan Kartajaya yang sudah lama digulirkannya. Lihat saja, di mana-mana yang dipromosikan, yang diblow-up adalah konteksnya, bukan kontennya. Tapi, it works untuk konsumen di Indonesia. Kalau anda baca majalah Reader's Digest versi bahasa Inggris, setiap iklan produk obat, selalu dibuat 2 halaman, 1 halaman untuk iklan, 1 halaman untuk penjelasannya.

6. Menyukai produk luar negeri. Betul juga. Bahkan menurut saya orang Indonesia lebih early adopter soal ini dibandingkan penduduk Malaysia atau Philipina. Para pengunjung mal KLCC masih kalah keren dibandingkan pengunjung mal Plaza Senayan. Makanya merek-merek lokal banyak yang mencitrakan dirinya seolah-olah adalah merek import.

7. Semakin memperhatikan masalah religius. Pangsa pasar dari produk-produk yang mempunyai nilai agama akan semakin besar. Nah, soal ini saya setuju sekali dan menjadi semakin bersemangat. Kenyataan di lapangan memang demikian. Maka, saya pun setuju dengan pendapat ini.

8. Suka pamer dan gengsi. Yup, ini pun betul. Seorang teman yang disainer senior mengatakan, orang Indonesia suka berpakaian yang "look at me!".

9. Banyak dipengaruhi oleh subculture. Maksudnya konsumen Indonesia akan semakin cair dan tidak lagi ada perbedaan antara suku dan geografis. Kalau anda jalan-jalan ke Bukittinggi, di sana anak-anak mudanya sudah persis seperti anak metropolitan. Gayanya, dandanannya, musiknya, bahasanya. Tidak ada bedanya dengan yang di Palembang, Sukabumi atau Bandung.

10. Tidak peduli lingkungan. Nah, untuk poin yang ini saya kurang paham apa alasannya. Maka saya kurang setuju. Tapi, kalau itu adalah akibat dari himpitan beban ekonomi yang memaksa mereka mengejar kepentingan perut yang membuat kepedulian terhadap lingkungan, mungkin bisa saya terima.

Kesepuluh karakter di atas bisa jadi panduan kita, para pebisnis untuk menjadikannya sebagai panduan sekaligus peluang untuk memanfaatkan semaksimal mungkin untuk mengembangkan pasar produk kita. Kecenderungan itu tentu saja akan berubah terus ke arah yang lebih baik, sejalan dengan meningkatnya pendidikan, kesadaran dan tingkat ekonomi.

Semoga bermanfaat.



Source :
Roni,
Owner, Manet Busana Muslim