Kamis, 04 Oktober 2007

Otak Kanan Itu Semakin Penting

Sudah saatnya kita mengandalkan otak kanan, meski sebelumnya guru kita lebih banyak mengajarkan otak kiri.


Otak kanan memang makin menjadi penting saat ini. Bukan karena kita "sirik" dengan otak kiri, tetapi karena betul-betul dirasakan kebutuhannya, khususnya oleh entrepreneur. Terlebih lagi, karena dalam ilmu manajemen yang selama ini ada, yang lebih didasarkan logika dan rasional, ternyata tidak selamanya mampu mengatasi setiap persoalan binis.


Dan, mengapa harus otak kanan ? Oleh karena, di otak kanan itulah sarat dengan hal-hal yang sifatnya eksperimental, divergen, bukan penilaian, metaforilal, subyektif, non verbal, intuitif, diffuse, holistik, dan reseptif. Sementara kita sadar, bahwa otak kiri cenderung bersikap obyektif , presisi, aktif, logikal , verbal, penilaian, linier, konvergen, dan numerikal. Padahal, jika kita mampu memberdayakan otak kanan, maka ada kecendrungan akan mampu menyelesaikan setiap masalah dalam bisnis, bila dibandingkan kalau kita dengan hanya mengandalkan otak kiri.


Dengan kita mampu memberdayakan otak kanan, maka setiap memecahkan persoalan dalam bisnis, kita pun akan dapat melihat secara keseluruhan, dan kemudian memecahkan berdasarkan firasat, dugaan, atau intuisi. Intuisi ini adalah kemampuan untuk menerima atau menyadari informasi yang tidak dapat diterima oleh kelima indera kita.


Tampaknya ada yang khawatir dengan intuisi, karena mereka pikir intuisi bisa menghalangi pemikiran rasional. Sebenarnya intuisi justru berdasarkan pada pemikiran yang rasional dan tidak dapat berfungsi tanpanya. Saya sependapat dengan Robert Bernstrin, yang mengatakan, bahwa hanya intuisi yang dapat melindungi kita dari orang-orang paling berbahaya, orang-orang yang tidak mampu bekerja dan cuma pinter ngomong.


Lalu? Seorang entrepreneur yang mampu memberdayakan otak kanannya, biasanya juga cenderung memilih manajemen yang berstruktur luwes dan spontan, serta pada struktur yang sifatnya sama.


Lain halnya bila dia lebih mengandalkan otak kirinya. Maka ia akan lebih cenderung pada struktur hirarki dan pada kondisi manajemen yang berstruktur. Mengandalkan otak kiri juga cenderung membuat penyelesaian masalah dipecahkan satu per satu berdasarkan logika.


Kenyataan ini pernah kita alami saat studi dulu. Kita lebih banyak diajarkan atau dilatih oleh guru kita untuk selalu berpikir dengan otak kiri. Misalnya kita selalu dituntut berpikiran logis, analistik, dan berdasarkan pemikiran edukatif. Padahal hal tersebut ada kelemahannya. Kita tak dapat menggunakannya, bila data tak tersedia, data tak lengkap, atau sukar diperoleh data.


Maka, jika kita termasuk kategori otak kiri dan tidak melakukan upaya tertentu untuk memasukkan beberapa aktivitas otak kanan, maka akan menimbulkan ketidakseimbangan. Ketidakseimbangan tersebut dapat mengakibatkan kesehatan mental dan fisik yang buruk, seperti mudah stres, mudah putus asa atau patah semangat.


Tapi dengan kita mampu memberdayakan otak kanan kita, maka kita juga akan lebih intuitif dalam menghadapi setiap masalah yang muncul. Tentu saja hal tersebut berbeda dengan mereka yang hanya mengandalkan otak kiri, yang cenderung bersifat analistis. Yang jelas, kedua belahan otak tersebut sama pentingnya. Jika kita mampu memanfaatkan kedua otak ini, maka kita akan cenderung "seimbang" dalam setiap aspek kehidupan, termasuk urusan bisnis.


Bagaimana kalau kenyataannya dalam bisnis kita sehari-hari, kerap kali masih diharuskan untuk memutuskan, memilih, dan mengambil keputusan, dari beberapa alternatif yang faktor-faktornya tidak diketahui? Tentu saja, jika proses berpikir kita masih dominan ke otak kiri cenderung bersifat logis, linier, dan rasional, tentu kita menyodorkan berpuluh-puluh pilihan.


Sebaliknya jika proses berpikir kita dominan ke otak kanan yang cenderung acak, tidak teratur, dan intuitif, saya yakin kita dengan antusias yang kuat akan memilih satu pilihan dan berhasil. Maka, tak ada salahnya jika kita mau memberdayakan otak kanan.



Source : Purdi E. Chandra