moslemalda@yahoo. Com
“ Wanita itu ibarat buku yang dijual di toko buku. ” Kata Ukhti Liana, mentor rohaniku ketika SMA.
Ia melanjutkan ceritanya “Begini asosiasinya.. di suatu toko buku, banyak pengunjung yang datang untuk melihat-lihat buku. Tiap pengunjung memiliki kesukaan yang berbeda-beda. Karena itulah para pengunjung tersebar merata di seluruh sudut ruangan toko buku. Ia akan tertarik untuk membeli buku apabila ia rasa buku itu bagus, sekalipun ia hanya membaca sinopsis ataupun referensi buku tersebut. Bagi pengunjung yang berjiwa pembeli sejati, maka buku tersebut akan ia beli. Tentu ia memilih buku yang bersampul, karena masih baru dan terjaga. Transaksi di kasirpun segera terjadi. ”
“iya, terus kak..?” kataku dan teman-teman, dibuat penasaran olehnya.
“Nah, bagi pengunjung yang tidak berjiwa pembeli sejati, maka buku yang ia rasa menarik, bukannya ia beli, justru ia mencari buku dengan judul sama tapi yang tidak bersampul. Kenapa? Kerena untuk ia dibaca saat itu juga. Akibatnya, buku itu ada yang terlipat, kusam, ternoda oleh coretan, sobek, baik sedikit ataupun banyak. Bisa jadi buku yang tidak tersampul itu dibaca tidak oleh seorang saja. Tapi mungkin berkali-kali, dengan pengunjung yang berbeda tetapi berjiwa sama, yaitu bukan pembeli sejati alias pengunjung iseng yang tidak bertanggung jawab. Lama kelamaan, kasianlah buku itu, makin kusam hingga banyak yang enggan untuk membelinya” Cerita ukhti Liana.
“Wanita itu ibarat buku. Jika ia tersampul dengan jilbab, maka itu adalah ikhtiar untuk menjaga akhlaknya. Lebih-lebih kalau jilbab itu tak hanya untuk tampilannya saja, tapi juga menjilbabkan hati.. Subhanallah..!
Pengunjung yang membeli adalah ibarat suami, laki-laki yang telah Allah siapkan untuk mendampinginya menggenapkan ½ dienNya. Dengan gagah berani dan tanggung jawab yang tinggi, ia bersedia membeli buku itu dengan transaksi di kasir yang diibaratkan pernikahan. Bedanya, Pengunjung yang iseng, yang tidak berniat membeli, ibarat laki-laki yang kalau zaman sekarang bisa dikatakan suka pacaran. Menguak-nguak kepribadian dan kehidupan sang wanita hingga terkadang membuatnya tersakiti, merintih dengan tangisan, hingga yang paling fatal adalah ternodai dengan free-sex. Padahal tidak semua toko buku berani menjual buku-bukunya dengan fasilitas buku tersampul. Maka, tentulah toko buku itu adalah toko buku pilihan. Ia ibarat lingkungan, yang jika lingkungan itu baik maka baik pula apa-apa yang ada didalamnya. ” kata ukhti Liana.
“wah, kalau begitu jadi wanita harus hati-hati ya..!. ” celetuk salah satu temanku.
“Hmm, .apakah apapun di dunia ini bakal dapet yang seimbang ya, kak? Kayak itu deh, buku yang tersampul dibeli oleh pembeli yang bertanggung jawab. Itukan perumpamaan Wanita yang baik dan terjaga akhlaknya juga dapat laki-laki yang baik, bahkan insyallah mapan, sholeh, pokoknya yang baik-baik juga. Gitu ya, kak?” kata temanku.
“ Benar, Seperti janji Allah SWT, “Wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah untuk wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanit yang baik adalah untuk laki-laki yang baik, dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula). (An-Nur:26). Dan, hanya Allah yang tak menyalahi janji. ” penjelasan ukhti Liana.
***
Empat tahun berselang.. diskusi itu masih mengena dihatiku. Hingga pada suatu malam, pada suatu muhasabah menyambut usia yang bertambah, “Pff, Ya Allah… Tahu begini, Aku malu jadi wanita. ” bisikku.
Menjadi wanita adalah amanah. Bukan amanah yang sementara. Tapi amanah sepanjang usia ini ada. Pun menjadi wanita baik itu tak mudah. Butuh iman dan ilmu kehidupan yang seiring dengan pengalaman.
Benar. Menjadi wanita adalah pilihan. Bukan aku yang memilihnya, tapi Kau yang memilihkannya untukku. Aku tahu, Allah penggenggam segala ilmu. Sebelum Ia ciptakan aku, Ia pasti punya pertimbangan khusus, hingga akhirnya saat kulahir kedunia, Ia menjadikanku wanita. Aku sadar, tidak main-main Allah mengamanahkan ini padaku. Karena kutahu, wanita adalah makhluk yang luar biasa. Yang dari rahimnya bisa terlahir manusia semulia Rasulullah atau manusia sehina Fir’aun.
Kalau banyak orang lain merasa bangga menjadi wanita, karena wanita layak dipuja, karena wanita cantik memesona, karena wanita bisa dibeli dengan harta, karena wanita cukup menggoda, dan lain sebagainya, maka justru sebaliknya, dengan lantang aku berkata.. “aku malu menjadi wanita!”
Ya, Aku malu menjadi wanita, kalau faktanya wanita itu gampang diiming-iminggi harta dengan mengorbankan harga dirinya. Aku malu menjadi wanita kalau ternyata wanita itu sebagai sumber maksiat, memikat, hingga mengajak pada jalan sesat. Aku malu menjadi wanita kalau ternyata dari pandangan dan suara wanita yang tak terjaga sanggup memunculkan syahwat. Aku malu menjadi wanita kalau ternyata tindak tanduk wanita sanggup membuahkan angan-angan bagi pria. Aku malu menjadi wanita kalau ternyata wanita tak sanggup jadi ibu yang bijak bagi anaknya dan separuh hati mendampingi perjuangan suaminya.
Sungguh, aku malu menjadi wanita yang tidak sesuai dengan fitrahnya. Ya, Aku malu jika sekarang aku belum menjadi sosok wanita yang seperti Allah harapkan. Aku malu, karena itu pertanda aku belum amanah terhadap titipan Allah ini. Entahlah, dalam waktu 19 tahun ini aku sudah menjadi wanita macam apa. Aku malu.. Bahkan malu ini berbuah ketakutan, kalau-kalau pada hari akhir nanti tak ada daya bagiku untuk mempertanggungjawabkan ini semua.
Padahal, setahuku dari Bunda Khadijah, Aisyah dan Fatimah, wanita itu makhluk yang luar biasa, penerus kehidupan. Dari kelembutan hatinya, ia sanggup menguak gelapnya dunia, menyinari dengan cinta. Dari kesholehannya akhlaknya, ia sanggup menjaga dunia dari generasi-generasi hina dengan mengajarkannya ilmu dan agama. Dari kesabaran pekertinya, ia sanggup mewarnai kehidupan dunia, hingga perjuangan itu terus ada.
Allah, maafkan aku akan kedangkalan ilmuku dan rendahnya tekadku. Aku berlindung pada-Mu dari diriku sendiri. Bantu aku Rabb, untuk tak lagi menghadirkan kelemahan-kelemahan diri saat aku ada di dunia-Mu. Hingga kelak aku akan temui-Mu dalam kebaikan akhlak yang kuusahakan. Ya, wanita sholehah..”