Jumat, 05 Oktober 2007

Seandainya Engkau Memahami Perasaanku Saat Ini .....

Malam sudah beranjak mendapati subuh, bangunlah sejenak. Lihatlah Nabilah yang sedang terbaring letih menemani bayinya yang manis. Tataplah wajahnya yang masih dipenuhi oleh gurat-gurat kepenatan karena seharian ini badannya tak menemukan kesempatan untuk istirah barang sekejap. Kalau saja tak ada air wudhu yang membasahi wajah itu setiap hari, barangkali sisa-sisa kecantikannya sudah tak ada lagi.

Sudahlah, bayangannya tentang esok hari. Disaat Arman suaminya sudah bisa merasakan betapa segar udara pagi, tubuh letih Nabilah barangkali belum benar-benar menemukan kesegarannya.
Sementara anak-anak sebentar lagi akan meminta perhatian bunda Nabilah, membisingkan telinganya dengan tangis serta membasahi pakaiannya dengan pipis tak habis-habis. Baru berganti pakaian, sudah dibasahi pipis lagi. Padahal tangan Nabilah lah pula yang harus mencucinya.

Disaat seperti itu, apakah yang rman pikirkan tentang istrinya? Masihkan Arman memimpikan tentang seorang yang akan senantiasa berbicara lembut kepada anak-anaknya seperti kisah dari negeri dongeng sementara disaat yang sama Arman menuntut Nabilah untuk menjadi istri yang penuh perhatian, santun dalam berbicara, lulus dalam memilih setiap kata serta tulus dalam menjalani tugasnya sebagai istri, termasuk dalam menjalani apa yang sesungguhnya bukan kewajiban istri tetapi dianggap sebagai kewajibannya.

Sekali lagi, masihkan Arman sampai hati mendambakan tentang seorang perempuan yang sempurna, yang selalu berlaku halus dan lembut? Tentu saja Arman membiarkan istri membentak anak-anak dengan mata membelalak. Tidak. Lihatlah Nabilah sejenak bahwa tatkala tubuhnya amat letih, sementara suami Arman tak pernah menyapa jiwanya, maka amat wajar kalau ia tak sabar.

Begitu pula manakala matanya yang mengantuk tak kunjung memperoleh kesempatan untuk tidur nyenyak sejenak, maka ketegangan emosinya akan menanjak. Disaat itulah jarinya lentik Nabilah bisa tiba-tiba membuat anak menjerit karena cubitannya yang bikin sakit.
Apa artinya? Benar, seorang istri shalihah memang tak boleh bermanja-manja secara kekanak-kanakan, apalagi sampai cengeng. Tetapi Nabilah sebagai istri shalihah tetaplah manusia yang membutuhkan penerimaan. Ia juga butuh diakui, meski tak pernah meminta kepada suaminya ( Arman ).

Sementara gejolak-gejolak jiwa Nabilah memenuhi dada, butuh telinga yang mau mendengar. Kalau kegelisahan jiwanya tak pernah menemukan muaranya berupa kesediaan utuk mendengar, atau ia tak pernah Arman akui keberadaannya, maka jangan pernah menyalahkan siapa-siapa kecuali Nabilah sendiri jika ia tiba-tiba meledak.

Jangankan Nabilah yang suaminya tidak terlalu istimewa, istri Nabi pun pernah mengalami situasi-situasi yang penuh ledakan, meski yang membuatnya meledak-ledak bukan karena Nabi SAW tak mau mendengarkan melainkan semata karena dibakar api kecemburuan. Ketika itu, Nabi SAW hanya diam mengjadapi 'Nabilah yang sedang cemburu seraya memintanya untuk mengganti mangkok yang dipecahkan.

Ketika menginginkan ibu anak-anak untuk selalu lembut dalam mengasuh, maka bukan hanya nasehat yang perlu Arman berikan. Ada yang lain. Ada kehangatan yang seharusnya Arman berikan kepada istrinya Nabilah agar hatinya tidak dingin,apalagi beku, dalam menghadapi anak-anak setiap hari. Ada penerimaan yang perlu Arman tunjukkan agar anak-anak itu tetap menemukan bundanya sebagai tempat untuk memperoleh kedamaian, cinta dan kasih sayang.

Ada ketulusan yang harus Nabilah usapkan kepada perasaan dan pikirannya, agar ia masih tetap mememilki energi untuk tersenyum kepada anak-anak , sepenat apapun ia.
Ada lagi yang lain : PENGAKUAN. Meski ia tak pernah menuntut, tetapi mestikah Arman menunggu sampai mukanya berkerut-kerut.

Ketika perjalanan waktu melewati tengah malam, pandanglah Nabilah yang terbaring letih itu, lalu pikirkanlah sejenak, tak adakah yang bisa dilakukan sekedar mengucapkan terima kasih atau menyatakan sayang bisa dengan kata yang berbunga-bunga, bisa tanpa kata. Dan sungguh, lihatlah betapa banyak cara untuk menyatakannya. Tubuh yang letih itu, alangkah bersemangatnya jika di saat bangun nanti ada secangkir minuman hangat yang diseduh dengan dua sendok teh gula dan satu cangkir cinta.

Sampaikan kepadanya ketika matanya telah terbuka,"ada secangkir minuman hangat untuk istriku. Perlukah aku hantarkan intuk itu?"

Sulit melakukan ini? Ada cara lain yang bisa Arman lakukan sebetulnya..?. Mungkin sekedar membantunya meyiapkan sarapan pagi untuk anak-anak, mungkin juga dengan tindakan-tindakan lain, asal tak salah niat kita. Kalau Arman terlibat dengan pekerjaan di dapur, memandikan anak, atau menyuapi si mungil sebelum mengantarkannya ke TK, itu bukan karena gender-friendly; tetapi semata karena mencari ridha Allah, sebab selain niat ikhlas karena Allah, tak ada artinya apa yang anda lakukan.

Arman tidak akan mendapati amal-amal anda saat berjumpa dengan Allah di yaumil-qiyamah. Alaakullihal, apa yang ingin ia lakukan. Yang jelas, ada pengakuan untukknya, baik lewat ucapan terima kasih atau tindakan yang menunjukkan bahwa dialah yang terkasih. Semoga dengan kerelaan Arman untuk menyatakan terima kasih, tak ada airmata duka yang menetes baginya, tak adal lagi istri seperti Nabilah yang berlari menelungkupkan wajah di atas bantal karema merasa tak didengar. Dan semoga pula dengan perhatian yang Arman berikan kepadanya, kelak Nabilah akan berkata tentang anda sebagaimana Bunda 'Aisyah RA berucap tentang suaminya, Rasulullah SAW,"Ah, semua perilakunya menakjubkan bagiku".

Sesudah Arman puas memandangi istrimu yang terbaring letih, sesudah Arman perhatikan gurat-gurat penat di wajah istrinya, maka biarkanlah ia sejenak untuk meneruskan istirahatnya. Hembusan udara dingin yang mungkin bisa mengusik tidurnya, tahanlah dengan sehelai selimut untuknya.
Hamparkanlah ke tubuh Nabilah dengan kasih sayang dan cinta yang tak lekang oleh perubahan. Semoga engkau termasuk laki-laki yang mulia, sebab tidak memuliakan wanita kecuali laki-laki yang mulia.

Sesudahnya, kembalilah ke munajat dan tafakkur.
Marilah kita ingat kembali ketika Rasulullah SAW berpesan tentang istri. "wahai manusia, sensungguhnya istri kalian mempunyai hak atas kalian sebagaimana kalian mempunyai hak atas mereka. Ketahuilah."kata Rasulullah SAW melanjutkan." kalian mengambil wanita itu sebagai amanah dari Allah, dan kalian halalkan kehormatan merreka dengan kitan Allah. Takutlah kepada Allah dalam mengurusi istri kalian. Aku wasiatklan atas kalian intuk selalu berbuat baik."

Ingatlah, kita telah mengambil istri kita sebagai amanah dari Allah. Kelak kita harus melaporkan kepada Allah Ta'ala bagaimana anda menunaikan amanah dari-Nya. Apakah kita mengabaikannya sehingga guratan-guratan dengan cepat menggerogoti wajahnya, jauh awal dari usia yang sebenarnya? Ataukah, kita sempat tercatat selalu berbuat baik untuk istri.

Semoga kita mampu memberi ungkapan yang lebih agung untuk istri tercinta......



Wassalamu'alaikum Wr Wb


didi