Seorang murid junior sedang berjalan pulang setelah selesai berceramah di sebuah kuil di desa. Di tengah jalan ia bertemu dengan seorang murid senior, murid senior itu bertanya padanya, " Mengapa kamu berani memberikan ceramah kepada begitu banyak orang di kuil? Apa kamu yakin perkataanmu sudah benar? Kamu kan masih junior. Apa ilmu kamu sudah cukup? "
Sepanjang perjalanannya ke kuil, murid junior memikirkan teguran seniornya. Di kuil, ia menemui gurunya dan menanyakan apakah ia telah melakukan hal yang kurang baik dengan berceramah di kuil di desa. "Guru, apakah saya telah melakukan hal yang salah? " Gurunya menjawab, " Selama kau melakukannya dengan mindfulness maka hal itu benar adanya… asalkan mindfulness…" Murid junior bingung dan tidak mengerti akan jawaban gurunya. Kebingungan terpancar dari wajahnya. Melihat wajah bingung murid juniornya itu, guru berkata, “Berjalanlah ke utara maka kau akan tahu apa itu mindfulness.” Lalu gurunya kembali duduk bermeditasi.
Murid junior pun menuruti nasehat gurunya. Ia berjalan ke utara, itu artinya ia harus berjalan menuju kota. Di tengah jalan ia melihat sebuah dojo yang pintunya terbuka setengah. Di dalamnya ada dua orang samurai yang sedang duduk berhadapan. Wajah mereka sangat serius dan tanpa kata-kata. Suasananya sangat hening. Yang terdengar cuma suara kayu terbakar dari tungku masak poci teh yang berada di tengah-tengah kedua samurai itu.
Murid junior mengintip dari balik pintu. Lalu salah seorang samurai berkata dalam kemarahan pada samurai hening dihadapannya, ia menunjuk-nunjukkan tangannya, “Kau telah membunuh kakakku! Kau telah membunuh kakakku!” Ternyata kakaknya tewas dalam pertempuran melawan pasukan samurai hening itu. “Kau telah membunuh kakakku! Aku akan membalaskan dendamnya! Kau telah membunuh kakakku!”, samurai dalam kemarahan itu terus-menerus meneriaki samurai hening. Sangat mengesankan, samurai hening itu tetap diam tanpa bereaksi. Hanya sesekali wajahnya berkerut menunjukkan emosi yang ingin keluar tapi tidak beberapa lama wajahnya menjadi hening kembali.
Setelah beberapa saat, samurai hening itu berdiri, ia berkata dengan sangat tenang, “Sudah selesai?” Lalu ia berjalan ke dalam. “Kau telah membunuh kakakku. Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan terhadap rasa kehilangan ini. Aku tahu ia telah kalah dalam pertempuran. Ia telah kalah dalam pertempuran”, samurai dalam kemarahan itu menangis sambil memukul-mukulkan tangannya ke lantai. Kesedihan sangat terpancar dari dirinya. Setelah tenang, samurai dalam kemarahan itu berjalan keluar dojo dengan sebelumnya membungkuk hormat dan ia berkata kepada dirinya sendiri, “Kak, kau dikalahkan oleh orang yang hebat. Ia dikalahkan oleh orang yang hebat.”
Melihat semua itu, murid junior mengerti tentang mindfulness. Samurai dalam hening mengajarkannya tentang mindfulness. Samurai hening itu tetap diam dan hanya mengamati semua emosi yang muncul dari dalam dirinya dan membiarkannya musnah tanpa perlu mengeluarkan reaksi. Tujuan dari samurai dalam hening itu adalah hanya mendengarkan luapan emosi kemarahan samurai dalam kemarahan. Ia tahu luapan emosi samurai dalam kemarahan hanya perlu diungkapkan dan ia mendengarkannya tanpa perlu memberikan reaksi dan dengan demikian emosi itu pun akan musnah dengan sendirinya.
Samurai dalam hening telah menetapkan tujuan dan ia tidak membiarkan emosi mengeluarkannya dari tujuan itu. Ia duduk mendengarkan luapan emosi samurai dalam kemarahan itu dengan penuh kesadaran. Mindfulness adalah menentukan tujuan, tetap berada di dalam tujuan itu, menyadari semua fenomena yang muncul dan membiarkannya musnah kembali tanpa harus larut didalamnya. Mindfulness membuat kita tetap berada dalam tujuan dengan menyadari semua emosi yang muncul dan membiarkannya musnah supaya kita tetap berada dalam tujuan.
Lalu murid junior langsung berlari pulang dan menemui gurunya. “Guru, saya telah mengerti! Saya telah mengerti!” Ternyata gurunya sedang di dalam toilet, dan di pintu toilet tergantung tulisan, “Sedang dalam mindfulness.” Murid junior mengerti, bahwa apapun yang dilakukan dalam mindfulness hasilnya akan lebih baik karena dilakukan dengan berkesadaran penuh.
Mindfulness seperti radar yang mengamati semua fenomena yang muncul dalam perjalanan kita mencapai tujuan. Dengan mindfulness menjaga kita untuk selalu berada di right track dan dia akan memberikan sinyal bila kesombongan, kebencian, keserakahan, kemalasan, dll mulai muncul supaya kita tidak meneruskannya menjadi reaksi dan supaya kita tetap ingat akan tujuan kita.
Oleh : Nathalia Sunaidi - Penulis buku, Hipnoterapis, Therapist
http://www.nathaliainstitute.com