Jumat, 05 Oktober 2007

Genetika

George Bernard Shaw adalah penulis besar kelahiran Irlandia. Kecerdasannya sangat luar biasa, sehingga Shaw pernah memperoleh hadiah Nobel untuk karya sastra, sekaligus penerima Piala Oscar untuk karyanya yang diangkat ke layar perak. Demikian mengagumkannya kecerdasan seorang George Bernard Shaw, sehingga konon dia pernah dilamar oleh seorang aktris cantik. Dengan maksud, supaya kelak menghasilkan keturunan yang rupawan seperti ibunya, dan cerdas seperti ayahnya. Namun, Shaw kemudian menjawab, "Lalu bagaimana kalau kita memiliki anak dengan otak seperti Anda, dan wajah seperti saya?".



Ya demikianlah menurut ilmu genetika. Bahwa banyak hal kita warisi secara turun temurun dari orang tua kita. Kulit kita yang sawo matang, rambut kita yang hitam, hidung kita yang tidak mancung. Hingga ke hal-hal yang sifatnya non fisik seperti misalnya sifat atau bakat tertentu. Maka banyak anak penyanyi yang kemudian menjadi penyanyi, anak jenderal jadi tentara, dan anak pedagang jadi pedagang. Maklum, bakat dari orang tua nya mengalir deras di darah mereka.



Ini yang kadang membuat saya sedikit iri dengan rekan-rekan saya yang berasal dari keluarga pebisnis. Sangat wajar jika mereka kemudian juga menekuni bisnis. Bahkan tidak jarang mereka bisa langsung mulai belajar berbisnis dengan meneruskan usaha yang telah dirintis orang tuanya. Ini jauh berbeda dengan saya, karena keluarga saya sama sekali bukan keluarga pebisnis.



Karena tidak memiliki "darah pedagang" ini, sewaktu mulai berbisnis terus terang saya sempat ragu. Benarkah jalan yang saya ambil? Bukankah saya sama sekali tidak memiliki bakat? Saya sudah cek silisilah keluarga saya dari Ayah ataupun Ibu, kalau dirunut ke atas semua adalah pegawai pemerintah. Jadi sudah yakin, pasti, 100%, positif, tidak ada gen pedagang di tubuh saya. Kalau bakat seni, mungkin sedikit-sedikit masih ada karena kedua orang tua saya menyukai seni musik. Bakat menjadi pembicara, mungkin saja ada menetes sedikit, karena Kakek saya pemimpin kampung dan pembicara yang baik sekali. Tapi berbisnis? berdagang? jual beli? Tidak ada sama sekali.



Maka ketika usaha pertama saya tidak berjalan lancar, saya kemudian mengingatkan diri saya. "Tuh kan gagal, wong tidak ada bakat dagang …"



Saya bahkan sempat percaya bahwa bakat berdagang memang diwariskan. Dan mencoba menerima kenyataan bahwa saya bukan salah seorang yang mewarisi bakat tadi. Namun, kemudian pelan-pelan saya mengamati, ternyata banyak teman-teman saya yang meskipun orang tuanya pengusaha sukses, toh juga bisa mengalami kegagalan dalam bisnisnya. Ini sedikit membuka wawasan saya. Wah, ternyata sama saja, yang punya "bakat" dagang toh juga bisa gagal. Bukan bermaksud "nyukurin", tapi ini sedikit membuka harapan saya, bahwa jangan-jangan bakat bukan faktor penentu untuk menjadi pengusaha sukses.


Atau, mungkinkah bakat seseorang memang bisa berubah?



Adalah Prof. Kazuo Murakami, seorang ahli genetika, dalam bukunya The Divine Message of The DNA yang kemudian membuka wawasan saya lebih luas. Ternyata menurut ilmu genetika memang betul, segala sesuatu yang merupakan "bakat" ditentukan oleh kode genetis yang ada dalam DNA kita. Sebagai gambaran, setiap kilogram tubuh kita terdiri dari sekiar 1 trilyun sel. Jadi seorang bayi yang baru lahir sudah memiliki sekitar 3 trilyun sel. Padahal awalnya kita hanyalah satu buah sel yang sudah dibuahi. Yang kemudian membelah menjadi 2, 2 menjadi 4, 4 menjadi 8 dan seterusnya hingga trilyunan tadi. Setiap sel memiliki inti sel (nucleus) yang mengandung DeoxyriboNucleic Acid (DNA). DNA inilah yang menyimpan kode genetis yang menjadi cetak biru tubuh kita. Jadi akan menjadi seperti apa kita, seolah sepertinya sudah terprogram dalam DNA tadi.



Lalu jika dalam setiap sel tubuh kita terdapat DNA yang sama, bagaimana sebuah sel tahu bahwa ia adalah bagian dari rambut, misalnya, dan kapan rambut mulai tumbuh, dsb. Menurut pakar genetika, ternyata terdapat mekanisme "nyala/padam" pada DNA tadi. Sebagai contoh, gen yang menentukan sifat kelamin laki-laki (berkumis, bersuara berat, dsb) yang semula "padam" akan "menyala" pada saat pubertas.



Bahkan, lebih jauh lagi. Proses nyala/padam tadi ternyata dapat terjadi sebagai respon lingkungan yang berubah. Dua ilmuwan dari Institut Pasteur mengamati hal ini. Bakteri E.Coli yang hanya mengkonsumsi glukosa, ternyata ketika ditempatkan pada lingkungan yang hanya ada laktosa, mampu merubah diri menjadi pemakan laktosa. Mekanisme internalnya sangat ajaib, karena bakteri adalah makhluk satu sel. Sehingga perubahan menjadi pemakan laktosa seolah-olah seperti menyalakan sebuah kemampuan yang semula tidak nampak.



Dan ini membawa konsekuensi luar biasa. Karena jika benar gen pembawa sifat tadi memiliki mekanisme nyala-padam seperti itu. Kita tidak pernah tahu potensi apa dalam diri kita yang saat ini belum kita nyalakan. Jangan-jangan saya juga memiliki bakat bermain saksofon sebagus Dave Koz, hanya saat ini belum dinyalakan saja. Atau jangan-jangan ada bakat bisnis sehebat Donald Trump yang masih terpendam dalam diri saya, dan menunggu dinyalakan?



Dan memang demikianlah menurut Prof. Murakami. Bahwa bakat seseorang dapat muncul pada umur berapapun. Banyak sekali contoh pemusik atau olahragawan yang semula hanya memperlihatkan "bakat" yang biasa-biasa, namun kemudian tumbuh secara luar biasa seiring dengan disiplin dan latihan yang dilakukan. Atau seorang yang hari ini dikenal sebagai ilmuwan genius, padahal teman SD nya mengenal dirinya dulu sebagai anak yang kurang pandai. Atau seseorang yang hari ini dikenal sebagai politisi dan orator hebat, sementara dulunya anak yang kuper. Jadi kalau anak Anda hari ini kurang pandai matematika, sumbang kalau bernyanyi, atau kurang berprestasi dalam orahraga. Anda tidak perlu buru-buru frustrasi sambil berteriak "Ah, dasar gak bakat". Siapa tahu, gen positif pembawa bakatnya saja yang belum menyala.



Faktor penting yang akan dapat mengaktifkan gen positif Anda adalah lingkungan. Jadi yang membuat seorang Ananda Mikola pandai mengemudi mobil balap bukan semata karena ayahnya adalah pembalap. Namun karena lingkungan yang sangat mengkondisikan dia menjadi pembalap. Kalau hanya mengandalkan bakat keturunan saja, maka pembalap Formula 1 paling fenomenal hari ini, Lewis Hamilton, akan menjadi pekerja di jawatan Kereta Api seperti kakeknya, atau jadi konsultan IT seperti ayahnya. Namun, bakat membalap Lewis ternyata menyala ketika ayahnya memberikan Go Kart sebagai hadiah natal. Dan semakin berkobar ketika diasuh Ron Dennis, bos tim McLaren.



Jadi, Anda yang tidak memiliki "bakat pedagang" seperti saya tidak perlu khawatir. Gen pembawa bakat dagang Anda dapat menyala belakangan. Dan Anda yang merasa memiliki "bakat dagang", selamat … Anda sudah punya modal awal. Namun tetap hati-hati, tanpa dukungan lingkungan dan sikap yang benar, gen pembawa bakat Anda dapat saja padam.




Fauzi Rachmanto
www.fauzirachmanto.blogspot.com