Joseph "MR. JOGER" Theodorus Wulianadi dengan Joger-nya memproduksi sebuah jam yang berjalan mundur, yang dibuat justru untuk orang-orang yang berpikir maju.
Sekarang joger juga telah memiliki sebuah VCD yang isinya mengajak siapa saja berpikir merdeka. Karena dasar dari terbentuknya jiwa yang inovatif dan kreatif itu adalah kemerdekaan, tanpa kemerdekaan tak akan ada keberanian.
Buat teman - teman yang sering ke Bali , pasti tidak lupa ke JOGER untuk membeli souvenir di tokonya yang unik di Kuta.
Buat saya , tokoh yang satu ini bukan saja pebisnis yang unik tetapi juga teman bicara yang enak untuk masalah Customer Satisfaction.
Beliau pernah menjadi tamu istimewa saya saat memandu acara " Customer Fokus " di Auto 2000 Denpasar saat saya masih aktif di Astra International Kantor Pusat.
Ketika Joger didirikan, banyak entrepreneur yang dilibatkan. Jadi bukan Joseph saja yang menjadi entrepreneur, namun semua karyawannya juga entrepreneur. Di saat yang sama ia juga membuat mereka sebagai pemilik Joger juga. Di Joger tidak ada sentralisasi, cuma memang kebetulan untuk masalah desain tim kreatifnya terdiri dari lima orang, dan untungnya kelimanya ada dalam diri saya, sehingga tidak pernah terjadi keributan. Hal ini ia lakukan karena pernah ia memiliki banyak ahli, namun belakangan mereka jauh lebih banyak berdebat ketimbang bekerja.
Lalu menyikapi kata dispromotion, dalam sebuah forum Joseph mengutarakan kata ini,banyak yang tidak setuju dengan kata itu, apalagi kemudian banyak juga yang menanyakan atas kapasitas apa bisa mengatakan kata itu. Oleh karena itu saya membuat sendiri gelar saya yaitu BAA dan BASS kepanjangan dari Bukan Apa-Apa dan Bukan Siapa-Siapa. Lalu ia balik bertanya kepada mereka, apakah tidak boleh bagi, "orang baru" seperti saya ini untuk menyatakan sebuah kebenaran.
Di Joger ternyata ia lebih berani membuat istilah-istilah baru, yang akhirnya diterima. Seperti kata dispromotion yang pada awalnya ditolak akhirnya diterima. Dispromotion itu adalah konsep berpromosi yang tidak bermaksud untuk menaikkan jumlah omzet, karena saat ini jika ada orang yang ingin membeli kaos Joger dalam jumlah banyak selalu ditolak. Ternyata hal ini melahirkan nilai baru, dan sayangnya kembali dicurigai sebagai taktik mereka dalam menaikkan jumlah omzet, ia membantahnya dengan mengatakan, dispromotion sama sekali tidak ditujukan untuk memoertinggi keuntungan yang ia terima.
Akar persoalan itu bisa saja menjadi masalah yang perlu dipecahkan atau menjadi menghancurkan. Contoh belumlama ini ia membaca 7000 karyawan pabrik sandal di PHK kemudian ada salah seorang di anatara mereka yang menemui dan meminta Joger menolong mereka dalam memasarkan sandal itu. Joger mau saja membantu namun Joger tidak akan menjual sandal yang "biasa-biasa saja", sandal itu harus lain dari yang lain. Kemudian mereka melihat ada peluang untuk menjual sandal dalam jumlah yang besar. Strategi penjualan yang kami terapkan adalah kami hanya menjual sandal sebelah kiri saja, dan jika membeli sebelah kiri akan mendapatkan bonus sebalah kanan. Harganya pun kami bagi dua, jadi masing-masing seharga Rp 16.500. Ternyata menjual sandal yang biasa dengan cara yang berbeda ini sudah menimbulkan sebuah permintaan baru, saat ini pabrik sudah kewalahan. Sekarang ada kekosongan di Bali karena orang merasa wajib membeli yang begini karena hal ini telah menjadi cerita. Kini orang kalau ke Bali khusus ke Joger karena orang tahu kita adalah tempat yang selalu hadir dengan ide-ide baru.
Kalau gini Joger menjadi besar bukan karena keinginan mereka, namun lebih banyak karena keinginan masyarakat. Dan semenjak 1987, Joger tidak lagi Profit Oriented (berorientasi pada keuntungan),tetapi Happiness Oriented (berorintasi pada kebahagiaan). Di Joger juga ada kebebasan untuk melanggar aturan asalkan demi konsumen. Sehingga kalau Anda bikin susah bos itu bahaya besar, tapi kalau bikin susah konsumen itu bahayanya jauh lebih besar.
Sebetulnya dalam bisnis yang berbasis kreativitas dan inovasi tidak mengenal persaingan, karena jika kita melukis dan ada yang hanya menyukai lukisan kita, maka berapa pun harganya, dan betapapun lebih bagusnya lukisan yang lain,orang akan tetap mencari dan membeli lukisan tersebut. Joger memang memilih untuk lebih leluasa menciptakan konsep dan tidak mau memproduksi sendiri. Inilah salah satu cara yang dicurigai sebagai taktik mereka,padahal tidak. Suatu kali Joger pernah ditanya di Universitas Airlangga apakah punya taktik atau strategi. Sebetulnya mereka tidak punya taktik dan strategi, mereka hanya punya sikap dan komitmen yang mereka jalankan secara konsisten dan konsekuen.
Source : Purdi E. Chandra