Kamis, 04 Oktober 2007

Jadi Pemimpin atau Bawahan ?

Hanya dua pilihan bagi kita: menyerah saja jadi bawahan, atau mau terus berusaha menjadi pemimpin.


Jika setiap saat kita selalu menanyakan "Apa hak-hak saya?", itu artinya kita termasuk golongan bawahan. sedangkan, jika kita lebih suka bertanya "Apa tanggung jawab saya?", itu berarti termasuk golongan pemimpin. Wajar saja, mestinya memang demikian. Selain itu, seorang bawahan biasanya orang yang bekerja lebih terdorong oleh emosinya. Sementara, seorang pemimpin, bekerja atau berbisnis lebih karena terdorong oleh karakternya.


Saya juga melihat, bahwa seorang bawahan itu akan merasakan senang, baru kemudian dia melakukan pekerjaan atau tugasnya dengan benar. Itu lain dengan pemimpin. Dia akan selalu berusaha melakukan segala pekerjaannya dengan benar, kemudian dia kan merasa senang dengan prestasi kerjanya itu. Pendeknya, bawahan itu bekerja atau melaksanakan tugas karena terdorong oleh kesenangan, dan bukan terdorong oleh komitmen seperti biasa dilakukan oleh seorang pemimpin.


Perbedaan lain yang cukup menonjol antar keduanya, menurut pakar leadership, Jhon C. Maxwell, yaitu seorang bawahan itu sukanya selalu menunggu momentum, barulah dia mau bergerak. Sikapnya lebih mengendalikan tindakan, dan berhenti ketika masalah timbul. Sementara, kalau kita sebagai pemimpin, maka kita akan lebih cenderung menciptakan momentum. Sedang, tindakannya lebih mengendalikan sikapnya, dan seorang pemimpin justru akan meneruskan usahanya ketika masalah timbul.


Saya juga melihat, memang benar seorang bawahan itu jika membuat keputusan selalu berdasarkan popularitas. Berbeda dengan pemimpin yang setiap membuat keputusan apapun, termasuk dalam bisnisnya, adalah lebih berdasarkan pada prinsip dan bukan pada popularitas. Sehingga, tidak mengherankan kalau seorang pemimpin itu tidak suka bersikap murung dalam menggeluti bisnisnya. Sebaliknya, dia akan selalu mantap menekuni bisnisnya.


Karena itu, saya berpendapat, di saat sekarang ini kita lebih baik menjadi ikan besar di kolam kecil daripada harus menjadi ikan kecil di kolam besar. Artinya, kita lebih baik menjadi pemimpin, walaupun bisnis kita kecil dan anak buah kita sedikit, daripada kita harus ikut orang lain sekalipun bisnisnya sudah besar. Memang, menjadi seorang pemimpin tidaklah mudah. Tapi yakin saja, sebab kita masing-masing memiliki kapasitas kepemimpinan.


Saya yakin, jika kita bekerja pada perusahaan besar sebagai bawahan, tentu kita tidak bisa berbuat banyak, atau tidak bisa mempengaruhi kebijakan perusahaan. Naiknya karier kita pun jelas membutuhkan waktu yang lama. Tapi lain halnya, kalau kita bekerja pada perusahaan yang masih kecil, maka peluang untuk mengembangkan bisnis lebih besar. Sehingga, karier kita pun akan cepat berkembang pula. Kita jadi punya andil untuk mengembangkan usaha menjadi besar, dan akhirnya kita akan lebih cepat jadi pemimpin perusahaan.


Kasus pemutusan hubungan kerja (PHK) tidak akan membuat kita berhenti bekerja, kalau kita punya jiwa kepemimpinan. Tapi sebaliknya, kalau kita terus menerus menjadi bawahan, akibatnya kita tidak punya keberanian jadi pemimpin. Kita juga tidak akan memiliki keberanian untuk mencoba punya bisnis sendiri. Akhirnya sekarang, kita hanya mempunyai dua pilihan: kita menyerah saja menjadi bawahan atau kita tetap berusaha untuk menjadi seorang pemimpin.



Source : Purdi E. Chandra