Jumat, 26 Oktober 2007

Korban Gaya Hidup?

Dari sebuah majalah bisnis yang aku baca beberapa waktu yang lalu, di sana tertulis sebuah survei yang dikembangkan menjadi sebuah prediksi hingga akhirnya ditelorkan menjadi sebuah fakta. Sebuah fakta yang sangat-sangat mencengangkan diriku. Hmm ... mau tahu apakah gerangan fakta tersebut?


Melalui sebuah survei yang dilakukan majalah tersebut pada para eksekutif muda (esmud) Jakarta yang berkantor di segitiga emas, dengan mengambil sampel dari sekelompok esmud yang berpenghasilan antara 15-20 juta perbulan, diyakini bahwa sekitar 10 tahun mendatang mereka akan terjebak dalam sebuah situasi kerumitan keuangan alias terlilit utang yang tiada ujungnya.

Lha ... kok bisa? Membayangkan gaji 15 juta perbulan saja sepertinya sudah impian atau awang-awang yang susah untuk digapai. Bayangkan, duit 15 juta perbulan itu bukan sedikit loh. Buanyakkkk ... Kalau digunakan untuk beli cendol, bisa tuh tiap hari sebanyak kolam renang hehehe ... Tapi kok bisa diprediksikan bakal jatuh dalam neraka lingkaran utang? Apakah ada dasarnya?


Yap ... salah satu kunci yang mensukseskan mereka masuk dalam lubang masalah keuangan adalah gaya hidup mereka. Tahu khan bentuk gaya hidup tinggi para esmud Jakarta --dan mungkin esmud-esmud di tempat lain--? Dahsyat booo ... Dengan segala keterbatasanku, aku minta ijin yah, mencoba memaparkan gimana sih dahsyatnya gaya hidup mereka-mereka yang tergolong esmud nan bergaya ini :)

Breakfast di hotel, lunch di restoran, dinner di cafe, hangout di pub, wiken di villa, liburan dan shopping di luar negeri, serta seabrek kegiatan rutin yang jelas-jelas membutuhkan dana ekstra sepertinya adalah menu wajib biar tetap dilabeli esmud bergaya masa kini. Ndak seru khan kalo pas ngumpul-ngumpul ditanya: "Liburan kemarin ke mana?" Trus jawab: "Tidak kemana-mana, paling antar anak beli sepatu di Cibaduyut ..."


Waaa ... seketika jatuh bebas dong nih gengsi. Coba jawabnya elegan seperti gini: "Ah ... mau tahu saja. Biasa, seperti liburan-liburan sebelumnya, shopping ke luar negeri dong. Kalo sebelumnya antar anak shopping di Singapur, kemarin kita shopping di Paris. Bosan ah, Asia terus ... sekali-kali merambah Europe dong!" Wah ... dijamin deh, hidungnya langsung mengembang saking bangganya ...

Tidak ketinggalan sejumlah aksesoris yang sifatnya WAJIB menempel di tubuh mereka. Dari kacamata gaya-gayaan yang harganya jut-jutan, busana bermerek buatan italiano, sepatu kinclong asli kulit buaya, sampai pernah aku dapati seorang teman membeli ikat pinggang yang harganya sampai 1 juta-an. Alamak!!! Dalam hatiku berbatin: kalau aku mah, ikat pinggang yang harganya kurang dari 100rb-an sudah bagus banget tuh hehehe ...

Ciri lain esmud adalah nangkrin manis di atas boil mengkilap keluaran terbaru. Bagus kalo boil-nya sudah lunas dan sah jadi milik sendiri, tapi setahuku sih kebanyakan dari mereka statusnya masih kreditan. Kalau bicara tempat tinggal? So pasti harus di apartemen mewah berlokasi pusat kota, atau kalau tidak minimal di perumahan kelas tinggi tipe 72 pangkat 3 alias gede dengan fasilitas komplit. Dari kolam renang lengkap dengan ruang sauna-nya hingga taman berlampu crystal yang sangat cocok untuk pacaran. Ahhh ... si Hendri lagi ngebayangin enaknya hidup ala esmud ...

Mana mau mereka diajak nyarap di warung amigos (agak minggir got sedikit), atau lunch di rumah makan padang, atau dinner di warung pecel lele. "Ndak level lah yaww ..." begitulah celetukan mereka. Atau "turun dong gengsi eke ..." (ngomongnya sambil mengibaskan tangan gaya tata dado). Atau "Mau taruh mana nih muka gue kalau kebetulan dilihat anggota gang kongkow gue ..."

Mereka hampir dipastikan menolak dengan tegas kalau diajak nguber angkot. Alasannya, "Gerah dan berdebu neh, sia-sia dong ntar perawatan kulit gue kena kotoran jalan raya." Kalau ajak naik busway? Hmm ... masih bisa dikit kompromi-lah, soalnya ada AC-nya hehe ... Sesekali ajak jalan-jalan ke perkampungan padat, wah ... lagaknya kayak artis atau pejabat republik ini yang lagi turun menjenguk massanya saja.

Makanya tidak heran, kalau diprediksikan 10 tahun mendatang mereka bakal mengalami krisis keuangan. Habis, untuk menjadi esmud itu perlu modal yang sangatttt besar. Dengan kata lain, gaji mereka yang sebulan bisa mencapai 15-20 juta hanya habis sekejap dalam hitungan hari atau minggu. Selebihnya, modal kartu kredit kelas gold atau platinum dengan limit puluhan juta jadilah andalan utama.

Tidak jadi masalah sih kalau kebetulan dia adalah anak konglomerat yang harta warisan keluarganya tidak bakal habis hingga 5 turunan. Menurutku itu mah sah-sah saja karena selain mereka mampu dengan ada beking mantap, karena memang mereka berhak menikmatinya, juga karena itulah tugas utama mereka: menghabiskan harta keluarga :) Lha, kalau bukan untuk dihabisin, emang mau dikemanain tuh duit yang bejibun itu? Emang mau ikutin cara Om Gober Bebek yang sampai secara khusus membuat gudang uang untuk menyimpan semua harta kekayaannya? Tidak khan ...

Tapi kalau si dia kebetulan bukan dari keluarga hebat, tapi hanya dengan alasan ikut-ikutan supaya diterima dalam pergaulan kelas tinggi, dengan konsekuensi harus menggadaikan masa depannya dengan utang model gali lubang tutup lubang ... waduh, saranku jangan deh. Mending hidup sederhana dan serba berkecukupan --dengan sesekali menelan ludah iri melihat mereka-mereka yang mampu hidup mewah--, tapi dengan satu jaminan: masa depan lebih terjamin dan bebas dari utang yang menjerat. Setuju khan :)

* * *

"Idealnya jumlah uang yang dihabiskan untuk membayar utang adalah maksimal 30% dari total pendapatan bulanan. Utang itu bisa berarti cicilan rumah, mobil, ataupun utang dalam bentuk jumlah pembayaran minimum kartu kredit ..."

Demikian sepenggal tips yang aku peroleh saat aku berbincang-bincang dengan salah satu mentorku yang kebetulan terkenal juga sebagai jago perencana keuangan. Lebih lanjut diapun melanjutkan ...

"Sisanya usahakan untuk mencadangkan sebesar minimal 10% untuk tabungan/investasi. Tabungan bisa berupa simpanan konvensional di bank, deposito, termasuk juga angsuran bulanan asuransi. Lebih bagus lagi kalau porsi untuk ini diperbesar ... syukur bisa mencapai 30%. Nah, kalau kamu cerdas dan pintar melihat peluang, investasikanlah dana lebih itu. Bisa ke reksadana, equity insurance, buka bisnis baru, atau kegiatan-kegiatan lain yang membuat uang itu berputar. Sisanya barulah digunakan untuk konsumsi ..."

Aku hanya mangut-mangut saja mendengar tips gratis ini sambil itung-itung dalam hati apakah pengelolaan keuangan keluargaku sudah menerapkan prinsip ini. Belum sempat angka-angka tersebut keluar, mentorku berkata lagi ...

"Dan itulah kunci utama masa depan terjamin. Hampir bisa dipastikan mereka yang menerapkan prinsip keuangan seperti itu, bisa menikmati masa pensiun dengan tenang ..."

Kelihatannya memang perlu pengorbanan ekstra yah. Tapi bukankah ada pameo "no pain no gain" atau yang keren kita dengar sebagai "sersakit-sakit dahulu bersenang-senang kemudian"? Sepertinya pilihan ada di tangan kita semua. Setujukah?