Pandangan Urang Sunda terhadap wanita dapat dilihat dari presedence- presedence kasundaan antara lain dari tokoh-tokohnya seperti Nyi Pohaci (Dewi Padi/ Kesuburan), Sunan Ambu (Dewi Yang Berkuasa), Dayang Sumbi (wanita pemberani dan sakti), Diah Pitaloka Citraresmi (wanita pemberani), Dewi Sartika (wanita pemberani dan pendidik), Cut Nyak Dien (Pahlawan Aceh yang sangat dihargai), dlsb.
Pandangan Urang Sunda Terhadap Wanita dapat dilihat dari presedence- presedence sebagai berikut:
Nyi Pohaci, Dewi Sri Dangdayang Tresnawati, Dewi Padi dipandang sebagai Dewi Kemakmuran & Kesuburan dapat dinterpretasikan bahwa pandangan terhadap wanita adalah sama. Dimana wanita dapat menjadi seorang Dewi yang setingkat dengan Dewa. Wanita justru menjadi simbol kemakmuran dan kesuburan (kebahagian) sehingga dalam ajaran Kasundaan wanita harus dipupusti dan dihormati. Dalam ajaran Kasundaan wanita tidak hanya bisa menjadi pemimpin tetapi juga menjadi setingkat Dewa.
Sunan Ambu dalam carita Lutung Kasarung merupakan seorang Dewi, Ibu-nya Lutung Kasarung yang memiliki kesaktian yang luar biasa, semua dewa tunduk sama Sunan Ambu.
Dayang Sumbi, menikah dengan anjing (simbol manusia biasa pada waktu itu), berani untuk mandiri di hutan belantara (hidup seperti biasa). Diceritakan bahwa Dayang Sumbi memiliki kesaktian yang sangat tinggi (boeh rarang dapat menerbitkan mathari, merubah gelap menjadi terang) tidak kalah sama Kesaktian Sangkuriang anaknya. Dapat diinterpretasikan bahwa boeh rarang (do'a putih bersih dan tulus) dari seorang wanita sangatlah punya kekuatan yang luar biasa, beyond imagination. Yang Maha Kuasa akan mengabulkan do'a seorang Ibu yang tulus. Sampai sekarang Do'a Ibu dipercaya mempunyai kekuatan yang luar biasa untuk kemakmuran dan kesuksesan sehingga salah satu PO Bis Urang Sunda yang dinamakan Do'a Ibu.
Prinsip Indung Anu Ngandung Bapa Anu Ngayuga, Ibu/ Wanita ditempatkan didepan sebagai yg mengandung, tanpa ada Ibu maka manusia tidak akan lahir.
Dyah Pitaloka Citraresmi memiliki keberanian yang luar biasa untuk mempertahankan Jati Diri dan sanggup berperang untuk menentang keserakahan Gajah Mada, ada cerita versi baru yang diceritakan di id.wikipedia. org, dimana disana disampaikan bahwa Dyah Pitaloka tidak bunuh diri melainkan bertarung melawan Patih Gajah Mada dan sempat melukai Gajah Mada dengan keris yang diwariskan dari Jayasingawarman. Terlepas benar atau tidaknya legenda tersebut dan walaupun Dyah Pitaloka Citraresmi memang melakukan Bunuh Diri dalam rangka tidak mau dijajah atau direndahkan bangsa lain maka dapat diinterpretasikan bahwa wanita Sunda jaman dulu memiliki keberanian yang tidak kalah dari pria.
Dewi Sartika, wanita Sunda yang tidak seterkenal Ibu kita Kartini tapi jasa- jasanya mendirikan Sekolah Perempuan di Jaman Belanda adalah suatu "breakthrough" pada jamannya. Hal tersebut dapat diinterpretasikan bahwa wanita Sunda memiliki pemikiran yang advance dan maju.
Cut Nyak Dien, Pahlawan Nasional merupakan seorang wanita pejuang dari Aceh nyang dibuang oleh Belanda ke Sumedang dan kebiasaan Urang Sunda maka begitu Cut Nyak Dien datang ke Tanah Sunda maka beliau dihormati dan dijaga serta dijadikan sesepuh. Dapat diinterpretasikan bahwa pandangan Urang Sunda untuk wanita dari manapun asalnya sangat dihargai bahkan untuk wanita buangan sekalipun.
Melihat presedence- presedence tersebut maka sudah sepatutnya lah setelah Negara Indonesia merdeka dan terbentuk tentunya berbagai macam pelecehan serta diskriminasi perempuan dapat segera dipangkas dan sudah sepantasnya perempuan/wanita ditempatkan sejajar dengan laki- laki, baik dalam hal karir, politik, keagamaan, dlsb.
Fatwa Kuncen Kasundaan, "sing saha anu teu ngahargaan atawa ngahinakeun awewe jeung teu saluyu kana purwadaksina maka bakal dikutuk jadi kodok atawa bangkong mangga dipilih, dipilih, dipilih ;"।
lihat artikel lain di :http://pwsmedan. blogspot. com/
webblognya Persatuan Wargi Sunda - Medan